Advertorial

Donald Trump Makin Rukun drengan Kim Jong Un, tapi Makin Kisruh dengan Putin

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Intisari-Online.com -Setelah hubungan Korut dan Korsel makin membaik karena para petinggi kedua negara saling berkunjung dan membawa misi perdamaian, kini dunia justru makin memanas akibat perseteruan AS-Rusia.

Menjelang pertengahan tahun 2018 Presiden AS Donald Trump sebenarnya sudah tidak begitu memusuhi lagi Kim Jong Un terkait hubungan Korut-Korsel dan juga China yang makin membaik.

Apalagi Kim Jong Un tidak sesumbar lagi untuk mengebom nuklir AS dan ancaman serangan militer AS yang telah digelar di Semenanjung Korea juga sudah mereda.

Tapi ketegangan dunia yang dipicu oleh sikap Donald Trump ‘yang menginginkan perang’ kembali meletup setelah Presiden Trump mengancam akan melancarkan serangan rudal ke Suriah (Rabu/11/4/2018).

Ancaman serangan rudal ke Suriah terjadi setelah AS menuduh Rusia dan Suriah berada di balik serangan senjata kimia di kawasan Douma, Ghouta Timur (Senin/9/4/2018) yang mengakibatkan sekitar 45 orang tewas dan 500 lainnya luka-luka.

Baca juga:Benarkah Serangan Senjata Kimia di Suriah Bisa Picu Perang Dunia III?

Terkait serangan senjata kimia di Suriah yang terjadi pada tahun 2017, atas perintah Presiden Trump militer AS memang pernah melancarkan serangan 59 rudal Tomahwak ke pangkalan udara Suriah, sehingga ancaman Trump kali ini langsung ditanggapi serius oleh Rusia.

Presiden Rusia, Vladimir Putin bahkan balik mengancam akan menembak jatuh rudal dan pesawat-pesawat tempur AS yang digunakan untuk menyerang Suriah.

Sebagai sekutu dan sekaligus ‘bodyguard’ Suriah sejak Perang Dingin berlangsung, Rusia yang bahkan tidak mengakui adanya serangan senjata Kimia di Ghouta Timur memang telah menempatkan persenjataan canggihnya untuk melindungi Suriah.

Selain jet-jet tempur canggih berteknologi siluman dan rudal-rudal antipesawat S-400, Rusia juga mengirimkan tentara bayarannya (soldiers of fortune) untuk bertempur melawan pasukan pemberontak Suriah dukungan AS.

Dengan kenyataan bahwa perang saudara di Suriah sebenarnya merupakan pertempuran pasukan reguler Suriah dukungan Rusia dan sekutunya melawan pasukan pemberontak Suriah yang didukung AS dan sekutunya, sejatinya peperangan antara Rusia-AS telah berkobar.

Baca juga:Kejadian Aneh di kampung Presiden Putin, Turun Hujan Salju Berwarna Biru

Jika AS sampai menyerang Suriah (lagi) menggunakan rudal dan jet-jet tempur, lalu militer Rusia berusaha melawannya akibatnya memang makin runyam.

Pasalnya kedua negara yang sedang berseteru sejak Perang Dingin itu, sesungguhnya sedang saling menguji persenjataannya canggihnya dan korbannya adalah warga sipil Suriah.

Ironisnya negara-negara Arab yang tidak menggubris tragedi kemanusiaan di Suriah, kemudian malah tertarik terhadap hasil ‘uji coba’ persenjataan Rusia-AS dan kemudian memborongnya.

Misalnya saja pada tahun 2017 Arab Saudi telah memborong sejumlah persenjataan canggih dari Rusia senilai Rp 40,4 triliun dan salah satu persenjataan yang dibeli adalah rudal-rudal spektakuler S-400.

Baca juga:7 Kebiasaan Orang yang Tidak Pernah Sakit, Anda Bisa Mencobanya Lho!

Sedang pada Maret 2018, Arab Saudi telah mengucurkan dana sekitar 1,3 milliar dollar AS atau lebih dari Rp 13 triliun untuk membeli berbagai persenjataan canggih dari AS.

Jadi perseteruan antara Putin dan Trump sebenarnya tidak hanya membuat dunia makin tegang tapi juga makin semangat membeli persenjataan mutakhir demi menghadapi peperangan.

Artikel Terkait