Intisari-Online.com – Sore itu tukang cukur sedang menggarap seorang pelanggannya. Di antara perbincangan yang biasa, tiba-tiba si tukang cukur berkata, “Saya tidak percaya Tuhan itu ada.”
“Kamu berkata begitu?” tanya si pelanggan.
“Begini, coba Anda perhatikan di luar sana, di jalanan itu, lihat ada yang sakit, ada juga anak yang terlantar. Jika Tuhan itu ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan yang penuh kasih akan membiarkan semua itu terjadi,” kata si tukang cukur sambil menunjuk ke arah jalan untuk memastikan Tuhan itu tidak ada.
Si pelanggan diam dan berpikir sejenak, tapi ia tidak ingin menanggapi karena tidak mau beradu pendapat. Setelah tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya, si pelanggan pun membayar kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat kemudian, si pelanggan melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak gimbal, kotor, dan rambutnya benar-benar sangat tidak terawat.
Pelanggan itu tiba-tiba kembali lagi ke tempat tukang cukur dan berkata, “Kamu tahu, sebenarnya tukang cukur itu tidak ada.”
Si tukang cukur tidak terima, ia menjawab, “Anda kok bisa bilang begitu? Saya ada di sini, dan saya adalah tukang cukur. Dan baru saja saya mencukur Anda!”
“Tidak!” bantah si pelanggan. “Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan acak-acakan seperti orang di luar sana itu.” Pelanggan itu menunjuk ke luar ke arah orang yang rambutnya tidak terawat.
“Ah, tidak, tapi tukang cukur tetap ada. Apa yang Anda lihat itu salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang kepada saya,” jawab si tukang cukur membela diri.
“Cocok dan sangat benar!” kata si pelanggan menyetujuinya. “Itulah yang utama. Sama dengan Tuhan. Tuhan itu ada. Bahkan kasihNya kepada kita selalu ada dari dahulu, sekarang, dan sampai selama-lamanya. Namun banyak orang tidak bersedia mencari dan datang kepadaNya.”
Si tukang cukur terbengong-bengong mendengarnya serta menyadari kesalahannya. (*)