Advertorial

Suku Kanibal Papua Ini Sering Konsumsi Otak Manusia Sebagai Makananya, Ternyata Kebiasaan Sadis Itu Membawa Dampak Mengerikan Bagi Tubuh Mereka

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Setelah ritual makan otak manusia dilarang di Papua Nugini pada 1950-an, penyakit itu pun kemudian mulai menghilang.
Setelah ritual makan otak manusia dilarang di Papua Nugini pada 1950-an, penyakit itu pun kemudian mulai menghilang.

Intisari-online.com - Kebiasaan suku di Papua Nugini yang gemar memakan otak manusia ternyata bak pisau bermata dua.

Menurut investigasi yang telah dilakukan, dengan memakan otak maka mereka, suku Fore, rentan terserang penyakit sapi gila.

Namun disamping itu, mereka juga menjadi kebal terhadap beberapa penyakit lainnya.

Penyakit sapi gila ini pertama kali dikenal di dunia yang lebih luas setelah seorang petugas medis distrik yang bekerja di Nugini memperhatikan bahwa beberapa orang dari suku Fore, yang tinggal di dataran tinggi Papua Nugini, terserang penyakit mematikan.

Baca Juga: Prostitusi Anak di Kalibata City Terungkap, Polisi Beberkan Peran Tersangka: Cekoki Miras Sampai Siksa Korban!

Para korban akan kehilangan kemampuan berjalan, menelan dan mengunyah.

Pada gilirannya, ini menyebabkan penurunan berat badan dan kematian.

Pada puncaknya, penyakit ini menyebabkan kematian sekitar 2 persen dari suku per tahun.

Suku Fore melakukan ritual pemakaman yang termasuk pesta-pesta mayat di mana para pria memakan daging dari sanak keluarga mereka yang sudah meninggal sementara para wanita memakan otak mereka.

Baca Juga: Berjanji Dengan Istrinya Untuk Tidak Pernah Terbang Bersama, Kesaksian Air Traffic Controller Ini Ungkap Detik-Detik Terakhir Jatuhnya Helikopter yang Renggut Nyawa Kobe Bryant

Namun mereka tidak tahu betapa bahaya itu, karena molekul mematikan hidup di otak manusia yang menyebabkan kematian jika dimakan.

Sedangkan ritual itu dijalankan dengan maksud sebagai tanda hormat untuk orang yang mereka cintai.

Setelah ritual makan otak manusia dilarang di Papua Nugini pada 1950-an, penyakit itu pun kemudian mulai menghilang.

Namun, para ilmuwan yang menyelidiki suku itu kini telah menemukan bahwa kebiasaan makan otak suku Fore telah menghasilkan perkembangan resistensi genetik terhadap penyakit.

“Ini adalah contoh yang mencolok dari evolusi Darwin pada manusia," ucap John Collinge dari unit prion Institute of Neurology di University College London.

Epidemi penyakit yang memilih perubahan genetik tunggal justru akan memberi perlindungan lengkap terhadap demensia.

Baca Juga: Sedang Dilanda Virus Penyakit Mematikan, Lawan Melalui Imunitas Tubuh dengan 10 Makanan Super Ini

Collinge menambahkan bahwa timnya kini melakukan penyelidikan lebih lanjut karena penemuan itu dapat membantu para ilmuwan untuk mengobati berbagai macam penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson.

Jalan ke depan dengan penelitian ini adalah untuk memahami struktur molekul prion yang menyebabkan penyakit ini dan proses yang terlibat. (Muflika Nur Fuaddah)

Suku Kanibal Terakhir di Papua

Selain Fore, salah satu suku bangsa di Papua adalah suku bangsa Korowai, yang tinggal di wilayah Papua Barat selama 10.000 tahun.

Dilansir dari thesun.co.uk, jurnalis dan fotografer Italia, Gianlunca Chiodini telah menembus hutan liar Papua untuk bertemu dengan suku misterius ini.

"Aku benar-benar ingin mengunjungi salah satu suku bangsa asli dan paling terisolasi di dunia.

"Suku Korowai hidup di jantung hutan hujan Papua, mereka belum terekspos kepada media, sehingga tradisi berumur ribuan tahun mereka masih terjaga."

Baca Juga: Wahai Para Pria, Ini Usia Terbaik untuk Punya Anak, Fakta-fakta Ini Jelaskan Alasannya

Chiodini kemudian mendokumentasikan foto-foto suku Korowai saat dia berkunjung di sana.

Foto tersebut menunjukkan warga suku Korowai berpesta memakan serangga hidup; memperbaiki rumah mereka dengan tangkai-tangkai panjang; dan pemanah yang berburu untuk makan malam seluruh suku.

Karena masih terisolasi, suku Korowai tidak memiliki akses kepada pengobatan modern dan menyembuhkan diri dengan tanaman-tanaman dan ilmu sihir.

Umumnya, harapan hidup anggota suku adalah di bawah umur 50 tahun.

Karena keterbatasan ilmu, suku Korowai percaya kematian berhubungan dengan setan 'Khakhua' yang mengambil nyawa manusia.

'Khakhua' menurut kepercayaan mereka, menyamarkan diri sebagai teman atau anggota keluarga untuk mendapat kepercayaan dari suku Korowai.

Baca Juga: 6 Makanan Ini yang Terbaik Dikonsumsi Penderita Kanker Hati, Salah Satunya Daging Kurus

Setelah mereka lengah, 'Khakhua' dapat membunuh mereka.

Dari kepercayaan tersebut, mereka merasa perlu melindungi anggota suku dari siapapun yang mereka anggap sebagai 'Khakhua'.

Untuk melindunginya, mereka melakukan ritual kanibalisme kepada siapapun yang mereka anggap 'Khakhua'.

Setelah menangkap setan tersebut, suku Korowai akan membunuh korban 'Khakhua' dan memakan dagingnya.

Artikel Terkait