Intisari-Online.com- Apa maksud dari Pancasila sebagai paradigma pembangunan?
Istilah paradigma berasal dari kata Inggris paradigm yang berarti model, pola, atau contoh.
Paradigma awalnya digunakan dalam ranah ilmu pengetahuan.
Dalam ranah ilmu pengetahuan, paradigma diartikan sebagai model atau kerangka berpikir.
Namun, seiring berjalannya waktu, istilah paradigma mulai digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga:Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Mampu Mengikuti Perkembangan Zaman dan Dinamis
Dalam buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2019) karya Edi Rohani, dijelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, paradigma berkembang menjadi terminologi.
Terminologi ini mengandung pengertian sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam pembangunan maupun proses pendidikan.
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam setiap proses kegiatan.
Baca Juga:Pancasila Sebagai Sistem Etika, Kelima Nilainya Membentuk Perilaku Manusia Indonesia
Perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil dalam setiap kegiatan dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenarannya.
Dalam konteks negara Indonesia, paradigma yang diyakini kebenarannya adalah pancasila atau Pancasila sebagai paradigma pembangunan.
Pancasila bisa dikatakan sebagai paradigma karena pancasila dijadikan landasan, acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai dalam setiap program pembangunan nasional.
Pembangunan nasional sendiri merupakan rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemakmuran masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut, Heri Herdiawanto dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul Spiritualisme Pancasila (2018), menjelaskan bahwa secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam setiap pelaksanaan pembangunan nasional harus didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Baca Juga:Pancasila sebagai Sistem Filsafat untuk Menunjang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
Dengan menempatkan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional, maka semangat, arah, dan gerak pembangunan nasional harus mencerminkan pengamalan semua sila pancasila sebagai sebuah kesatuan yang utuh.
Bunyi Pancasila
Aktualisasi pancasila di masa kini sering sekali menjadi pertanyaan.
Apakah beda nilai pancasila masih digunakan di era yang telah menginjak lebih dari 70 tahun sejak pancasila dibuat.
Pancasila hingga saat ini menjadi ideologi atau cara pandang bangsa indonesia.
Itulah salah satu bukti bahwa pancasila masih di jalankan hingga sekarang ini.
Apabila telah tidak ada aktualisasi pancasila, maka pancasila tak lain hanyalah sekedar lambang bagi negara indonesia ini.
Selain Pancasila sebagai paradigma pembangunan, Pancasila juga merupakan dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta ideologi bangsa dan negara.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas duamacam yaitu aktualisasi objektif dan subjektif.
Baca Juga:Memahami Pancasila Sebagai Sistem Etika bagi Bangsa Indonesia
1. Aktualisasi Pancasila Objektif
Aktualisasi pancasila objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain meliputi legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya sepertipolitik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undangundang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidangkenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Pancasila Subjektif
Aktualisasi pancasila subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat.
Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat penyelenggara Negara, penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politikperlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
(*)