Advertorial
Intisari-Online.com- Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah dituduh melakukan kejahatan yang meluas di Sudan.
Termasuk pembantaian 3 Juni 2019 di mana lebih dari 120 orang dilaporkan terbunuh dan banyak orang mati dibuang di Sungai Nil.
Dilansir dariBBC, Sabtu (20/7/2019), RSF sekarang adalah kekuatan yang berkuasa di Sudan.
Mereka adalah jenis rezim baru: gabungan antara milisi etnik dan perusahaan bisnis, pasukan tentara bayaran transnasional yang telah merebut sebuah negara.
Komandan mereka adalah Jenderal Mohamed Hamdan "Hemeti" Dagolo.
RSF secara resmi dibentuk berdasarkan dekrit Presiden Omar al-Bashir pada tahun 2013.
Tetapi inti mereka yang terdiri dari 5.000 milisi telah dipersenjatai dan aktif jauh sebelum itu.
Kisah mereka dimulai pada tahun 2003, ketika pemerintah Bashir memobilisasi para gembala Arab untuk berperang melawan pemberontak kulit hitam Afrika di Darfur.
Pada 2013, pasukan paramiliter baru dibentuk di bawah Hemeti dan disebut RSF.
Kepala staf angkatan darat tidak menyukainya.
Sementara itu, Hemeti berselisih dengan mantan tuannya, Hilal - perseteruan mereka akan mewarnai Darfur selama 10 tahun.
Oleh karena itu, RSF dibuat dengan kewajiban untuk hanya bertanggung jawab kepada Tuan Bashir sendiri.
Kamp pelatihan didirikan di dekat ibukota, Khartoum. Ratusan truk pick-up Land Cruiser diimpor dan dilengkapi dengan senapan mesin.
Pasukan RSF berperang melawan pemberontak di Kordofan Selatan dan melawan pemberontak di Darfur.
Demam Emas
Persaingan Hemeti dengan Hilal meningkat ketika emas ditemukan di Jebel Amir di negara bagian Darfur Utara pada tahun 2012.
Datang tepat ketika Sudan menghadapi krisis ekonomi karena Sudan Selatan telah memisahkan diri, dengan mengambil 75% dari minyak negara itu, ini tampak seperti anugerah.
Namun anugerah itu dengan segera menjadi kutukan.
Puluhan ribu pemuda berbondong-bondong menyerbu ke sudut terpencil Darfur untuk memperebutkan emas.
Beberapa orang mendapatkan emas dan menjadi kaya namun yang lain meninggal karena tertimbun reruntuhan.
Milisi Hilal secara paksa mengambil alih daerah itu, menewaskan lebih dari 800 orang dari kelompok etnis Beni Hussein setempat.
Mereka kemudian mulai menjadi kaya dengan menambang dan menjual emas.
Pada 2017, penjualan emas menyumbang 40% dari ekspor Sudan, dan Hemeti ingin mengendalikan mereka.
Dia sudah memiliki beberapa tambang dan telah mendirikan perusahaan dagang yang dikenal sebagai al-Junaid.
Tetapi ketika Hilal menantang Bashir sekali lagi, menolak akses pemerintah ke tambang Jebel Amir, RSF Hemeti melakukan serangan balik.
Pada November 2017, pasukannya menangkap Hilal, dan RSF mengambil alih tambang emas Sudan yang paling menguntungkan.
Pada saat ini, kekuatan RSF telah tumbuh sepuluh kali lipat.
Dengan 70.000 orang dan lebih dari 10.000 truk pick-up bersenjata, RSF menjadi infanteri de facto Sudan, satu-satunya kekuatan yang mampu mengendalikan jalan-jalan ibukota, Khartoum, dan kota-kota lain.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari