Advertorial
Intisari-Online.com - Penangkapan kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) mengingatkan pada kasus kelompok Saracen yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Agustus 2017.
Modus kelompok Saracen dan MCA sama, yakni menyebarkan ujaran kebencian dan konten berbau SARA.
Hanya saja, MCA juga menyebarkan konten berisi virus kepada pihak tertentu yang bisa merusak perangkat si penerima.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Mohammad Iqbal mengakui bahwa secara karakteristik, MCA menyerupai Saracen.
(Baca juga: (Foto) Operasi Plastik Tidak Seinstan yang Dibayangkan, Wanita Ini Menderita 3 Bulan Setelah Jalani Operasi)
"Ada beberapa karakteristik yang agak mirip, tetapi ini berbeda," ujar Iqbal di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Namun, Iqbal belum mau mengungkap karakteristik apa yang dimaksud, termasuk menjelaskan motif para pelaku menyebarkan ujaran kebencian dan konten SARA.
Sementara motif kejahatan Saracen untuk kepentingan ekonomi.
Para anggota Saracen, Sri Rahayu Ningsih, Muhammad Faisal Tonong, Jasriadi, dan Mohammad Abdullah Harsono, menetapkan tarif sekitar Rp72 juta dalam proposal yang ditawarkan kepada sejumlah pihak.
Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial milik mereka sesuai pesanan.
Saat merilis penangkapan 18 pelaku ujaran kebencian beberapa waktu lalu, Kasubdit I Ditsiber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar memberi tahu bahwa ada kelompok semacam Saracen yang berkembang di Jawa Barat.
Namun, saat itu ia belum mengungkapnya.
Setelah ada penangkapan anggota The Family MCA, Irwan mengakui bahwa kelompok yang dia maksud adalah kelompok tersebut.
(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)
"Iya, kelompok yang mirip Saracen itu. Mereka inilah di atasnya," kata Irwan.
Irwan mengatakan, kelompok Saracen memiliki struktur organisasi, seperti ketua, sekretaris, dan koordinator daerah. Sementara MCA tidak memiliki struktur organisasi seperti itu.
Kelompok MCA memiliki anggota hingga puluhan ribu di beberapa daerah. Hal itu terlihat dari penangkapan para pelaku di lima tempat berbeda, yakni Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, dan Romi Chelsea di Palu.
Irwan menyebut, MCA memiliki banyak kelompok sejenis dengan nama berbeda, tetapi tetap menggunakan embel-embel MCA.
"Mereka kan punya cyber troops, bahkan punya akademi tempur MCA, punya tim 'sniper'. Nantilah dijelaskan," kata Irwan.
Saat ini, para tersangka masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Kelompok MCA diketahui menyebarkan isu-isu provokatif di media sosial dengan unsur ujaran kebencian dan diskriminasi SARA.
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh tertentu.
Termasuk menyebarkan isu bohong soal penganiayaan pemuka agama dan perusakan tempat ibadah yang ramai belakangan.
Taidk hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.
Anggota MCA tidak hanya berada di dalam negeri, tetapi ada juga warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Polisi memastikan akan memburu para pelaku, baik di Indonesia maupun luar negeri. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "The Family MCA dan Saracen, Bisnis Hoaks Serupa tetapi Tak Sama", http://nasional.kompas.com/read/2018/02/28/07555681/the-family-muslim-cyber-army-dan-saracen-bisnis-hoaks-serupa-tapi-tak-sama.