Intisari-Online.com -Filipina makin percaya diri menghadapi Tiongkok di Laut China Selatan setelah mendapat kiriman senjata-senjata canggih dari Amerika Serikat.
Kehadiran peralatan militer senilai 1,4 miliar peso (AS$29 juta atau setara Rp410 miliar)tersebut diumumkan langsung olehmenteri pertahanannya pada Selasa (8/12/2020).
Sang menhan mengklaim kehadiran senjata-senjata tersebut adalah untuk meningkatkan pertahanan eksternal negara dan kemampuan melawan terorisme.
Peralatan termasuk senapan sniper dan perlengkapan alat peledak anti-improvisasi diserahkan selama kunjungan oleh penjabat Menteri Pertahanan AS Christopher Miller, yang sedang dalam kunjungan dua negara di Asia Tenggara.
“Modernisasi AFP (Angkatan Bersenjata Filipina) pada akhirnya akan memungkinkan kami untuk menanggapi ancaman keamanan tradisional dan non-tradisional secara lebih efektif terhadap negara maritim kami,” kata Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan.
Filipina sejauh ini merupakan penerima bantuan militer AS terbesar di kawasan Indo-Pasifik, setelah menerima pesawat, kapal, kendaraan lapis baja, dan senjata ringan senilai 33 miliar peso sejak 2015, kata Kedutaan Besar AS di Manila.
Baca Juga: China Bisa Kebakaran Jenggot, Bagaimana Tidak? Ternyata AS Siap Lakukan Ini di Laut China Selatan
Perjalanan Miller datang hanya beberapa minggu setelah penasihat keamanan nasional AS Robert O’Brien mengunjungi Manila untuk mengirimkan amunisi berpemandu presisi senilai AS$18 juta.
Jaminan melawan China
Tahun lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meyakinkan Filipina bahwa mereka akan membela diri jika diserang di Laut Cina Selatan.
Amerika Serikat dan China telah berselisih mengenai masalah dari teknologi dan hak asasi manusia hingga militerisasi maritim China, dengan masing-masing menuduh satu sama lain melakukan perilaku provokatif yang disengaja.
China mengklaim 90% Laut China Selatan termasuk wilayah yang diklaim oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam. Pengadilan internasional pada tahun 2016 memutuskan bahwa klaim luas China, berdasarkan peta historisnya, tidak sejalan dengan hukum internasional.
Filipina bulan lalu mengumumkan akan melanjutkan eksplorasi minyak dan gas di atau dekat Reed Bank Laut China Selatan, yang terletak di lepas pantai Barat wilayah mereka yang juga diklaim oleh China.
“Itu milik orang Filipina. Itu bukan milik beberapa negara lain yang hanya karena mungkin lebih besar dari Filipina mereka dapat mengambil dan mengubah sumber daya orang Filipina. Itu salah," tegas Penasihat Keamanan Nasional Robert O'Brien, Senin (23/11), seperti dikutip Channel News Asia.
O'Brien menyampaikan dukungan AS tersebut saat mewakili Presiden Donald Trump dalam acara Senin (23/11) di Departemen Luar Negeri di Manila, tempat dia mengumumkan pemberian rudal dan bom ke militer Filipina.
Kelanjutan perjanjian keamanan utama
Dia mengulangi pernyataan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo awal tahun ini: "setiap serangan bersenjata terhadap kapal perang atau kapal umum Filipina di Laut China Selatan akan memicu kewajiban pertahanan bersama kami".
AS dan Filipina memiliki perjanjian pertahanan timbal balik berusia 69 tahun.
Pada Juli lalu, Pompeo meningkatkan serangan Pemerintahan Trump terhadap China dengan menyatakan, Washington menganggap hampir semua klaim maritim Tiongkok di Laut China Selatan tidak sah.
China dengan marah bereaksi dengan menuduh AS menyebarkan perselisihan antara Beijing dan negara-negara tetangga Asia.
Hanya, O'Brien mengungkapkan harapan untuk kelanjutan perjanjian keamanan utama yang memungkinkan pasukan Amerika Serikat untuk berlatih dalam latihan tempur skala besar di Filipina.
Duterte membatalkan Perjanjian Kunjungan Pasukan dengan AS awal tahun ini, tetapi kemudian menunda efektivitas keputusannya itu hingga tahun depan, sebuah langkah yang O'Brien sambut baik.