Advertorial
Intisari-Online.com – Sudah enam bulan wabah pandemi virus corona juga sampai ke tanah air kita.
Untuk memutus rantai penyebaran virus corona kita diharapkan untuk selalu mengikuti protokol kesehatan apabila keluar rumah.
Memakai masker, menjaga jarak satu sama lain, dan mencuci tangan sesering mungkin adalah protokol kesehatan yang harus diikuti.
Hingga kini masker menjadi salah satu perlengkapan yang harus selalu digunakan setiap keluar rumah, juga hand sanitizer sebagai pengganti air dan sabun.
Baca Juga: Canggih! Masker N95 Mungkin Akan Jadi Perangkat Teknologi yang Bisa di-Charge
Menurut sfcdcp.org, penggunaan masker berguna untuk mencegah penularan penyakit, mencegah iritasi, mencegah kambuhnya alergi akibat udara, juga melindungi diri dari paparan polusi udara.
Masker juga membantu membatasi penyebaran kuman, bakteri ataupun virus termasuk Covid-19 yang penularannya sulit diprediksi.
Namun seiiring dengan banyaknya permintaan, kini banyak sekali varian masker yang dibuat mulai dari masker medis hingga masker kain.
Tapi dari banyaknya varian masker tersebut rupanya kefektifannya dalam memblokir droplets atau tetesan berisi virus saat kita batuk, bersin, berbicara, atau bahkan bernapas ternyata berbeda-beda.
Menanggapi hal itu, sebuah penelitian terbaru yang dilakukan parailmuwan dari Duke University pun membongkar kefektifan dari varian masker yang ada di pasaran dalam mencegah droplet.
Dalam uji coba yang dilakukan, ahli menggunakan perangkat laser sederhana untuk membandingkan 14 jenis masker yang ada di pasaran.
"Pertanyaan pentingnya, seberapa baik jenis masker tertentu mencegah penyebaran virus dalam droplets," kata pemimpin peneliti sekaligus spesialis pencitraan molekuler Martin Fischer.
Pertanyaan ini sangat relevan dengan pandemi Covid-19, mengingat banyak orang membeli masker secara online atau membuatnya sendiri di rumah.
Pengujian masker yang dilakukan sejauh ini adalah menguji keefektifan masker bedah dan masker N95, bukan masker kain atau kain penutup wajah yang bisa longgar.
"Masker bedah biasanya dipakai tenaga medis. Itu telah banyak diuji dalam pengaturan klinis," kata Fischer.
"Namun sejauh yang kita tahu, keefektifan berbagai jenis masker lain, terutama masker kain belum diuji," imbuhnya seperti dilansir Science Alert, Senin (10/8/2020).
Karena itulah, Fischer dan timnya melakukan eksperimen dengan media laser mudah dibuat dan murah, untuk menguji bagaimana keefektifan berbagai jenis masker dalam mencegah droplets yang keluar dari mulut saat berbicara.
Dalam uji cobanya, tim Fischer menggunakan lensa untuk mengubah lensa menjadi cahaya.
Lembaran cahaya tipis itu akan bersinar melalui selungkup gelap yang terbuat dari karton dan lakban, ini akan membantu kita melihat ketika ada droplet melewatinya dengan bantuan kamera handphone.
Mereka meminta orang mengucapkan "Tetap sehat" ke arah lembaran cahaya sambil mengenakan 14 jenis masker.
"Kami memastikan, ketika orang berbicara dan droplets keluar mulut. Ini berarti, penyakit tetap dapat menyebar dengan berbicara, tanpa batuk atau bersin," kata Fischer.
"Kami juga melihat, beberapa masker bekerja lebih efektif dibanding yang lain dalam memblokir partikel yang keluar," imbuhnya.
Hasil penelitian yang terbit di Science Advances, Jumat (7/8/2020) ini menunjukkan bahwa masker N95 efektif memblokir sebagian besar tetesan atau droplets yang dilepaskan saat orang berbicara.
Kemudian peringkat kedua yang efektif adalah masker bedah dan diikuti masker dari bahan polipropilen.
Sementara masker kain dari katun dan rajutan, sebenarnya mampu memblokir sejumlah droplets tapi tidak seefektif masker N95.
"Dengan kata lain, masker tersebut efektif melindungi pemakainya dari lingkungan luar, tapi tidak melindungi orang lain dari pemakainya. Dan itu adalah peran kedua yang penting dalam mengurangi penyebaran Covid-19," kata Fischer.
Hasil mengejutkan adalah masker bandana atau yang dikenal dengan buff.
Dalam eksperimen tersebut, buff dinilai sebagai masker yang paling tidak efektif. Bahkan lebih buruk dibanding ornag yang tidak memakai masker sama sekali.
Para peneliti berpikir, ini karena buff justru membuat droplet semakin berkembang biak di udara.
"Mungkin banyak orang berpikir, menggunakan masker jenis apa saja lebih baik dibanding tidak memakainya sama sekali. Tapi, hal itu salah," kata Fischer.
"Kami mengamati bahwa jumlah droplets meningkat saat orang memakai buff. Kami yakin, bahan yang digunakan pada buff dapat memecah droplets menjadi partikel berukuran lebih kecil.
Hal ini membuat pengguna buff menjadi kontraproduktif, karena tetesan yang lebih kecil lebih mudah terbawa udara dan membahayakan orang di sekitar," paparnya.
Penelitian ini kembali menyoroti bahwa tidak semua masker memiliki tingkat keefektifan yang sama.
Jika kita benar-benar ingin melindungi orang lain dan membantu mengurangi penyebaran virus corona,kita perlu berpikir masker mana yang paling tepat dipakai.(Anjar Saputra)
Artikel ini telah tayang di GridHealth.id dengan judul “Cara Sederhana Menguji Keefektifan Masker Diungkap Peneliti, Buff Paling Buruk Keamanannya”
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari