Intisari-Online.com – Pada 5 Oktober 2000 di Yugoslavia, terjadi dengan apa yang dinamakan Revolusi ‘Buldoser’.
Ketika itu, Slobodan Milosevic, Pemimpin Republik Federal Yugoslavia, dikeluarkan secara paksa dari kekuasaan.
Melansir dari kompas.com yang mengutip dari Wikipedia, kejadian tersebut sudah dipicu sejak 24 September 2000.
Sedang diadakan di Yugoslavia ketika itu pemilihan presiden, lokal, dan parlemen untuk kedua kamar parlemen, yang kemudian disusul Serbia, dan Montenegro.
Slobodan Milosevic, pemimpin Yugoslavia saat itu, melarang pengamat internasional mengikuti pemilu.
Tidak hanya itu, pemungutan suara juga diboikot oleh sebagian besar orang Albania Kosovo dan pemilih Montenegro.
Kemudian pada 25 September, Vojislav Kostunica yang memimpim koalisi oposisi DOS mengklaim kemenangan telak di hampir semua kota di Serbia.
Hampir 2,5 juta suara yang dia klaim telah dimenangkannya.
Sementara Milosevic, hanya ada di angka 1,8 juta suara.
Namun, pada 26 September, Milosevic menolak mengakui kekalahan, termasuk Partai Sosialis Serbia, SPS, juga menolak mengakuinya.
Sedangkan Komite Pemilihan Federal yang dikendalikan rezim mengklaim bahwa tidak ada kandidat yang memenangkan lebih dari 50 persen suara.
Maka mereka pun mengusulkan pemungutan suara kedua antara Milosevic dan Kostunica, yang mengakibatkan demonstrasi massal terjadi.
Pendukung oposisi memulai demonstrasi damai dengan protes, mulai pemogokan siswa sekolah hingga pemogokan menuntut Milosevic mundur.
Pada 29 September, para penambang di tambang batu bara Kolubara, yang awalnya setia pada Milosevic, pun melakukan pemogokan dan membalik arah dukungan.
Tindakan yang mereka lakukan itu menimbulkan dampak politik dan ekonomi yang sangat besar.
Hingga 2 Oktober terus terjadi pemogokan, sampai akhirnya Milosevic mengumumkan bahwa dia tidak akan mundur sampai putaran kedua pemilihan.
Tindakannya itu membuat pekerja transportasi memblokir jembatan di Beograd, mahasiswa turun ke jalan, pemogokan melumpuhkan banyak kota di seluruh negeri.
Hingga pada 4 Oktober, Mahkamah Konstitusi Yugoslavia membatalkan hasil pemiliihan.
Dan diputuskan bahwa Milosevic harus menjalani tahun terakhirnya di kantor dan mengadakan pemilihan baru pada tahun 2001.
Polisi kemudian menggerebek tambang batu bara Kolubara.
Namun, pendukung pemogokan muncul dalam jumlah ribuan menerobos garis polisi dan memaksa mereka mundur.
Revolusi di negara itu pun dimulailah.
Pihak oposisi pada 5 Oktober menetapkan batas waktu hingga pukul 15.00 waktu setempat bagi Milosevic untuk mundur.
Unjuk rasa massal pun terjadi di Beograd dengan bergabungnya seluruh negerai, 500 ribu hingga 1 juta orang turun ke jalan.
Bahkan Parlemen Yugoslavia pun dibakar selama protes.
Joe, seorang operator buldoser, membelokkan kendaraannya di gedung RTS atau TV Bastille, lalu menerobos garis polisi dan keamanan.
Pendukung oposisi mengambil alih gelombang udara, lalu mengarahkannya ke label populer untuk acara tersebut.
Istilah ‘Revolusi Buldoser’ pun muncul.
Dalam kerusuan itu, dua orang kehilangan nyawa dan 65 orang terluka.
Pada akhirnya tanggal 6 Oktober 2000, Milosevic menyerah dan secara terbuka menerima kekalahan.
Kostunica pun resmi menjadi presiden Yugoslavia, sehari setelahnya. (Tito Hilmawan Reditya)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari