Advertorial
Intisari-Online.com- Awal 2020 lalu, kejadian tragis baru saja menimpa seorang dokter cantik asal Chongqing, Tiongkok.
Dokter wanita berusia 31 tahun ini diketahui nekat mengakhiri hidup setelah mendapat pengakuan mengejutkan dari sang suami.
Awalnya, pernikahan yang sudah mereka bangun selama 6 bulan itu berjalan baik dan bahagia.
Namun di tengah jalan, sang suami mendadak meminta dokter untuk pisah ranjang.
Kejanggalan pun makin dirasakan sang dokter tatkala suaminya tetap ingin berpisah.
Akhirnya, dokter wanita itu pun menanyakan apa alasan sang suami berbuat demikian.
Melansir lamanOriental Daily, Jumat (31/1/2020), pengakuan mengejutkan pun dilontarkan sang suami saat itu.
Ternyata, selama 6 bulan menjalin biduk rumah tangga ia telah membohongi sang istri dan keluarga besarnya.
Fakta terkuak suami dokter itu ternyata memiliki orientasi seksual yang berbeda dan tak bisa mencintai istrinya secara utuh.
Dari pengakuannya, suami dokter itu menangis sambil mengaku bisa mencintai laki-laki dan juga perempuan.
Hal itu pun membuat sang istri luluh dan mau memaafkan suaminya.
Tapi tak berselang lama, dokter itu menemukan banyak pesan cinta dari laki-laki ke ponsel sang suami.
Dokter itu pun marah dan minta penjelasan hingga akhirnya terkuak fakta sebenarnya kalau sang suami adalah penyuka sesama jenis.
Fakta itu benar-benar jadi pukulan keras bagi sang dokter hingga membuatnya nekat bunuh diri.
Mengetahui sang anak mengakhiri hidupnya, orang tua dokter itu pun langsung menuntut sang menantu untuk bertanggung jawab.
Suami dokter itu dituntut atas tuduhan penipuan dan diminta untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 1,2 M.
Namun karena tak kunjung menemui titik terang, pihak pengadilan akhirnya melepaskan suami dokter itu dari tuntutan.
Mungkinkah Penyuka Sesama Jenis "Disembuhkan"?
Orientasi seksual yang menyukai sesama jenis sering dianggap sebagai sebuah penyimpangan atau penyakit.
Karenanya kaum homoseksual itu dituntut untuk "disembuhkan".
Meski sejak tahun 1973 para pakar psikiatri dan dokter di seluruh dunia sudah menyatakan homoseksual bukanlah gangguan jiwa, tetapi pandangan sebagian besar masyarakat tetap tidak berubah.
Hanya ada dua gender, yakni laki dan perempuan, serta ketertarikan seksual seharusnya dengan lawan jenis.
Dokter bedah saraf dari RS Mayapada Jakarta, dr.Roslan Yusni Hasan, mengatakan, orientasi seksual seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelaminnya, melainkan melalui otaknya.
"Sebetulnya orientasi seksual manusia itu omniseksual, artinya kepada apa saja bisa. Semua itu dipengaruhi oleh pertumbuhan otaknya sejak dalam kandungan," katanya kepada Kompas.com (27/1/16).
Oleh karena dipengaruhi oleh otak, menurutnya orientasi seksual seseorang itu tidak bisa diubah, kecuali mengubah bagian tertentu di otaknya.
Hal senada diungkapkan dokter psikiatri Andri, Sp.KJ.
"Homoseksual murni itu tidak bisa diubah. Kalau ada yang akhirnya bisa menikah dengan lawan jenis kemungkinan dia biseksual," katanya.
Dalam prakteknya sehari-hari, menurut Andri, orang dengan orientasi seksual homoseksual banyak yang depresi.
Tetapi mereka bukan depresi karena orientasi seksualnya.
"Pemicu depresinya biasanya karena mendapatkan stigma dan diskriminasi dari sekitar setelah identitasnya diketahui, bingung menempatkan diri di masyarakat, atau merasa kehilangan orang yang bisa memahami dirinya," ujar dokter dari RS Omni Alam Sutera Tangerang ini.
Memang ada kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang mengalami ego distonik atau tidak bisa menerima keadaan dirinya sehingga merasa kesepian, malu, dan depresi.
"Mereka yang ego distonik ini akan diberikan terapi perilaku agar bisa menerima diri apa adanya," kata Andri.
Tujuan dari terapi ini adalah agar mereka bisa kembali menjalankan fungsinya di masyarakat.
Ia menambahkan, karena orientasi seksual tidak bisa diubah, seharusnya masyarakat mulai mencoba menerima keadaan orang yang berbeda dengan dirinya.
"Selama kaum LGBT ini tidak menggangu atau melanggar norma di masyarakat, misalnya saja memperkosa atau melakukan pelecehan seksual. Walau tindakan itu juga bisa dilakukan orang yang heteroksual," ujarnya.
Andri mengatakan, kaum LGBT juga pada dasarnya tidak menginginkan memiliki orientasi yang berbeda.
"Mereka juga sulit berada di masyarakat dan ingin dilahirkan punya orientasi yang sama seperti orang lain," katanya.
Penerimaan diri apa adanya, menurut Andri, sangat membantu mencegah masalah psikologis yang dihadapi.
"Setelah bisa menerima diri, tunjukkan saja ke masyarakat bahwa saya bermanfaat dan tidak merugikan orang lain," sarannya.
Artikel ini pernah tayang di Hype.grid.id oleh Linda Fitria dengan judul asli"Nekat Akhiri Hidup Padahal Baru 6 Bulan Nikah, Dokter Ini Tak Terima Suaminya Punya Orientasi Seksual Beda"dandi Kompas.com dengan judul"Mungkinkah Penyuka Sesama Jenis "Disembuhkan"?"