Intisari-Online.com -'Perang vaksin' antara China dan Australia kini semakin memanas setelah salah satu negara secara terang-terangan menyebut adanya sabotase dari pihak lain.
Seperti diketahui, Badan Kesehatan Dunia (WHO) selama ini melontarkan kritik keras kepada negara-negara kaya terkait vaksin Covid-19.
Menurut hasil penyelidikan WHO, negara-negara kaya secara sengaja memborong dan menumpuk vaksin yang justru tak bisa dijangkau oleh negara-negara miskin.
Sampai-sampai, WHO memberikan teguran langsung kepada negara-negara kaya tersebut.
"Saya mengerti mengapa beberapa negara ingin memvaksinasi anak-anak dan remaja mereka, tetapi saat ini saya mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali dan sebagai gantinya menyumbangkan vaksin ke COVAX," katanya dalam pertemuan virtual di Jenewa, dikutip dari Kontan.co.id, Sabtu (15/5/2021).
Pada dasarnya, tujuan negara-negara tersebut pada dasarnya ada dua, yaitu demi program vaksinasi di negaranya sendiri serta demi 'diplomasi vaksin'.
Sebuah strategi demi mendapatkan simpati dari negara-negara miskin, yang tentunya akan sangat berguna untuk kepentingan negara-negara kaya.
China sendiri bisa disebut sebagai salah satu negara yang paling getol menjalankan program 'diplomasi vaksin' ini.
Baca Juga: Buah Diplomasi Vaksin, Indonesia Bantuan 998.400 Dosis Vaksin AstraZeneca dari Jepang
Tak perlu jauh-jauh, negara kita, Indonesia menjadi salah satu sasaran utama dari sumbangan-sumbangan vaksin China.
Sebagian besar vaksin di Indonesia, bahkan yang pertama, merupakan vaksin-vaksin Sinovac yang tidak lain merupakan sumbangan dari China.
Sebagai negara miskin, di luar bahwa kelak akan ada unsur utang budi yang harus mereka emban, sumbangan vaksin dari negara-negara kaya ini tentu saja menguntungkan.
Selain karena pada kenyataannya vaksin-vaksin sudah diborong oleh negara-negara kaya, mereka pun belum tentu sanggup secara finansial memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 seluruh rakyatnya.
Hanya saja, karena memiliki tujuan terselubung, program 'diplomasi vaksin' ini pun terkadang mengandung unsur persaingan.
Beberapa negara, terutama jika selama ini memang sering berseteru, kerap bersaing dalam menyumbangkan vaksin.
Salah dua negara yang selama pandemi Covid-19 ini terlibat persaingan dalam program 'diplomasi vaksin' adalah Australia dan China.
Kedua negara yang sering berseteru baik terkait perdagangan maupun klaim di Laut China Selatan inisecara jelas berlomba-lomba menyumbangkan vaksin kepada negara-negara miskin.
Salah satu negara yang selama ini diketahui menjadi titik 'perang vaksin' antara Australia dan China adalah Timor Leste.
Meski dikenal menjadi sahabat lama, faktanya Australia tidak sanggup memenuhi kebutuhan vaksinTimor Leste.
Di titik inilah China, dengan vaksin Sinovac yang melimpah di negaranya mendapatkan celah.
Mereka mulai menyumbangkan vaksin ke Timor Leste yang kemudian disambut dengan kecaman dari para pakar hubungan luar negeri Australia kepada negaranya sendiri.
Kini, saat persaingan menjadi donatur vaksin di Timor Leste belum mereda, Australia dan China terlibat dalam 'perang vaksin' di negara tetangga Indonesia lainnya.
Seperti dikutip dariabc.net.au, hubungankedua negara ini kini memanas dengan Papua Nugini sebagai titik pusatnya.
Sumbangan vaksin dari kedua negara ini tentu saja disambut dengan gembira oleh negara Oseania tersebut.
Namun, faktanya bagi pihak donatur, sumbangan tersebut memicu perselisihan tajam.
Terbaru, China sampai berani menyebut bahwa Australia telah melakukan sabotase sumbangan vaksin dari negaranya.
Menurut laporanGlobal Times, Australia disebut berusaha keras memblokir penggunaan vaksin Sinopharm dari China.
Tidak tanggung-tanggung, laporan tersebut menyebut bahwa Negeri Kanguru langsung mengancam pejabat senior Papua Nugini agar berhenti berkolaborasi dengan China.
Lewat ancaman tersebut, meski sedang berada dalam kondisi darurat vaksin, Papua Nugini tidak diperbolehkan menggunakan vaksinSinopharm hingga Mei 2021.
Duh, kalau memang niatnya membantu, kok malah saling 'mengganjal' sih?