Advertorial
Intisari-Online.com – Mengapa di era’90-an dunia perfilman Indonesia dipenuhi oleh film-film ‘panas’ dengan adegan ‘syur’ di dalamnya?
Benarkah pemerintah melalui Badan Sensor Film ‘melegalkannya’?
Lalu bagaimana pula tanggapan dari para produser dan, tentu saja, para pemeran wanitanya.
Simak kisahnya melalui artikel berjudul “Film-Film Nasional Kian "Panas": "Berilah Kami Kesempatan Bernapas"”yang pernah terbit di Tabloid Nova No. 309/VI yang terbit pada 23 Januari1994 berikut ini.
(Baca juga: Tubuh yang Membusuk dari Dalam, Inilah 5 Konsekuensi Mengerikan Penggunaan Radium Abad ke-20)
--
Coba tengok beberapa film nasional yang kini tengah beredar.
Semuanya penuh dengan bumbu adegan ranjang plus penampilan cewek-cewek dengan pakaian minim.
Sejumlah kritik pun dilontarkan. "Ini kesempatan bagi kami untuk bernapas. Jadi jangan keburu dijegal," ujar seorang produser.
(Baca juga: Kesal Di-bully Mempunyai Wajah Seperti Penyihir, Wanita Ini Putuskan Operasi dan Begini Hasilnya)
“Hot! Sexy! Sensual! Seductive! 2 bom sex dalam satu film yang dipersembahkan untuk wanita agar tahu kenapa banyak pria memiliki WIL (wanita idaman lain)."
Demikian bunyi iklan film Gairah Yang Nakal (GYN) kini dimuat di beberapa koran.
Tulisan itu didukung gambar-gambar percintaan yang menampilkan wanita berpakaian minim.
Film yang beredar di penghujung tahun lalu itu masih diputar sampai kini di sejumlah bioskop besar.
(Baca juga: 10 Cairan Paling Mahal di Dunia Harganya hingga Ratusan Miliar, di Antaranya Ternyata Sering Kita Gunakan!)
Ceritanya berkisar pada penyelewengan seorang direktur muda (diperankan Reynaldi) dengan seorang karyawati (Kiki Fatmala) karena istrinya (Inneke Koesherawati) sangat "dingin", meski cantik dan seksi.
Iklan GNY bukan bualan. Filmnya memang benar penuh adegan-adegan percintaan yang hot.
Ada yang dilakukan di ruang kerja, ranjang, kolam renang, bahkan ruang tamu, secara berulang-ulang.
Dua aktris utamanya, Kiki dan Inneke, begitu berani tampil dengan busana serba minim dan gaya yang merangsang.
Inneke bahkan sempat mempertontonkan seluruh tubuhnya, tanpa busana, dalam adegan mandi.
Cuma saja gambarnya samar karena diambil dari balik kaca tebal.
Berbarengan dengan beredarnya GYN, film Warkop Dono-Kasino-Indro berjudul Bagi-bagi Dong beredar dan langsung disambut kritik oleh beberapa kalangan karena banyaknya adegan yang menyuguhkan kaum wanita berbusana ala kadarnya.
Kebetulan, Kiki dan Inneke juga bermain dalam film itu.
Dan kalau diurut ke belakang, tak lama sebelum dua film itu muncul, sudah ada beberapa judul film yang menjual adegan panas.
Sebut saja Gadis Metropolis yang dibintangi Sally Marcellina dan Inneke Koesherawaty, serta Selir Seriti I dan Selir Seriti 2 yang menampilkan Lela Anggraini (26) dan Gitty Srinita.
Deretan film panas ini masih bakal tambah panjang. Sebab, ada beberapa film sejenis kini sedang dalam proses produksi.
Antara lain, Lembaran Biru (LB) yang bertutur tentang seorang gigolo dengan Inneke Koesherawati dan Ayu Azhari sebagai bintang.
Lalu ada Perempuan di Persimpangan Jalan (PPJ), Selir Seriti 3 (SS 3), dan Misteri Permainan Terlarang (MPT).
Masing-masing memajang tubuh Ayu Yohana (27), Lela, dan Gitty. Inikah wajah perfilman nasional masa kini?
Malah Malu Sendiri
Madhu Mahtani, produser film PPJ tampak berusaha menghindar ketika hendak diminta komentarnya mengenai maraknya produksi film panas.
Lain halnya Ferry Angriawan, pemilik PT Virgo Putra Film yang membuat serial SS dan LB.
"Sungguh, sebenarnya saya malu dan sedih membuat film seperti ini. Saya sendiri sampai enggan menontonnya," aku mantan suami aktris Meriam Bellina ini.
Tapi, tutur Ferry terus terang, "Tidak ada jalan lain, ketimbang nggak produksi sama sekali dan membuat kondisi perfilman nasional makin buruk."
Selain itu, Ferry yakin tak bakal bisa bersaing dengan sinetron di teve bila membuat film dengan tema macam komedi atau drama biasa.
Pendapat Ferry dibenarkan Norman Benny, Sutradara Ranjang Yang Ternoda, salah satu film panas.
La menyatakan, "Salah satu upaya untuk menarik para penonton kembali berduyun-duyun ke bioskop adalah dengan mengikuti selera mereka. Caranya, membuat film yang dibumbui adegan panas."
Tambahan pula, timpal Ferry, "Membuat film seperti ini tidak menimbulkan kesan spekulatif karena modalnya relatif lebih kecil, sekitar Rp200 juta, tapi pemasukannya bisa mencapai Rp275 juta. Jauh sekali dibanding waktu kami membuat film berbobot macam Selembut Wajah Anggun."
Pilihan sikap seperti ini seolah mendapat angin mengingat iklim sensor saat ini, seperti dikatakan seorang aktor beken, "Terkesan lebih lunak."
Pihak berwenang (Badan Sensor Film), lanjut aktor tersebut, "Tampaknya mulai longgar dalam membabat adegan seks." Ini pun diakui Norman.
Bahkan, ujar Norman, "Batasan dalam pemberian judul yang dinilai panas juga mulai kendor. Contohnya, Gairah Yang Nakal. Dulu, kalau judul macam itu pasti sudah disuruh mengganti."
Paduan kiat sukses, seperti yang diajukan Ferry dan Norman, dan dukungan "angin keterbukaan", memang terbukti berhasil menggenjot kembali angka penonton film nasional.
Gadis Metropolis boleh dibilang pelopornya.
Film ini sukses besar dan kemudian dianggap sebagian pihak sebagai acuan para produser untuk membuat film yang laku.
Karena itulah, Ferry mengimbau agar film-film seperti ini tidak cepat-cepat "dijegal" agar bisa meramaikan bioskop.
"Beri dulu kesempatan kami untuk bernapas. Hanya itulah caranya, agar kondisi perfilman tidak lebih buruk," tandasnya berulang-ulang.
Kalau dipaksa membuat film berbobot? "Banyak perusahaan film gulung tikar karena terlalu berani spekulasi," sahutnya tegas.
"Ton," timpal Norman Benny, "Adegan yang dianggap panas oleh orang kita, masih tidak ada apa-apanya dibanding film Barat."
Dalam Batas Kewajaran
Ramainya film panas mau tak mau mendorong pula munculnya sejumlah bom seks baru.
Anehnya, para aktris ini terkesan biasa-biasa saja dalam menanggapi penampilan dirinya yang begitu berani.
"Sejak diajak Warkop main dalam Giliran Saya Mana, saya sudah diharuskan memamerkan paha," ujar Lela Anggraini, pemeran utama serial SS dan MPT.
Selanjutnya, dari 20 film yang diperankan Lela, "Cuma satu yang tidak ada permintaan memainkan adegan panasnya. Jadi, saya anggap buka-buka itu bukan hal aneh. Yang penting masih dalam batas kewajaran."
Batas kewajaran itu, menurut Lela, adalah "Yang memperlihatkan bagian sekitar dada dan paha. Lebih dari itu, saya menuntut disediakan pemeran pengganti."
Ayu Yohana juga berujar senada. "Semua film yang saya lakoni sejak tahun 1983 semuanya menuntut saya memamerkan badan. Dari Montir-Montir Cantik sampai Perempuan di Atas Roda. Cuma Menerjang Prahara di Komodo saja yang tak ada adegan hotnya," ungkap Ayu.
Dalam soal keberanian, Ayu bahkan mengalahkan Lela.
Buktinya, "Saya nggak pernah mau pakai pemeran pengganti. Biarpun harus mencopot semua pakaian," ujarnya dengan mimik serius.
Memang, baik Lela maupun Ayu mengaku jengah saat pertama kali memainkan adegan hot.
"Saya sampai terkaget-kaget, kok begitu ya kalau mau main film," kenang Lela.
Tapi setelah mereka dapat nasihat dari sutradara, "Saya pun tak keberatan melakukannya, termasuk dalam film-film selanjutnya," ujar Ayu dan Lela senada.
Apa sih yang dinasihatkan sang sutradara?
"Dia bilang, penonton Indonesia cuma mau nonton film yang ada adegan panasnya. Karena itu, saya juga harus berani kalau ingin maju," tutur Ayu.
Nasihat serupa didapat Lela. "Waktu itu, saya disarankan untuk mau dan bisa melakukan apa saja yang tertulis dalam skenario, kalau ingin sukses jadi artis."
Mesra di Atas Genteng Bagaimana pula komentar Inneke yang masih duduk di bangku kelas III SMA dan Gitty yang masih berstatus mahasiswi?
"Lho, semua busana seksi yang saya kenakan di film adalah tuntutan skenario kok," ujar Gitty.
Lagi pula, lanjut Gitty, "Untuk urusan adegan ranjang atau ciuman, saya pasti dapat pemeran pengganti."
Tapi bukankah penonton tetap menganggap Gitty yang melakukannya?
"Terserah aja. Yang penting itu bukan saya," sahutnya cuek.
Inneke juga sekalem Gitty dalam mengomentari peran-perannya.
Menurutnya, adegan panas yang ia lakoni dalam film, banyak didukung trik kamera.
"Lagi pula, semua adegan yang saya mainkan masih wajar-wajar saja. Kalau cuma sebatas ciuman, semua bintang film pasti pernah melakukannya," tutur Inneke.
Inneke mengaku baru akan menolak, bila tuntutan skenario sudah tak wajar alias mengada-ada.
"Misalnya saja, saya disuruh beradegan mesra di atas genteng. Atau, tiba-tiba harus buka baju tanpa alasan," tuturnya seraya mengembangkan senyum manisnya.
Yang khawatir justru ibunya, Ny. Lenny Herry.
Bosan Buka-bukaan
Kekhawatiran ibu Inneke sangat beralasan. Selain merasa jengah sendiri saat menyaksikannya, adegan itu juga berdampak negatif lain yang bisa membuat merah-padam daun telinga.
Yakni hantaman gosip. Misalnya saja, Inneke diisukan bisa "dibawa", Lela bisa dibooking, Ayu bisa "dipesan", dan sebagainya. Toh dengan enteng Inneke berujar, "Kalau nggak ada gosip, hidup ini kurang wama."
Ayu Yohana dan Lela yang juga sudah kenyang digerogoti gosip, tampak tak terlalu peduli.
"Saya nggak mau mikirin omongan orang. Soalnya, saya senang main film. Itu sudah cita-cita sejak kecil. Dan dengan main film, saya jadi tak pernah merasa kesepian," ujar Ayu yang pernah menikah, namun cuma bertahan 5 tahun.
Sebenarnya, lanjut Ayu, "Saya sudah berulang kali bilang sama produser dan sutradara bahwa saya sudah bosen buka baju terus-terusan.
Saya minta peran lain yang lebih serius dan tidak berakibat timbulnya gosip."
Apa jawaban yang didapat Ayu?
"Mereka cuma tertawa. Ya, sudah. Mungkin ini memang sudah garis peran saya."
Nasib serupa Ayu juga dialami Lela.
Permintaannya untuk mendapatkan peran yang lebih berkarakter tak kunjung dipenuhi produser dan sutradara.
"Kata produser, wajah saya sensual dan menarik bagi pria dewasa. Jadi peran yang layak buat saya cuma peran-peran hot."
Aneh, memang. Di satu sisi, mereka disarankan berani berbuka-buka jika ingin maju.
Tapi gara-gara keberanian itu pula, niat si artis untuk maju malah terhambat. (Anne, Sari, Maman)
Artikel ini pernah terbit di Tabloid Nova No. 309/VI yang terbit pada 23 Januari1994 dengan judul Film-Film Nasional Kian "Panas": "Berilah Kami Kesempatan Bernapas"
(Baca juga: Presiden Rusia Tak Bisa Berhenti Tertawa Saat Nama Indonesia Disebut, Rupanya karena Hal Ini)