Advertorial
Intisari-Online.com - Anda tahu arti apa itu kudeta?
Kudeta berarti sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal.
Biasanya kudeta dilakukan seseorang kepada pemimpin. Pimpinan negara atau pemerintahan.
Namun bagaimana jika seorang yang pernah melakukan kudeta menjadi perdana menteri?
Baca Juga: Lucunya Tingkah Jan Ethes, Hormat ke Bendera Hingga Beri Keterangan pada Awak Media
Mungkin terdengar aneh. Namun itulah yang terjadi di Thailand.
Dilansir dari kompas.com pada Jumat (7/6/2019), eks pemimpin militer Thailand Prayut Chan-o-cha dilaporkan terpilih jadi perdana menteri sipil pertama sejak kudeta yang dia laksanakan di 2014.
Dalam pengumuman yang disampaikan Rabu malam waktu setempat (5/6/2019), Chan-o-cha mengalahkan miliuner Thanathorn Juangroongruangkit yang memimpin blok anti-militer.
Dilansir AFP via Channel News Asia Kamis (6/6/2019), eks jenderal itu mendapatkan 500 suara.
Sementara Juangroongruangkit memperoleh 244 suara.
Baca Juga: Harus Masuk pada 10 Juni, Ini Hukuman Bagi PNS yang Membolos
Keberhasilan Chan-o-cha dikarenakan dukungan 250 senat yang dipilih sendiri dan pengaruh swing voter yang baru menentukan pilihan setelah dilakukan lobi.
Senat yang ditunjuk oleh junta militer, berisikan sejumlah perwira dan loyalis, dapat dikenali ketika membacakan nama Chan-o-cha dengan rambut cepak.
Kemenangannya seakan menjadi klimaks perjalanan Chan-o-cha dari jenderal yang melakukan kudeta hingga menjadi perdana menteri dengan klaim meyakinkan.
Meski begitu, Thailand masih terbelah buntut 13 tahun selalu terjadi kudeta, aksi protes yang berujung kepada kekerasan, hingga pemerintah yang berumur pendek.
Di akar rumput, terjadi rivalitas antara konservatif pro-militer dengan pendukung demokrasi yang disokong kelas menengah dan bawah yang khawatir dengan kepemimpinan sang mantan jenderal.
Kritik yang berhembus menyatakan Chan-o-cha dianggap kurang mempunyai visi sebagai pemimpin sipil. Dia dianggap gagal menghidupkan kembali ekonomi Thailand.
Selain itu, petahana berusia 65 tahun tersebut juga dianggap tak bisa menjembatani ketidaksetaraan hingga memulihkan perpecahan politik yang terjadi.
Setelah pemilihan, Juangroongruangkit menyatakan dia bakal "bekerja keras" untuk membentuk front demokrasi.
"Diktator tidak akan bisa menahan guncangan angin selamanya," tegas dia.
Dengan kritikan tajamnya terhadap militer maupun konservatif, miliuner berumur 40 tahun tersebut sering dianggap sebagai ancaman kuat bagi pihak yang berkuasa.
Meski begitu, kasus hukum yang menjeratnya membuat Juangroongruangkit terancam mendapat larangan berpolitik.
Atau yang paling parah, dijebloskan ke penjara. Para analis mengungkapkan Chan-o-cha, seorang figur militer yang tidak terbiasa untuk berdebat maupun membangun konsensus, bakal mempunyai banyak pekerjaan.
Para pengkritiknya seperti anggota parlemen Cholnan Srikeo menuturkan Chan-o-cha adalah sosok empunya "ide usang" yang justru berpotensi membahayakan negara.
Namun para pendukungnya memuji Chan-o-cha sebagai sosok yang bisa membawa Thailand dari krisis politik. Salah satunya Mongkolkit Suksintharanon.
"Saya bakal memilih Jenderal Prayut. Thailand sama sekali tidak mempunyai pengalaman," kata Kepala Partai Sipil Thailand yang merupakan sekutu junta tersebut.
Pakar Asia dari Council on Foreign Relations Karen Brooks berkata, sikap Juangroongruangkit yang menentang Chan-o-cha sebagai PM adalah tindakan yang "sia-sia".
"Namun sikap itu bisa menaikkan pamornya. Dan mungkin memberi kerugian bagi militer serta sekutunya ketika mereka berusaha menghancurkannya," papar Brooks. (Ardi Priyatno Utomo)
(Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Pemimpin Kudeta Ini Terpilih Jadi Perdana Menteri Thailand")