Advertorial
Intisari-Online.com - Sudah 5 bulan lamanya seluruh orang di dunia melawan penyebaran virus corona (Covid-19).
Namun nampaknya pandemi ini belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Salah satu alasannya, disebutkan bahwa virus corona baru, SARS-CoV-2 disebutkan telah mengalami mutasi di berbagai negara yang terjangkit.
Adanya mutasi ini semakin ramai diperbincangkan terkait keluhan atau gejala yang muncul bisa berbeda-beda pada setiap individu yang terinfeksi, dan juga semakin banyak indikasinya.
Pada awal Januari, virus ini dikabarkan dapat menginfeksi dari hewan ke manusia di Wuhan, China.
Gejala Covid-19 atau keluhan dari penyakit yang disebabkan virus ini yang paling banyak dialami pasien adalah suhu tubuh yang mengalami panas tinggi melebihi 38,5 derajat celcius, disertai batuk, pilek dan sesak napas.
Namun, seiring dengan perkembangan infeksi virus yang sudah menjangkit sekitar 123 negara hingga Mei 2020.
Keluhan yang dijumpai pada pasien positif terinfeksi Covid-19 pun semakin beragam.
Di antaranya, kehilangan kemampuan mencium bau dan mengecap rasa, panas dingin, nyeri otot, lesi keunguan di kaki sakit kepala, sakit tenggorokan, badan gemetar berulang kali disertai menggigil, kulit memerah dan gatal-gatal.
Disisi lain, para ahli juga sedang berupaya membuat vaksin corona untuk mengendalikan pandemi Covid-19 yang hingga saat ini telah menginfeksi lebih dari 5 juta penduduk di seluruh dunia, berdasarkan data terakhir pukul 09.10 WIB, Jumat (22/5/2020).
Mutasi virus dan pengembangan vaksin corona
Lantas, apakah bisa jadi pembuatan vaksin akan sia-sia jika virus corona SARS-CoV-2 ini terus bermutasi?
Menanggapi hal ini, Direktur Eijkman Institute for Moleculer Biology (LBM Eijkman) Prof Amin Soebandrio angkat bicara.
Amin menjelaskan bahwa mutasi virus Corona yang terjadi, justru akan berguna bagi para peneliti dalam melakukan pengembangan vaksin.
"Kita butuh virus itu bermutasi," kata Amin dalam diskusi daring bertajuk Riset dalam Menemukan Vaksin dan Obat Anti Covid-19 pada Jumat (15/5/2020).
Mutasi virus itu diperlukan, supaya dapat diketahui dan diklasifikasikan bahwa virus yang menginfeksi itu berasal dari wilayah mana.
Meskipun di sisi lain, kata Amin, hal itu memang akan mengubah struktur ataupun antigen dari virus tersebut.
"Makanya kita pilih yang konservatif (pembuatan vaksinnya)."
"Virus (SARS-CoV-2) yang mutasi tapi tidak mengubah asam aminonya," ujar dia.
Oleh sebab itulah, LBM Eijkman bekerjasama dengan berbagai pihak berusaha menciptakan vaksin dengan mendapatkan sekuen dari virus SARS-CoV-2 sebanyak-banyaknya yang ada di Indonesia.
Hingga saat ini sudah ada tujuh sekuen virus SARS-CoV-2 di Indonesia yang sudah dilakukan sequensing atau pemetaan genom virus.
Sementara, masih ada belasan sekuen lagi yang sedang dalam penelitian lebih lanjut sebelum dilaporkan menjadi sekuen virus SARS-CoV-2 asal Indonesia.
Hal ini dimaksudkan untuk dapat merangsang antibodi dari sebagian besar sekuen yang ada di Indonesia.
Vaksin yang menghasilkan antibodi terhadap masing-masing sekuen virus SARS-CoV-2 itulah yang nantinya akan membantu imunitas atau sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi virus yang menyerang di dalam tubuh.
"Mutasi (virus corona) itu diperlukan."
"Virus itu bisa hidup dan bisa membunuh diri sendiri (dengan imunitas tubuh yang bagus)," tuturnya.
(Ellyvon Pranita)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Virus Corona Bermutasi, Apa Gunanya Bikin Vaksin? Ini Kata Ahli")
Baca Juga: Kabar Baik Menjelang Lebaran, Gaji ke-13 PNS Lebih Besar dari THR, Segini Jumlahnya!