Advertorial
Intisari-Online.com - Pandemi viruscorona (Covid-19) nyatanya benar-benar memberi dampak bagi setiap negara.
Tak terkecuali Amerika Serikat.
Kekayaan rumah tangga negara adidaya itu merosot pada kuartal I 2020, sebagai dampak dari pukulan pandemi virus corona (Covid-19) terhadap perekonomian.
Lalu dilansir dari kompas.com pada Sabtu (13/6/2020), Bank sentral Amerika Serikat the Federal Reserve menyatakan, nilai utang negara tersebut mengalami lonjakan.
Total utang domestik melonjak 11,7 persen menjadi 55,9 triliun atau sekitar Rp782.600 triliun (kurs Rp 14.000).
Jika dibandingkan dengan kuartal IV-2019, nilai utang tersebut meningkat 3,2 persen.
Dikutip dari CNBC pada Jumat (12/6/2020) lebih rinci The Fed menjelaskan, lonjakan utang terbesar terjadi pada utang swasta yang tumbuh 18,8 persen, sementara utang pemerintah federal tumbuh 14,3 persen.
Secara keseluruhan, utang pemerintah AS saat ini sebesar 26 triliun dollar AS.
Utang rumah tangga tercatat tumbuh 3,9 persen, sebagian besar dikontribusikan oleh Kredit Pemilikan Rumah (mortgage) yang tumbuh 3,2 persen, sedangkan utang konsumen tumbuh 1,6 persen.
Di saat bersamaan, jatuhnya nilai pasar saham mengikis total nilai kekayaan bersih Negeri paman Sam, yang merosot 7,4 triliun dollar AS menjadi 110,8 triliun.
Meski demikian, Wall Street telah memulih setelah sempat berada pada titik terendah pada bulan Maret.
Adapun nilai ekuitas tercatat merosot 7,8 triliun pada kuartal I-2020, dengan nilai real estate meningkat 400 miliar dollar AS.
The Fed menjelaskan, lonjakan nilai utang dan penurunan nilai kekayaan rumah tangga terjadi seiring dengan berakhirnya masa ekspansi perekonomian terpanjang sejarah Amerika Serikat.
Sebelumnya, awal pekan ini Biro Riset Ekonomi Nasional setempat menyatakan Amerika Serikat mengalami resesi pada Februari tahun ini, setelah selama 11 tahun mengalami ekspansi.
Utang Indonesia
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, total utang pemerintah hingga April 2020 mencapai Rp5.172,48 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, total utang tersebut meningkat Rp644,03 triliun atau 14,22 persen.
Sementara jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp5.192,56 triliun, total utang tersebut lebih rendah Rp 20,08 triliun.
Total utang tersebut setara dengan 31,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka tersebut masih dalam batas aman dalam Undang-undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 yang menetapkan batas maksimal rasio utang pemerintah sebesar 60 persen dari PDB.
Laporan yang tercatat dalam APBN KiTa edisi April 2020 tersebut secara lebih rinci menjabarkan, total utang tersebut terdiri atas surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4.338,44 triliun dan pinjaman sebesar Rp834,04 triliun.
Lebih detilnya, total pemerintah dalam bentu SBN yang mencapai Rp4.338,44 triliun terdiri dari SBN rupiah Rp3.112,15 triliun dan dalam bentuk valuta asing (valas) sebesar Rp 1.226,29 triliun.
Sementara untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 824,12 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp9,92 triliun.
Khusus pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral Rp 333,00 triliun, multilateral Rp448,45 triliun, commercial bank Rp42,68 triliun, sedangkan yang berasal dari suppliers nihil.
Pemerintah pun telah melakukan penarikan utang baru hingga akhir April 2020 sebesar Rp223,8 triliun, naik naik 53,7 persen dari posisi April 2019 yang sebesar Rp145,6 triliun.
Untuk realisasi pembiayaan utang per April 2020 itu setara dengan 22,2 persen dari target dalam Perpres Nomor 54 tahun 2020 yang sebesar Rp1.006,4 triliun.
Hingga akhir April 2020, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp92,82 triliun, atau tumbuh 12,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Adapun sepanjang tahun ini, pemerintah menargetkan pembayaran bunga utang sebesar Rp335,16 triliun.
(Mutia Fauzia)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Naik, Utang Amerika Serikat Tembus Rp 782.600 Triliun" dan "Hingga April 2020, Utang Pemerintah Capai Rp 5.172,48 triliun")