“Kemudian bercampur dengan yang (gelombang) pertama kan atau yang pertama tadi sudah jalan terus ke timur sampai ke Papua,” kata Herawati dalam acara Wallacea Week 2017 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (16/10/2017).
Gelombang migrasi ketiga datang dari Formosa atau Taiwan sekitar 6.000-5.000 tahun yang lalu.
Meski datang terakhir, Herawati berkata bahwa orang-orang Formosa juga turut berpengaruh terhadap bahasa astronesia yang sekarang digunakan.
Meski demikian, pencampuran genetika tak berhenti sampai di situ.
Diapit oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, Indonesia yang merupakan pusat perdagangan dunia memungkinkan percampuran genetik terjadi lebih banyak.
“Jadi ketika DNA seseorang dites, nanti bisa didapatkan ada China, India, dan Eropa. Kalau Minang kita sudah periksa, ada Eropanya karena itu kawasan maritim,” kata Herawati.
Penelitian Herawati dan koleganya pada tahun 2017 menggunakan sampel DNA dari 500 orang yang berasal dari 25 tempat di regional Asia.
Dia juga membandingkan genetika yang telah tersedia di bank genetika dari penelitian sebelumnya.
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) itu menuturkan, dalam konteks indonesia, tidak ada genetika dominan yang menguasai dari barat ke timur. Dari ujung utara, genetika Austro-asiatik lebih banyak.
Baca Juga : Soal Kata ‘Pribumi’ dalam Pidato Politiknya, Ini Penjelasan Anies Baswsan
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR