Advertorial
Intisari-online.com - Banyak negara-negara di seluruh dunia membutuhkan suntikan dana dan investasi untuk melakukan pembangunan.
Salah satu negara yang menyediakan pinjaman adalah China, negara tersebut menawarkan pinjaman ke negara manapun termasuk Indonesia.
Melansir Intpolicydigest.org, Indonesia telah menandatangani 23 proyek kolaboratif dala skema Belt and Road Initiative (BRI) meliputi, Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Maluku dan Bali.
Proyek itu termasuk pembangunan infrastruktur dan pendukung, sementara itu berutang dengan China dianggap mengkhawatirkan.
Pasalnya China dikenal memiliki skema Belt and Road Initiative (BRI), yang merupakan strategi pembangunan global China untuk menciptakan jalur sutera.
Proyek ini telah melibatkan setidaknya 20 negara di seluruh dunia, dan telah memfasilitasi secara komersial, pada negara-negara peserta.
China memberikan investasi berupa pinjaman dana untuk pembangunan infrastruktur dan transportasi pada negara yang membutuhkan.
Setelah negara tersebut tak sanggup membayar utang tersebut, China akan mengambil alih proyek itu.
Negara-negara di Afrika dan beberapa negara di Asia banyak yang sudah jatuh dalam perangkap utang China.
Negara Afrika yang relatif miskin, menerima dana investasi dari China dalm jumlah besar, untuk proyek pembangunan dan infrastruktur, yang dijalankan oleh perusahaan China.
Namun banyak dari mereka yang sadar bisa berakhir dalam jebakan utang China.
Misalnya di Tanzania, Presiden John Magufuli membekukan pembangunan pelabuhan Bagamoyo yang seharusnya menjadi pelabuhan terbesar di Afrika Timur karena sejumlah perjanjian ekploratif.
Sementara itu, negara yang sudah jatuh dalam perangkap utang China seperti Sri Lanka.
Negara itu dijanjikan oleh China akan mendapat penghapusan 8 miliar dollar AS, jika pemerintah Sri Lanka menyewakan proyek Hambatota ke China selama 99 tahun.
Bisa disimpulkan, Belt and Road Initiative (BRI) merupakan agenda politik China untuk membangun jalur pedagangan untuk mendominasi perdagangan dunia.
Hal itu akan menempatkan China dalam posisi menguntungkan, dan bahkan Indonesia sendiri juga berulang kali berutang ke China.
Tetapi apakah benar Indonesia bisa jatuh ke dalam perangkap utang China?
Seperti diketahui, melalui Kompas.com, Pemerintah Indonesia ternyata juga mencari untung yang optimal serta meminimalkan risiko dengan mengarahkan investasi China dengan B2B (Business to Business).
Pemerintah Indonesia, di sini berperan sebagai fasilitator investasi dan pembangunan.
Indonesia melakukan beberapa langkah untuk menyerap keuntungan dari BRI tanpa terjerumus ke dalam jebakan utang China.
Langkah pertama, Investasi China mengarah ke industri bernilai tinggi, dari segi ekonomi, teknologi.
Kemudian, ada transfer teknologi dari China ke Indonesia, hal itu membuat Indonesia semakin maju industrinya, dan tidak hanya bertindak sebagai konsumen.
Sementara industri tersebut berwawasan lingkungan, untuk melindungi alam sekitar dan masyarakat.
Kemudian, terakhir adalah dalam proyek BRI dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia, untuk mendapat manfaat pengalaman bagi tenaga kerja Indonesia.
Selain itu, sangat sulit untuk menolak tawaran BRI dari China, namun bukan berarti hal itu tidak bisa dimanfaatkan dengan baik.