Advertorial
Intisari-online.com - Keputusan Presiden Habibe memberikan refrendum untuk menentukan nasib sendiri orang-orang Timor Leste sempat mendapat pro dan kontra.
Timor Leste sendiriwilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia kurang lebih selama 24 tahun.
Timor Leste berintegrasi dengan Indonesia dan menjadi provinsi ke-27 pada tahun 1976 setelah berhasil diinvasi oleh pasukan Indonesia.
Namun, invasi yang dilakukan Indonesia dianggap sebagai bentu pelanggaran HAM.
Baca Juga: Ada Danau Indah Rumah Ribuan Burung di Timor Leste, Rupanya Simpan Kisah Mengerikan Ini
'Seroja' merupakan nama sandi untuk operasi militer pasukan Indonesia ke bekas jajahan Portugis tersebut di akhir tahun 1975.
Saat itu, kekosongan kekuasaan terjadi setelah Portugis menarik pasukannya, sementara rakyat Timor Leste terpecah, ada kelompok pro-integrasi dengan Indonesia dan pro-kemerdekaan.
Bahkan, selama 2 dekade menjadi wilayah Indonesia, kelompok pro-kemerdekaan terus saja melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia.
Setelah dipertahankan sejak era Presiden Soeharto, akhirnya di masa pemerintahan BJ Habibie Timor Leste dibiarkan menggelar referendum pada 30 Agustus 1999.
Baca Juga: Timor Leste Bertekad untuk Masuk ASEAN dan Tidak Berniat Terima Bantuan Asing
Menukil Irish Times, Presiden Indonesia, BJ Habibie,lalu mengatakan tahun 1999 dia ingin masalah Timor Timur diselesaikan awal tahun depan.
Komentarnya muncul sehari setelah dia mengizinkan pemimpin pemberontak Timor Leste, Xanana Gusmao, pindah dari penjara ke tahanan rumah.
Sebagian besar mengharapkan Gusmao untuk memimpin wilayah itu jika akhirnya merdeka.
"Mulai 1 Januari 2000, kami tidak ingin dibebani dengan masalah Timor Timur," kata Habibie dalam pidatonya di depan Kamar Dagang Indonesia.
"Sebagai seorang teman, kami akan membiarkan mereka memutuskan sendiri," tambahnya.
Habibie tiba-tiba mengubah pendirian lama negaranya di Timor Leste, menawarkan kemerdekaan 800.000 rakyatnya.
Ia tunduk pada tekanan internasional yang meningkat dan memindahkan Gusmao, yang ditangkap pada tahun 1992, ke tahanan rumah.
Sebagian besar warga Timor Timur ingin melepaskan diri dari 23 tahun penjajahan Indonesia, yang ditandai dengan tingkat kebrutalan yang membuat Jakarta terkenal di dunia internasional.
Itu, kata mereka, adalah reputasi yang menurut Habibie harus dilepaskan oleh Indonesia.
Karena dia berulang kali dipaksa untuk bekerja sama dengan komunitas internasional untuk membantu negara tersebut menghadapi gejolak terburuk dalam tiga dekade.
Pencaplokan Indonesia atas bekas jajahan Portugis, yang diserbu pasukannya pada tahun 1975, tidak pernah diterima oleh PBB.
Indonesia mengatakan akan lebih memilih Timor Leste untuk memilih otonominya sendiri.
Baca Juga: Inilah Negara Timor Leste dengan Jumlah Penduduknya ‘Hanya’ 1,2 Juta
Tetapi beberapa orang mempertanyakan apakah wilayah itu akan mampu membuatnya sendiri, bahkan jika dipimpin oleh Gusmao.
Mengingat populasinya yang terpecah secara politik, yang terdiri dari minoritas "loyalis" pro-Indonesia yang diduga didukung dan dipersenjatai secara diam-diam oleh Jakarta.
Mengomentari pernyataan Habibie, juru bicara perlawanan Timor Timur dan pemenang Nobel Perdamaian, Jose Ramos-Horta, kemarin menyebut Presiden berani.
Dia menambahkan itu adalah pertama kalinya dia memuji seorang pemimpin Indonesia.