Advertorial

Bukan "Mistik", Kesurupan Bisa Dijelaskan Secara Ilmiah

T. Tjahjo Widyasmoro

Editor

Smart And Inspiring - Intisari Online
Smart And Inspiring - Intisari Online

Dalam pertunjukan kesenian tradisional di Bali, terkadang kita menyaksikan sebuah tarian yang melibatkan pertunjukan magis.

Sebuah pertunjukan dengan melibatkan senjata tajam. Si penari menghujamkan kerisnya ke tubuh lawan, tapi tidak terjadi luka apapun.

Bahkan hasilnya, keris itu malah bengkok. Tidak berhasil menembus kulit sama sekali.

Tentu saja pertunjukan semacam ini menimbulkan kengerian tersendiri di kalangan penonton.

Timbul pertanyaan di benak penonton: bagaimana bisa sebuah benda tajam tidak melukai kulit sama sekali?

Bahkan pertunjukan itu memasuki klimks ketika para pemain akhirnya sama-sama jatuh tidak sadarkan diri.

Mereka baru siuman setelah "sutradara" sendratari itu memberi percikan tirta sambil komat-kamit melantunkan mantera.

Rasa takut campur ngeri penonton dalam sekejap sirna, malah suara tepuk tangan serentak membahana.

Pertunjukan tektekan lakon Calonarang di Karambitan, Tabanan, Bali, usai tanpa pertumpahan darah.

Cuma keris-keris bengkok dan rasa heran yang tersisa.

Bisa ditebak, yang mereka herankan dari pertunjukan seperti itu pasti soal kebalnya si penari dari tikaman keris tajam.

Ternyata rasa kebal itu muncul menyusul keadaan trance (kesurupan) yang dialami penari. Kesurupan itu sendiri seakan tak terpisahkan dengan

kebanyakan tari atau dramatari yang sebenarnya bukan cuma di Bali.

Ada daerah lain yang keseniannya juga mempertontonkan atraksi yang dimainkan oleh pemain atau penari yang sedang kesurupan.

Sebut saja debus di Banten, Aceh, Sumut, dan Sumbar. Atau kuda kepangyang di Banyumas disebut jaran ebleg, di Boyolali populer dengan nama jlantur, di Jabar terkenal dengan julukan kuda lumping, dan di Jatim punya nama panggilan jaran dor.

Ada sejak bayi

Pertunjukan seram di kedua bentuk kesenian daerah itu masih berkisar pada adu kuat antara tubuh manusia dengan benda tajam.

Pada debus umpamanya, orang pastilah merinding saat menonton pemain menyayat lidah, mandi air mendidih, berguling di atas duri, dipukul dengan gada, memanjat tangga golok tajam, atau menginjak pecahan kaca.

Sedangkan pada kuda kepang, pemain mempertontonkan "kesaktiannya" dengan mengunyah atau menelan kaca bola lampu, makan pisau silet, atau dipecut dengan keras.

Semua pemain adegan seram itu saat beratraksi selalu dalam keadaan kesurupan, yang oleh sebagian orang diartikan sebagai "kemasukan setan".

Hubungan antara trance yang dialami pemain dengan kemampuannya yang di luar ukuran orang normal ini ternyata bisa diterangkan secarailmiah.

Dr. Luh Ketut Suryani, psikolog dari Universitas Udayana, Bali, menyatakan, trance pada galibnya suatu perubahan keadaan kesadaran manusia yang meliputi perubahan kognisi, persepsi, dan sensasi.

Dengan perubahan itu, seseorang akan memiliki kemampuan di luar kebiasaan manusia normal.

Pada prinsipnya semua manusia memiliki bibit untuk bisa mengalami trance. Contoh paling mendasar, bayi tiba-tiba tertawa atau menangis.

Menurut Suryani, fenomena ini muncul karena adanya indera keenam yang memungkinkan dia memiliki kemampuan trance.

Dengan kemampuan itu, dia bisa mengirim perasaan ke ibunya yang jauh dari tempatnya.

Inilah kemampuan lebih yang dimilikinya.

Pada umur sekitar 10 tahun logika mulai masuk. Sejak itu kehidupan sehari-hari cenderung mengajarkan penggunaan logika. Penggunaan insting mulai ditinggalkan.

Dengan sendirinya insting yang sebenarnya adalah kemampuan trance itu, lama-kelamaan menjadi tumpul karena tak pernah digunakan.

Padahal, "Kalau bibit kemampuan trance itu terus ditumbuhkan, diajari meditasi sejak kecil, sementara logika tetap dijalankan, mungkin kita akan menjadi manusia yang seimbang," ujarnya.

Trance bikin kebal

Dalam hal kekebalan pada atraksi tarian di Bali, debus atau kuda lumping, menurut Suryani terjadi semata-mata akibat kemampuan trance tadi.

Bukan karena mistik atau gaib. Seseorang yang berhasil memasuki alam trance akan memiliki kemampuan linuwih (lebih).

Sebabnya itu tadi. Segala sensasi yang diatur oleh mekanisme saraf-saraf tubuh sudah berubah.

"Sehingga trance mampu membentuk saraf-saraf tubuh menjadi kebal," ujarnya.

Bara api yang diinjak tak lagi dirasakan panas. Keris yang ditikamkan ke perut tak sedikit pun menimbulkan rasa sakit, bahkan tak menampakkan bekas luka.

Itu pula sebabnya ada orang dikubur hidup-hidup tidak mati. Dia telah membuat kebutuhan O2 itu seminimal mungkin, semua saraf tubuh telah berubah menyesuaikan diri dengan kondisi baru.

"Dulu banyak orang menganggap semua itu mistik, abstrak, tapi sebenarnya bukan. Semua itu bisa diterangkan dalam ilmu kedokteran dan ini sudah dibuktikan," ujar wanita Indonesia peraih pertama gelar doktor psikiatri itu.

Malah katanya, ilmu semacam itu sekarang sedang laku dipelajari orangBarat.

Ada beberapa cara yang memungkinkan seseorang mencapai trance.

Antara lain lewat meditasi, hipnotisme, obat-obatan, pemusatan pikiran pada sepenggal pengalaman, yang bisa pula berbarengan dengan situasi yang monoton, rangsangan berirama, keletihan fisik, ketegangan atau pengharapan emosional.

Pada sendratari Calonarang tadi umpamanya, trance terjadi karena adanya kekuatan hipnotis (oleh diri sendiri atau orang lain), dan dipicu oleh iringan tetabuhan yang monoton.

Menurut Suryani, seseorang yang sedang trance sadar betul dan tahu sekelilingnya, hanya saja dia kurang bisa mengontrol diri.

Anggapan para pakar Barat yang menyatakan seseorang yang trance tidak sadar, salah sama sekali.

Kesimpulan itu bukannya tanpa dasar. Psikiater ini telah melakukan observasi menyangkut terjadinya kesurupan sejak tahun 1971.

Selama itu dia mewawancarai banyak penari Bali dan mengamati perubahan fisik secara mendalam.

Alhasil, sebagian besar penari Bali ternyata dalam keadaan france saat beraksi.

Dalam alam kesurupan, perasaan si penjoget menjadi seperti "mengambang". Dia sadar kondisinya, mendengar dan melihat orang-orang sekelilingnya, tapi tidak ada perhatian.

Konsentrasinya hanya terpaku pada instruksi-instruksi tari yang dibawakannya. Dia seperti menghipnotis diri dan setiap gerakan sepertinya ada yang menggerakkan secara otomatis.

Realitas ini menurut Suryani, berbeda dengan yang dialami oleh orang-orang Barat yang belajar menari di Bali.

Mereka tak memiliki perasaan semacam itu. Usai pergelaran cuma perasaan senang dan puas semu yang mereka rasakan. Tapi kalau penari Bali puasnya tak terlukiskan.

Bahkan, dalam tarian keagamaan di pura, kepuasan itu berwujud ketenangan batin yang masih berlangsung sampai tiga hari.

Suryani memperkirakan penabuh gamelan Bali yang mengiringi suatu tarian atau sendratari melakukan hipnoterapi (terapi untuk membuatseseorang kesurupan) pada si penari.

Perangkat gamelan mereka jadikan salah satu media untuk mengekspresikannya.

Bisa jadi, ini pula yang terjadi pada pertunjukan debus atau kuda lumping.

Pertunjukan debus yang dipimpin seorang syeh juga disertai alunan alert musik sederhana untuk mengiringi para pezikir yang selalu menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan.

Demikian pula pada kuda lumping yang diiringi seperangkat tetabuhan dan disertai seorang "dukun" sebagai penanggung jawab atas keselamatan pemain.

Irama musik pengiring kedua bentuk kesenian ini sama-sama monoton "Jadi apa diarahkan terhadap seseorang pada dasarnya mampu menjadikan kesurupan," ungkap Suryani.

Selain untuk keperluan dunia seni, trance ternyata banyak pula manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kemampuan itu, seseorang mampu mempergunakan indera keenamnya dengan sempurna, sehingga dia bisa membaca maksud orang lain tanpa harus mengatakannya.

Bahkan, tak sedikit yang tahu suatu peristiwa yang bakal terjadi.

Dengan trance, katanya, seseorang juga bisa mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara singkat dengan hasil maksimal.

Lewat trance seseorang mampu membaca pikiran guru sebelum guru itu menerangkan: "Seandainya kaum intelektual di Indonesia ini mau memahami dunia trance, lalu mengkaji secara ilmiah dan menggabungkannya dengan dunia logika, mungkin kehidupan ini akan bertambah bagus," harapnya.

Artikel Terkait