Advertorial
Intisari-online.com - Operasi Woyla, saat personel Kopassandha atau kini bernama Kopassus melumpuhkan para teroris yang menyandera pesawat Garuda Indonesia terjadi tepat hari ini 38 tahun yang lalu.
Kisah melumpuhkan pembajak pesawat ini melambungkan nama Korps Baret Merah di dunia Internasional.
Cerita berawal pada 28 Maret 1981, pesawat DC-9 Woyla milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan 48 penumpang dibajak 5 orang teroris.
Pesawat tersebut dibajak ketika dalam penerbangan dari Bandara Kemayoran menuju Bandara Polonia Medan.
Baca Juga : AI Super Wide-Angle Vivo V15, Abadikan Kehangatan Keluarga di Momen Terbaik
Oleh kelima teroris pesawat sebenarnya akan diterbangkan menuju Lybia.
Mujur akhirnya pesawat mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand sehingga militer Indonesia bisa lebih leluasa melaksanakan operasi pembebasan sandera dengan cara mengirimkan pasukan khusus.
Tanggung jawab untuk mengirimkan pasukan khusus diberikan kepada Letkol Sintong Panjaitan yang menjabat sebagai Asisten 2/Operasi Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassanda/Kopassus).
Komandan Tim Antiteror dipimpin oleh Letkol Sintong Panjaitan, dan disertai oleh tiga orang perwira menengah yang nantinya memimpin operasi di lapangan yakni, Mayor Sunarto, Mayor Isnoor, dan Mayor Subagyo HS.
Mengingat kasus pembajakan DC-9 Woyla sudah diberitakan secara internasional di seputar Bandara Dong Muang ternyata sudah penuh dengan aparat keamanan Thailand dan wartawan dari berbagai media massa.
Televisi nasional Thailand bahkan menyiarkan perkembangan penyanderaan secara langsung dan kamera televisi terus mengarah ke pesawat DC-9 Woyla yang dijaga ketat tentara Thailand dengan formasi melingkar.
Baca Juga : Operasi Raviv, Begini Liciknya Militer Israel Hingga buat Presiden Mesir Kena Serangan Jantung
Untuk menghindari tembakan nyasar jika terjadi tembak menembak dengan para pembajak yang bersenjata pistol dan granat tentara Thailand membentuk penjagaan pagar betis sehingga para awak media massa terbatasi gerakannya.
Pasukan antiteror Kopassus tiba di Don Muang pada 30 Maret 1981 dan pesawatnya langsung parkir dalam posisi tidak jauh dari DC-9 Woyla yang dibajak.
Semua pasukan antiteror segera melakukan konsolidasi dan persiapan operasi di bawah kendali Letkol Sintong.
Pukul 02.00 dini hari (31 Maret 1980) semua pasukan antiteror tiba-tiba dibangunkan dan harus bersiap untuk melaksanakan operasi pembebasan sandera.
Dalam kondisi segar karena cukup tidur semua pasukan bergerak menuju sasaran tapi dalam pergerakan santai tidak seperti pasukan komando agar tidak menarik perhatian.
Semua senjata pun tampak disembunyikan ketika para pasukan antiteror yang sedang membawa tangga untuk memasuki pintu pesawat malah berjalan lebih santai lagi.
Televisi nasional Thailand yang terus menerus memantau perkembangan di seputar pesawat yang dibajak malah berkomentar bahwa pergerakan semua pasukan antiteror seperti orang piknik (Sunday picnic).
Namun, ketika pasukan antiteror sudah berhasil mendobrak pintu dan masuk ke pesawat mereka pun berubah jadi pasukan yang ganas dan akhirnya sukses melumpuhkan penyandera serta membebaskan para sandera dalam hitungan menit.
Kronologi operasi kilat tiga menit lumpuhkan teroris
Bandar Udara Internasional Don Muang, Bangkok, pukul 02.40 waktu setempat, Selasa, 31 Maret 1981.
Sebanyak 20 personel pasukan khusus anti teror dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam senyap menyeberangi landasan, menyergap sebuah pesawat berpenumpang 57 orang yang sedang dikuasai oleh lima orang teroris bersenjata api sejak Sabtu.
Dari sinilah drama pembebasan sandera berdurasi tiga menit bermula.
Tangga-tangga disandarkan ke dua sisi badan pesawat DC-9 Woyla milik maskapai Garuda Airlines dengan nomor penerbangan GA-206.
Beberapa prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) – ketika itu bernama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha)— memanjat ke sayap pesawat lalu membuka paksa dua pintu secara bersamaan dan menyerbu masuk.
Baca Juga : Ketika Dua Personel TNI Melerai Pasukan Israel Melawan Lebanon dalam Hujan Peluru
Senapan mesin menyalak di dalam kabin pesawat
Sebagian pembajak berusaha keluar dari pesawat, namun berhasil dilumpuhkan oleh prajurit komando.
Usai tembak-menembak, empat pembajak terkapar (tiga meninggal di tempat dan satu di rumah sakit), sementara seorang prajurit dan pilot terkena tembakan.
Pemimpin pembajak, Imran bin Muhammad Zein selamat dalam kontak senjata itu dan ditangkap oleh pasukan anti teror.
Dalam tiga menit pasukan para komando telah menguasai situasi.
Pukul 02.46, seorang anggota pasukan khusus keluar dari pintu depan pesawat mengacungkan jempol.
Menit-menit berikutnya terdengar raungan sirine ambulans mendekati pesawat yang sudah tiga hari lebih terparkir di landasan.
Beberapa orang segera diangkut ke rumah sakit. Sebuah bus kemudian datang menjemput para sandera.
Seluruh penumpang selamat.
Pukul 03.20, ambulans terakhir meninggalkan lokasi kejadian.
Letnan Satu (Anumerta) Achmad Kirang dan Kapten Pilot Herman Rante meninggal saat dirawat di rumah sakit.
Atas jasanya dalam operasi pembebasan sandera itu, Kirang yang saat itu berpangkat capa (calon perwira) mendapat Bintang Sakti dan kenaikan pangkat istimewa dua tingkat, prajurit para komando lainnya juga mendapat Bintang Sakti dan kenaikan pangkat satu tingkat.
Pembajakan pesawat GA-206 rute Palembang-Medan –kemudian dibelokkan ke Bangkok setelah mengisi bahan bakar di Penang (Malaysia)— itu bermotif tuntutan pembebasan beberapa orang yang ditahan karena terlibat pembunuhan empat anggota polisi dalam Peristiwa Cicendo di Bandung, Jawa Barat.
Para pembajak juga menuntut tebusan 1,5 juta dollar AS.
Kompas mencatat dua kali peristiwa pembajakan pesawat maskapai Indonesia sebelumnya.
Pertama, pesawat jenis Vickers Viscount milik Merpati Nusantara Airlines rute Surabaya-Jakarta, dengan nomor penerbangan 171, pada 5 April 1972 di Bandara Adi Sucipto, Jogjakarta.
Kedua, pesawat DC-9 milik Garuda dengan nomor penerbangan GA-488 dari Jakarta menuju Surabaya, 5 September 1977.
Sumber: Kompas, Kamis, 6 April 1972, halaman 1, Kompas, Selasa, 6 September 1977, halaman 1, Kompas, Minggu, 29 Maret 1981, halaman 1, Kompas, Selasa, 31 Maret 1981, halaman 1, Kompas, Rabu, 1 April 1981, halaman 1, Kompas, Jumat, 3 April 1981, halaman 1, Kompas, Sabtu, 4 April 1981, halaman 1.
*Artikel Ini telah Tayang di Kompas.id