Advertorial
Intisari-Online.com -Tentu wajar rasanya jika seorang ayah mendukung hobi apalagi yang mengarah pada bakat anaknya.
Namun, bagaimana bila dukungan yang diberikan oleh orang tua ini sampai membuat dia mengeluarkan anak keluar dari sekolah agar fokus menggeluti hobi sekaligus bakatnya?
Apalagi, hobi yang dimaksud adalah bermain game yang membuat anaknya tersebut harus berada di depan komputer selama 8-12 jam sehari. Tentu saja tanpa bersosialisasi dengan orang lain.
Terdengar aneh? Namun faktanya, itulah yang dilakukan olehDave Herzog, seorang pengusaha asal Greater Sudbury sudah mengajarkan anaknya, Jordan, supaya menekuni karir sebagai pemain eSports 10 tahun terakhir.
Dave Herzog, seorang pengusaha asal Greater Sudbury sudah mengajarkan anaknya, Jordan, supaya menekuni karir sebagai pemain eSports 10 tahun terakhir.
Mengklaim dirinya sebagai gamer, Herzog mengaku memberikan konsol video game kepada putranya ketika umur tiga tahun, dan tak butuh lama dia langsung menunjukkan bakat.
Dilansir Oddity Central Senin (22/7/2019), pada usia tujuh tahun dia sudah mahir bermain Halo. Di umur 10, dia mendominasi game sekitar lingkungan mereka.
Namun adalah turnamen Halo berhadiah 2.000 dollar AS, sekitar Rp 27,9 juta, yang dimenangkan Jordan membuat Herzog sadar anaknya bisa berkarir sebagai gamer.
"Seperti ada bola lampu yang dinyalakan," kata Herzog kepada The Boston Globe. "Sekali dia menang turnamen, segalanya bakal menjadi mudah," lanjutnya.
Kini, Jordan "Crimz" Herzog merupakan salah satu pemain Fortnite level dunia, dan berpartisipasi dalam kejuaraan dunia, bersaing dengan 200 pemain lain.
Mereka bertarung demi hadiah total 30 juta dollar AS, atau Rp 419,5 miliar. Menurut Herzog, kesuksesan remaja 16 tahun itu tak hanya karena bakat saja.
Setiap hari, Jordan bakal menghabiskan 8-10 jam bermain Fortnite, makan di depan komputer sehingga dia masih bisa berinteraksi dengan rekan tim.
Selain itu, dia juga bersekolah secara online sehingga tak lepas dari keyboard. Terkait pendidikan, Herzog mengaku sudah mengeluarkan Jordan dari sekolah tahun lalu.
Keputusan itu, meski ditentang istrinya, tidak disesalinya sedikit pun. Malah, begitu Jordan terpilih masuk ke kejuaraan dunia Fortnite, Herzog langsung mengirim surel ke bekas sekolah anaknya.
Dalam surel itu, dia memaparkan berapa jumlah uang yang diterima oleh Jordan. Tak pelak, aksinya menjadi kontroversial dan menuai kecaman dari publik.
Dia dianggap sudah pelecehan terhadap anak. Namun dia mengklaim karena persepsi. Dia menjelaskan karena fokus anaknya adalah video game, maka dianggap pelecehan.
Pria berumur 49 tahun itu mengungkapkan dia paham konsekuensi dari tindakannya adalah, Jordan tidak akan mengalami masa seperti remaja pada umumnya.
"Saya tahu dia tidak akan mendapat interaksi sosial cukup. Namun, saat ini dia menghadapi momen besar, dan kami akan mengambilnya. Saya tidak bodoh," ucapnya.
Sementara bagi Jordan, dia mengaku bahagia karena mendapat dukungan dari sang ayah. Sama seperti Herzog, dia paham konsekuensi jika fokus menjadi gamer profesional.
Baginya, tujuan utama adalah menghasilkan uang sehingga dia tak perlu bekerja hingga tua. Dan jika jalan itu tersedia menjadi gamer, maka dia akan mengambilnya.
Menurut Jordan, itu pengorbanan setimpal. "Teman mungkin bakal datang dan pergi. Namun ini mungkin bakal menjadi karir dan masa depan saya," paparnya.
Hingga saat ini, Jordan sudah menghasilkan 60.000 dollar AS, atau Rp 839 juta, dari bermain video game. Ayahnya pun menginvestasikannya atas namanya.
(Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agar Fokus Main Video Game, Seorang Ayah Keluarkan Anaknya dari Sekolah".