Advertorial
Intisari-online.com -Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sedang disorot banyak negara saat ini.
Prabowo berupaya keras untuk mengganti jet tempur Indonesia yang sudah usang.
Dana Indonesia tidak banyak, karena alokasi anggaran dimaksimalkan ke penanggulangan Covid-19.
Lantas bagaimana cara Prabowo menyiasatinya?
Mengutip Nikkei Asia, bulan lalu Prabowo habiskan lebih dari dua bulan dalam misi menyelesaikan masalah itu.
Prabowo bepergian ke AS, Austria, Perancis dan Turki untuk memulai kerjasama militer dengan negara-negara tersebut.
Ia juga memburu harga murah agar bisa sesuai dengan dana militer Indonesia yang terbatas.
Peneliti pertahanan di Pusat Studi Politik di LIPI Muhamad Haripin, mengatakan "apa yang dilakukan Prabowo sekarang adalah mencari opsi terbaik, kesepakatan terbaik."
Kementerian Pertahanan menerima lebih banyak dana daripada kementerian lain tahun ini, tapi Prabowo masih harus menyeleksi pilihannya sampai hanya temukan satu pilihan saja, papar Haripin.
Pasalnya, membeli dari beberapa negara mungkin memerlukan seluruh anggaran kementerian pertahanan.
Jet tempur usang Indonesia, F-5 buatan AS, telah beroperasi hampir 40 tahun dengan sedikit perbaikan.
Kondisi ketegangan yang meningkat di Laut China Selatan membuat Jakarta mendesak peningkatan peralatan militer Indonesia.
Satu opsi adalah Indonesia bergabung dengan produksi jet tempur Korea Selatan.
Namun pilihan itu gagal setelah Indonesia tidak bisa membayar pembayaran kedua Agustus lalu, dan dilaporkan Indonesia sedang mengupayakan bernegosiasi pembagian biaya produksi.
Sementara ini jet tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia tetap jadi pilihan terbaik, meskipun pembelian jet tempur dari Rusia dibayangi ancaman sanksi dari AS.
Hal ini yang sebabkan Prabowo mengutamakan mengunjungi AS dalam kunjungan 4 negaranya.
Ia diundang oleh Pentagon, sebuah langkah yang tunjukkan Washington telah mengangkat sanksi atas dirinya yang diberikan karena pelanggaran HAM.
Banyak yang menyebut upaya AS mengundang Prabowo adalah cara mereka menarik negara Asean dari China.
Undangan itu juga memberikan AS kesempatan lain untuk mengajak Indonesia agar jangan membeli jet tempur Rusia.
AS menawarkan jet tempur generasi keempat mereka yaitu F-16S dengan teknologi baru, pelatihan pilot dan berbagai keuntungan lain.
Namun Indonesia mengincar F-35S AS yang memang sangat diunggul-unggulkan itu.
Pembayaran jet tempur dengan Rusia senilai 1,1 miliar Dolar AS yang kerjasamanya sudah dibuat pada 2018 lalu masih ditunda.
Pasalnya, separuh pembayaran didapat dari hasil ekspor minyak kelapa sawit, karet dan komoditas lain.
Ini juga menjadi cara tersendiri Prabowo menawar F-35S yang disebut mahal, dan meminta harga yang lebih masuk akal untuk kantong Indonesia yang tipis.
Jakarta memegang kenangan pahit atas bergantung dengan sistem senjata AS, dengan menjadi sasaran embargo senjata AS dari 1999 sampai 2005 karena pelanggaran HAM di Timor Leste.
Larangan itu meninggalkan militer Indonesia kekurangan amunisi dan sumber daya, lalu Indonesia akhirnya memilih membeli dari Rusia.
Maka variasinya di sini adalah kemenangan presiden Joe Biden yang akan memberi arahan baru dalam hubungan AS-Rusia dan mempengaruhi rencana Indonesia ke depannya.
Sementara itu pilihan Austria diajukan Prabowo karena tergiur jet tempur Eurofighter Typhoon yang ingin diberikan Wina saat merestrukturisasi angkatan udaranya.
Di Eropa, Prabowo adakan pembicaraan dengan menteri pertahanan Klaudia Tanner.
Wina berencana memensiunkan 15 jet tempur Eurofighter Typhoon, yang dilihat Prabowo sebagai upaya jitu menghemat uang karena meskipun bekas kondisinya masih layak pakai dan prima.
Namun di dalam negeri, pembelian ini mendapat kritik, menyebut jet tempur itu sudah usang dan biaya pemeliharaan itu menguras kas negara.
Pembelian itu juga mendapat kontra karena membutuhkan persetujuan dari Inggris, Jerman, Italia dan Spanyol, negara-negara yang terlibat dalam pengembangan jet itu.
Perancis dan Turki menjadi pilihan terakhir Prabowo.
Januari lalu Prabowo kunjungi Paris untuk nyatakan ketertarikannya kepada jet tempur Perancis Rafale, sedangkan Turki sedang mengembangkan jet tempur milik mereka sendiri dan dilaporkan mengajak negara-negara Muslim untuk bergabung dengan mereka.
Diskusi di Perancis mengerucut kepada peralatan pertahanan non-spesifik, sedangkan pembicaraan di Turki mengenai sistem kapal selam dan potensi kerjasama di pesawat tanpa awak.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini