Irak. Kontrak kerja meliputi berbagai aspek terkait dengan Perang Teluk Babak Kedua. Nilainya mencapai 2,5 juta dollar.
Tidak hanya berperang melawan persenjataan keras, MPRI juga melayani order kerja pemberantasan narkotika dan barang-barang haram.
Contohnya, pada tahun 2000 MPRI menandatangani kontrak senilai 4,3 juta dollar AS dari pemerintah Kolombia untuk memberantas penyelundupan dan penggunaan barang-barang terlarang di negara Amerika Latin tersebut.
Masih di tahun 2000, MPRI melakukan pelatihan terhadap 20 jenderal purnawirawan Nigeria.
Para jenderal dikumpulkan dan diberi perkuliahan sehingga bisa menjadi think tank dalam penyiapan hubungan yang baik antara institusi militer dengan masyarakat sipil dalam menghadapi isu-isu keamanan negara.
Di negara-negara Afrika lainnya, MPRI juga terlibat dalam banyak kontrak pelatihan.
Antara lain di Senegal, Malawi, Benin, Mali dan Kenya. Pendek kata, walau keberadaan anggotanya memang tidak sepopuler yang digambarkan oleh media, MPRI bekerja secara bergerilya di belakang layar.
Di tahun yang lebih awal lagi, November 1994, MPRI mendapat kontrak dari pemerintah Kroasia untuk melatih tentara negara tersebut.
Saat itu Kroasia sedang terlibat perang sipil dengan Serbia. Kroasia kemudian melancarkan Operasi Storm pada Agustus 1995. Operasi ini berhasil dengan sukses dan diakhiri dengan dilakukannya Dayton Peace Accord pada November 1995.
Jauh dari kesan angker, MPRI melakukan perekrutan anggota salah satunya adalah di sejumlah universitas yang ditunjuk.
Pusat perekrutan anggota MPRI tersebar di 217 universitas. Sementara di lingkungan militer, MPRI memiliki pusat perekrutan di 29 tempat.
Demi mendukung tugas-tugas yang membutuhkan kemampuan inteletula, anggota MPRI berasal dari berbagai latar belakang pendidikan.
Ada yang dari bidang hukum, managemen, ilmu pasti hingga insan militer. Semuanya dilatih agar menjadi tentara beyaran profesional dan siap ditugaskan di mana saja.
Source | : | dari berbagai sumber,wikipedia |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR