Advertorial
Intisari-Online.com - Vanessa Angel telah resmi keluar dari dalam Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo, pagi ini pukul 08.00 WIB.
Keluar dengan busana putih, Vanessa langsung memeluk tantenya, Reni Setiawan, teman-teman, dan juga pengacaranya, Milano Lubis.
Suasana terasa begitu haru dan seketika berubah sedikit gaduh.
Penyebabnya ialah aksi over oleh pengawal sebuah televisi streaming yang menempel ketat Vanessa dan rombongan, menyekat interaksi para pemburu berita dengan Vanessa. Para pengawal itu memang siaga sejak pagi.
Baca Juga: Curi Perhatian, Inilah Istri Ma'ruf Amin yang Usianya 31 Tahun Lebih Muda dari Sang Suami
"Permisi, permisi," kata salah seorang pengawal sebagaimana dilansir Tribun News.
Vanessa hanya sempat sampaikan 'terima kasih,' dengan awak media yang kesulitan mengambil gambar.
Wartawan yang kesal akhirnya bereaksi. Aksi dorong-dorongan pun terjadi. Suasana berubah gaduh.
Sebelumnya diketahui bahwa Vanessa terjerat masalah hukum setelah digerebek polisi saat melakoni transaksi kencan dengan seorang pria bernama Rian Subroto di Hotel Vasa Surabaya, Jawa Timur, pada 5 Januari 2019 lalu.
Oleh majelis hakim, dia dinyatakan terbukti menyebarkan foto asusila melalui muncikari jaringan prostitusi online dengan perangkat elektronik.
Hakim menghukum Vanessa lima bulan penjara.
Dipotong masa tahanan, dia bisa menghirup bebas beberapa hari setelah putusan pengadilan.
Tiga muncikarinya, Endang Suhartini alias Siska, Tentri Novanta, dan Winindya, sudah diputus dan keluar lebih dulu dari Rutan Medaeng.
Baca Juga: Jika Perang Meletus, Ini Empat Senjata Israel yang Harus Diwaspadai Iran
Namun, tahukah Anda apa dampak psikologis dari penjara?
Dilansir dari Reflexions, penjara dapat mengubah orang dengan mengubah dimensi spasial, temporal, dan tubuh mereka.
Itu artinya penjara dapat melemahkan kehidupan emosional dan merusak identitas mereka.
"Manusia menjadi sadar akan diri mereka sendiri dalam situasi batas." Demikian tulis Karl Jaspers, seorang psikiater dan filsuf Jerman, dalam sebuah karya monumental bernama General Psychopathology, yang diterbitkan pada tahun 1913.
Jean-Paul Sartrejuga merujuk pada gagasan manusia dalam situasi di beberapa bukunya, terutama Sketch for a Theory of the Emotions, yang diterbitkan pada tahun 1939.
Menurut Jérôme Englebert, seorang psikolog klinis di Paifve Social Forensic Centre (EDS - sebuah penjara psikiatris) dan seorang dosen di Universitas Liège (Departemen Psikologi dan Klinik Sistem Manusia)), penting untuk membedakan antara paradigma "manusia di laboratorium" dan "manusia dalam situasi".
Kasus pertama berguna untuk mempelajari variabel terisolasi seperti memori jangka pendek atau perhatian visual-spasial.
Tetapi setiap refleksi pada psikologi klinis dan psikopatologi perlu mempertimbangkan individu sebagai keseluruhan dan sebagai makhluk yang unik.
Baca Juga: Pelihara Singa di Rumah, Biaya untuk Beri Makan Selama 1 Bulan Saja Besarnya 15 Kali UMR Jakarta
Dengan kata lain, manusia harus dipelajari dalam situasi tertentu, tanpa menghilangkan variabel yang mendefinisikan atau lingkungannya.
Penjara, idak diragukan lagi dapat dianggap sebagai salah satu situasi batas yang dirujuk oleh Karl Jaspers.
Karena itu Jérôme Englebert memilih konteks penjara dan perlindungan sosial untuk memeriksa kesulitan psikologis dan psikopatologi yang mendasar.
Menurut psikolog dari Liège, koordinat eksistensial yang berbeda harus diperhitungkan setiap kali kita mempelajari manusia.
Yang utama berhubungan dengan ruang, waktu, dan tubuh, serta identitas dan emosi.
Bersama dengan Michel Foucault dan Gilles Deleuze, ia percaya bahwa masalah paling mendasar yang memengaruhi tahanan adalah penahanan tubuh.
"Ketika kita memenjarakan tubuh, kita mengubah hubungannya dengan ruang dan waktu," kata Jérôme Englebert.
"Setiap tahanan memiliki persepsi bias ruang, waktu, dan tubuhnya sendiri. Dunia imajiner, jiwa, dan identitasnya semuanya terpengaruh."
Untuk narapidana, ada dua garis waktu yang bergerak dengan kecepatan berbeda.
Yang pertama terkait dengan rutinitas harian mereka dan sangat berulang.
Tahanan tidak dapat memilih kapan harus makan, mandi, tidur, atau bangun.
Garis waktu kedua berhubungan dengan dunia luar, yang dengannya tahanan sama sekali tidak sinkron.
Baca Juga: Siapa Sangka 200 Juta Tahun Lalu, Buaya Ternyata Hewan Vegetarian, Ini Buktinya!