Advertorial
Intisari-Online.com -Pintar bergaul, tapi pintar juga menghilangkan nyawa orang. Lembut dan romantis di satu waktu, tapi teramat bengis di waktu yang lain.
Seribu kontradiksi pada diri Very Idham Henyansyah (atau Verry Idham Henyaksyah) alias Ryan membuat banyak orang, terhenyak.
****
Ryan memang sebuah fenomena sehingga layak masuk dalam catatan sejarah kelam umat manusia.
Nama Ryan, setidaknya di Indonesia, akan dikenang sama kejam dan sama jahatnya dengan Jack the Ripper, Ted Bundy, dan kawan-kawannya, para pembunuh berantai dunia.
(Baca juga:Badut Pesta ini Berubah Menjadi Pembunuh Berantai yang Mengerikan)
Namun, mengutip psikolog Ratih Ibrahim, seperti pernah ditulis Intisari September 2008, upaya untuk memahami Ryan mestinya tidak sebatas mengenal paket lengkap Ryan saja.
Tak hanya sosoknya, masa kecilnya, kerabatnya, korban-korbannya, kita juga harus mengenali Ryan sebagai anggota kelompok masyarakat berperbuatan dan berkarakter serupa.
Pendek kata, memahami dinamika Ryan sebagai seorang psikopat atau pembunuh berantai (kalau memang ia bisa digolongkan sebagai pembunuh berantai), jauh lebih penting daripada sekadar mensyukuri hukuman mati (jika itu vonisnya) buat tukang jagal dari Desa Jatiwates, Jombang, Jawa Timur,ini.
Wanita pun bisa
Catatan kelam komunitas pembunuh berseri sudah terekam sejak sebelum tahun 1900. Konon, pada abad ke-15, orang kaya dan tersohor Prancis, Gilles de Rais sudah melakukan pelecehan seksual dan pembunuhan terhadap 100-an anak, sebagian besar anak laki-laki.
Begitupun aristokrat Hungaria, Elizabeth Bathory, yang ditangkap pada 1610 lantaran menghabisi nyawa 600 gadis muda.
Namun saat itu hukum belum terlalu ditegakkan, sehing ga para pelaku kerap lolos dari hukuman.
(Baca juga:Punya 9 Tanda Ini, Mungkin Teman Anda Seorang Psikopat, Waspadalah!)
Baru di abad ke-20, beragam modus operandi dan karakter pembunuh berantai mulai dikaji. Termasuk tentunya, kata sepakat: apa sih yang disebut pembunuhan berantai itu.
Adalah pengarang Inggris John Brody yang pertama kali menggunakan istilah "pembunuh berantai" pada 1966.
Istilah ini lantas dibakukan oleh National Institute of Justice (NIJ - Amerika Serikat) pada 1988.
“Dua atau lebih pembunuhan yang dilakukan pada kesempatan berbeda, biasanya (tidak selalu) pelakunya seorang diri. Rentang waktunya bisa dalam hitungan jam atau hitungan tahun. Bukti-bukti di lapangan menunjukkan, pembunuhan dilakukan dengan sadis.”
Begitu kira-kira definisi pembunuh berantai menurut NIJ.
Mau definisi yang lebih sempit, Steve Egger punya. Ia menyebut enam ciri yang mesti ada dalam setiap pembunuhan berantai:
(1) minimal ada dua pembunuhan
(2) pembunuh dan korbannya tidak punya kaitan persaudaraan/keakraban
(3) terjadi tidak dalam waktu bersamaan
(4) lokasi pembunuhan tidak sama
(5) ada kesamaan tertentu yang memper satukan para korban
(6) alasan membunuh bukan harta benda, tapi penghargaan diri atau fantasi.
Tak identik dengan perilaku seks
Data lain yang dikumpulkan Hickey (1997) menunjukkan, umur rata-rata si pelaku saat melakukan pembunuhan pertama adalah 27,5 tahun.
Sementara penelitian lain menemukan cuma 5% pembunuhan dilakukan perempuan. Sebaliknya, korban terbanyak justru wanita, sisanya anak-anak dan pekerja seks komersial.
Belum ditemukan penelitian yang secara langsung menghubungkan perilaku seks tertentu (homoseksual misalnya) dengan para pembunuh berantai.
Meski dalam sejumlah kasus pembunuhan berantai, ada juga pelakunya yang terbukti seorang homoseksual.
Berikut 10 karakter pembunuh berantai, disusun oleh Robert Ressler/John Douglas (FBI) dan cendekia Prof. Ralph D'Agostino/Ann W. Burgess:
1. Kebanyakan laki-laki bujangan berkulit putih.
2. Pintar, dengan IQ di atas rata-rata.
3. Meski pandai, sekolahnya amburadul atau bermasalah di kantor.
(Baca juga:Pantas Banyak yang Tumbuh Cerdas, Ini Rahasia Sistem Pendidikan di China yang Bisa Kita Tiru!)
4. Berasal dari keluarga broken home.
5. Berasal dari keluarga yang memiliki catatan kriminal, masalah kejiwaan, atau alkoholik.
6. Mengalami pelecehan saat kecil, baik secara psikologis, fisik, maupun seksual.
7. Karena berasal dari keluarga broken home, mereka lebih banyak dibesarkan oleh ibu. Sehingga dalam berhubungan di masyarakat, mereka cenderung sulit berkomunikasi dengan pria, sebaliknya lebih dekat dengan wanita.
8. Sejak kecil sudah menampakkan tanda-tanda problem kejiwaan.
9. Kerap berusaha bunuh diri.
10. Cenderung menyukai hubungan seks yang menyimpang dan pornografi.
Jadi, apa pun julukan yang kita berikan untuk Ryan, yang lebih penting barangkali, bagaimana kita belajar lebih waspada dan lebih memahami beragam karakter manusia, yang kadang sulit dimengerti.
Tanpa harus menadi paranoid, tentunya.
(Baca juga:(Foto) Suami Istri Ini Bangun Museum Kelinci, Alasannya Sungguh Romantis)