Advertorial

Hebat, Meski Kulit Tubuhnya Mudah Sobek, Wanita Ini Tetap Bekerja, Bahkan Bisa Keliling Dunia

Ade Sulaeman

Editor

Seorang wanita di Amerika Serikat harus membungkus kedua tangannya seperti mumi setiap hari. Pasalnya, tangan wanita itu mudah melepuh sehingga jari-jarinya menempel.
Seorang wanita di Amerika Serikat harus membungkus kedua tangannya seperti mumi setiap hari. Pasalnya, tangan wanita itu mudah melepuh sehingga jari-jarinya menempel.

Intisari-Online.com – Ini adalah kisah Rachel Nasuti dari Sterling Heights, Michigan, Amerika Serikat.

Wanita berusia 27 tahun itu menderita penyakit langka. Kulitnya mudah sobek bila disentuh terlalu kencang.

Meskipun demikian, Rachel mampu menghadapi keanehan itu, hidup mandiri, bekerja sebagai supir, bahkan keliling dunia.

Bisa dikatakan wanita itu mampu beradaptasi dengan penyakitnya yang disebut Epidermolysis Bullosa (EB).

(Baca juga: Demi bertahan Hidup, Bus Malam Lebih Mewah Dari Pesawat, Kemewahan Kabinnya Bikin Takjub!)

Kondisi langka berarti bahwa setiap beraktivitas harian seperti membawa kantung belanjaan, kulitnya akan melepuh. Setelah itu kulitnya akan sobek sehingga jari-jarinya jadi melengket.

Untuk melindungi kulitnya dari infeksi dan kerusakan lebih lanjut, setiap hari seorang perawat akan membungkus kedua tangan Rachel dengan perban bagaikan mumi.

Untuk mengambil sebuah barang, ia harus menggunakan kedua tangannya. Semua tuas pintu di rumahnya juga diganti dengan bentuk tombol.

Ia bahkan memodifikasi mobilnya dengan satu kontrol di tangan pada setir. Ia juga memasang kalung kunci di tangkai pintu mobilnya.

Dengan perubahan benda di sekelilingnya, Rachel mampu bekerja sebagai seorang supir medis dengan perjanjian. Ia sudah traveling ke Inggris, Prancis, Spanyol, Afrika, dan tujuh negara bagian AS.

Anehnya, meskipun kulitnya rapuh, Rachel punya 14 tato di punggungnya. Ia bahkan melakukan kegiatan berbahaya seperti seluncur ombak dan naik banteng mekanik.

“EB tidak menghentikanku dari segala hal yang aku ingin lakukan. Jika aku ingin melakukan sesuatu, aku cari sebuah cara untuk beradaptasi,” tegas Rachel.

Ia menambahkan, semua orang punya tujuan yang ingin dicapai. Seharunya, tidak seorangpun merasa dibatasi oleh suatu kondisi kesehatan.

(Baca juga: Kecanduan Seks dari Kecil Membuat Wanita Ini Hampir Bunuh Diri, Lalu Sebuah Jalan Mengubah Segalanya)

Itu sebabnya ia memodifikasi apartemen dan mobilnya. Dengan demikian ia bisa hidup mandiri dan menyetir mobil sendiri.

Ia juga harus menggunakan perban tambahan untuk melindungi kulitnya. Jika tidak, ia tidak bisa melakukan setengah pekerjaan yang ia kerjakan.

“Aku senang traveling. Aku tidak peduli hal itu akan makan waktuku sepuluh kali lebih lama untuk melalui pemeriksaan di bandara. Aku ingin melihat dunia,” kata Rachel, seperti dikutip dari situs Storytrender.

Ia senang melakukan banyak yang disebutnya bodoh karena ia sembrono. Namun, ia senang melakukannya.

“Aku suka seni dan itu sebabnya mengapa aku punya banyak tato. Ketahananku pada rasa sakit menjadi begitu tinggi sehingga tato-tato itu tidak terasa sakit,” aku Rachel.

Rachel tidak senang ketika orang-orang di komunitas EB menunjuk kondisi mereka sebagai ‘penyakit terburuk’, karena penyakit itu tidak menghalangi dirinya.

Meskipun demikian, di depan umum ia sering mendapat padangan dari orang asing. Mungkin mereka penasaran mengapa kulitnya melepuh begitu banyak.

Ia mendengar orang-orang mencoba menebak apa yang terjadi pada dirinya. Seringkali ia disangka korban terbakar dan ia menghadapi orang yang kebingungan itu.

Ia bilang, dirinya tidak menderita dalam kesendirian. Ia memastikan ia mengatakan sesuatu.

“Ketika aku mendengar orang-orang menebak apa yang terjadi padaku, aku akan menengok ke orang itu dan mengatakan bahwa aku terlahir dengan kelainan kulit,” cerita Rachel.

Ketika orang-orang memandang dirinya dengan aneh saat ia sedang berjalan, ia akan menengok ke orang itu dan menyapanya.

Menurut Dystrophic Epidermolysis Bullosa Association, genetika yang berhubungan dengan kelainan jaringan terjadi pada satu dari setiap 20.000 kelahiran.

Merawat luka adalah perawatan utama yang harus dilakukan pada saat itu. Begitu menurut Dr. Lara Wine Lee dari Universitas Kedokteran di Carolina Selatan.

Dermatologis itu mengatakan, tidak ada obat untuk EB, namun ada suatu rangkaian penanganan perawatan yang bisa dilakukan.

Ia menambahkan, ada banyak penelitian yang tengah dilakukan dan dokter-dokter bekerja melakukan percobaan klinis.

Disebutkan, penelitian itu sudah hampir selesai untuk menemukan lebih banyak perawatan dan produk yang akan meningkatkan penyembuhan lukanya.

“EB dapat mempersingkat usia hidup dan mengurangi kualitas hidup dalam berbagai kemungkinan. EB dapat menyebabkan rasa sakit dan masalah saat bergerak, terutama saat makan,” kata Dr. Lara Wine Lee.

Itu sebabnya, sangat sulit bagi penyandang EB untuk mandiri. Mereka biasanya butuh banyak bantuan dalam membalut luka dan makan.

(Baca juga: (Foto) Ada Pesan Mengharukan dari Sang Ibu di Balik Foto-foto 'Menyeramkan' Putra Kecilnya Ini)

Artikel Terkait