Advertorial

Padahal Sebal pada China Atas Klaim Laut China Selatan, Presiden Filipina Duterte Malah Larang Militer Filipina untuk Latihan Bersama AS, Mengapa?

Tatik Ariyani

Editor

Padahal Sebal pada China Atas Klaim Laut China Selatan, Presiden Filipina Duterte Malah Larang Militer Filipina untuk Latihan Bersama AS, Mengapa?

Intisari-Online.com - Pada masa awal pemerintahan Presiden Flipina, Rodrigo Duterte membuat keputusanuntuk berputar haluanberkaitan dengan kebijakan luar negerinya.

Ia memutarmengubah arah keberpihakan negaranya dari sekutu lama AS dan berputar menuju China.

Sebelum Duterte memerintah, presiden terdahuluDuterte Benigno Aquino III mengajukan kasus yang menentang klaim China ke Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag.

Filipina kemudian memenangkan kasus tersebut dengan adanya putusan pengadilan pada tahun 2016, tak lama sebelum Duterte berkuasa.

Baca Juga: Luluh Lantahkan Kota dalam Sekejab, Ledakan Besar di Beirut Diduga dari 2.750 TonAmonium nitrat, 'Setara Dengan Gempa 3,3 Magnitudo'

Hasil keputusan pengadilan menyatakan bahwa sembilan garus yang digunakan China untuk menandai klaimnya tidak memiliki dasar dalam hukum internasional.

China tentu saja menolak keputusan pengadilan tersebut.

Sementara itu, setelah Duterte menjabat, ia beberapa kali mengatakan bahwa ia mungkin akan mengesampingkan hasil keputusan pengadilan demi menjalin hubungan ekonomi yang lebih erat dengan China.

Namun, ketika masa jabatan Duterte hampir berakhir, ia kembali memutar haluan.

Baca Juga: Detik-detik Ledakan Maha Dahsyat yang Guncang Beirut, Lebanon, Tewaskan Lebih dari 50 Orang dan Ribuan Lainnya Terluka

Dengan meningkatnya invasi militer China di Laut China Selatan dan janji-janji investasi yang tidak terpenuhi, ditambah dengan pandangan buruk publik di Filipina atas penanganan China terhadap virus corona, telah membuat Duterte untuk memikirkan kembali hubungannya dengan Beijing.

Pada bulan Juni, membalikkan keputusan sebelumnya untuk membatalkan Perjanjian Kunjungan Pasukannya dengan AS.

Pada bulan yang sama, Filipina menyelesaikan pembangunan jalur pantai di sebuah pulau di rantai Spratly Laut China Selatan yang disengketakan.

Baca Juga: Menghilang Sejak Februari, Jasad Wanita Wonogiri Ditemukan Tinggal Kerangka Berjaket Merah di Sebuah Jurang, Suami Sampai Selingkuhan Diperiksa Polisi

Jalur itu dibuat di Pulau Thitu, yang memungkinkan Filipina untuk melanjutkan perbaikan landasan yang telah lama tertunda pada masa pemerintahan Duterte Benigno Aquino III.

Menandai tahun ke-4 dari hasil keputusan pengadilan, Filipina pernyataan yang menegaskan kembali kemenangannya sebagai "tidak dapat dinegosiasikan" dan meminta China untuk mematuhi temuan itu dengan "niat baik".

Itu adalah perubahan haluan yang tajam bagi Duterte, yang sebelumnya bersumpah untuk "berpisah" dari AS dan mengesampingkan kemenangan bersejarah negaranya di Den Haag dengan imbalan investasi China untuk meningkatkan ekonomi Filipina.

Meski demikian, Duterte memerintahkan angkatan Laut Filipina untuk tidak bergabung dengan latihan militer yang dipimpin AS di Laut China Selatan.

"Presiden memiliki perintah tetap ... bahwa kami tidak boleh melibatkan diri dalam latihan angkatan laut di Laut Cina Selatan, kecuali di perairan nasional kita, (dalam) 12 mil dari pantai kami," kata menteri pertahanan Delfin Lorenzana pada hari Senin.

Melansir SCMP, Selasa (4/8/2020), Lorenzana mengatakan larangan itu bertujuan untuk menjaga ketegangan di daerah itu.

"Jelas, jika tindakan satu negara dianggapberseteru dengan yang lain, ketegangan biasanya akan meningkat," kata Lorenzana dalam mengesampingkan partisipasi Filipina dalam latihan AS.

Baca Juga: Berbuntut Panjang, Anji dan Hadi Pranoto Akan Dipanggil Polisi Terkait Dugaan Sebarkan Hoax Obat Covid-19

Analis mengatakan larangan itu merupakan upaya untuk menenangkan China dan menjauhkan Filipina dari sekutu tradisionalnya, AS.

Menurut mantan senator Antonio Trillanes, seorang pensiunan perwira angkatan laut, "kepada AS dan sekutu lainnya, arahan itu adalah manifestasi yang jelas dari dukungan Filipina terhadap kebijakan luar negeri China di Laut Filipina Barat".

Laut Filipina Barat adalah sebutan resmi pemerintah Filipina untuk bagian timur Laut China Selatan yang berada dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.

"Itu (perintah) sekarang akan diperhitungkan oleh AS ketika mereka menganalisis keseimbangan kekuasaan di Asia Timur dan Pasifik," kata Trillanes.

Jose Antonio Custodio, seorang analis keamanan dan rekan non-residen dari lembaga pemikir Stratbase ADR yang berbasis di Manila, mengatakan langkah itu sesuai dengan pola di mana Duterte telah mengurangi berbagai latihan bersama dengan AS sejak menjadi presiden pada 2016.

Menurut mantan senator Trillanes, "Arahan itu (untuk tidak bergabung dengan latihan militer) jelas merupakan kebijakan luar negeri pro-China. Itu tidak akan diketahui publik jika Sekretaris Lorenzana tidak mengajukan informasi secara sukarela."

Dia mengatakan, “Ini bukan pertama kalinya terjadi selama pemerintahan Duterte; sebenarnya, ada perintah tetap dengan Angkatan Laut Filipina untuk tidak berpatroli di perairan kontroversial di Laut Filipina Barat untuk menenangkan China. ”

Menurut Trillanes, "Ini dipercayakan kepada kami oleh komandan senior Angkatan Bersenjata Filipina pada tahun 2017."

Trillanes mengatakan, "Pesan pemerintah Duterte ke China adalah sikap patuh yang tidak ambigu, Duterte ingin menunjukkan kesetiaannya kepada China pada saat itu bahwa ia terkepung di banyak bidang."

Baca Juga: Covid Hari Ini 4 Agustus 2020: Dari Kalung Anti Corona Sampai Ucapan Ngawur Influencer, Borok Penanganan Covid-19 di Indonesia Sampai Jadi Sorotan Media Asing

Artikel Terkait