Advertorial
Intisari-Online.com – Jangan salah sangka. Hudoq yang tersebut di atas bukan sejenis obat penyemprot hama tapi suatu tarian unik yang hanya bisa ditemui di Kalimantan Timur.
Menyusuri pedalaman Kalimantan Timur dengan hutannya yang anggun dan rimbun, sungguh pengalaman yang sulit dilupakan.
Apalagi hidup di tengah orang Dayak yang dahulu mempunyai suatu bentuk upacara yang dapat membuat berdiri bulu roma, yaitu mengayau (memenggal kepala musuh untuk dipersembahkan kepada roh leluhur).
Syukurlah, orang Dayak di pedalaman Kalimantan Timur kini sudah menggantinya dengan kepala hewan kurban sebagai salah satu unsur upacara keagamaan mereka.
BACA JUGA:Hati-hati, Inilah Tanaman Pembunuh Manusia yang Hidup di Indonesia
Orang Modang merupakan suatu sub suku bangsa dari suku bangsa Dayak yang merupakan penduduk asli Pulau Kalimantan.
Induk suku bangsa Dayak itu saat ini mendiami daerah Apokayan, yang berbatasan dengan Serawak (negara bagian Malaysia).
Jadi daerah Apokayan ini dianggap sebagai tempat asal-usul suku-suku Dayak di Kalimantan.
Sudah barang tentu terjadi asimilasi kebudayaan, terutama dalam hal perkawinan campur dengan orang Malaysia atau Cina.
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur
Oleh sebab itu banyak dijumpai gadis-gadis Dayak berkulit kuning dan bersih serta bermata sipit, layaknya seorang amoy.
Patutlah gadis-gadis Dayak dilambangkan dengan burung enggang yang anggun dan cantik, yang juga merupakan "maskot" suku Dayak.
Setelah menyusuri S. Mahakam yang membelah Kaltim selama delapan jam dari Tenggarong dengan speedboat, atau tiga hari tiga malam berlayar dengan kapal penumpang biasa (bus air), Anda akan menemui Kampung Long Bentuk, Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai.
Sebagian besar penduduk yang menghuni kawasan ini adalah orang Dayak Modang.
Kehidupan sehari-hari masyarakat setempat masih diwarnai hal-hal yang bersifat magis dan spiritual. Unsur-unsur kaharingan (kepercayaan asli orang Dayak) tidak dapat dilepaskan begitu saja dari rutinitas hidup. Dalam aktivitas pertanian misalnya, mereka punya tarian hudoq (topeng) yang bermakna magis terhadap kegiatan itu.
Makhluk halus dan pengusir hama
Muasal tarian ini berawal dari sebuah legenda yang menceritakan seorang raja Modang menikah dengan seorang ratu air. Sang raja menanyakan kepada istrinya apakah di kerajaan bawah air ada suatu kesenian yang khas.
Untuk menjawab pertanyaan itu, sang ratu mengerahkan rakyatnya untuk mempertunjukkan sebuah tarian yang paling terkenal di "negara"-nya, yaitu tarian makhluk misterius dalam air berujud setan atau jin yang menakutkan.
Tarian itu menimbulkan kesan yang mendalam bagi dirinya. Berdasarkan pengalaman melihat tarian itu, sang raja memerintahkan rakyatnya membuat topeng-topeng yang bentuknya mirip wajah makhluk-makhluk halus dalam air yang pernah dia lihat.
Dengan perantaraan seorang dukun, topeng-topeng tersebut diberi makna untuk mengusir roh-roh halus serta hama yang pada waktu itu merajalela merusak tanaman penduduk.
Keberadaan tarian ini dapat disejajarkdn dengan aktivitas lain yang bersifat magis, seperti pengobatan tradisional, mengundang arwah leluhur dsb. Menurut kepercayaan penduduk setempat, tarian ini lebih manjur mengusir hama tanaman dibandingkan dengan obat pembasmi hama.
BACA JUGA:‘Viral’ Kabar Pernikahan Sedarah Kakak-Adik di Riau, Ini Tanggapan Keluarga Besar Aritonang
Jika dilihat sepintas lalu, kesan tarian ini menyeramkan. Kostum laki-laki penari yang berjumlah enam atau delapan orang itu saja, menimbulkan kesan magis. Kostum mereka hanya terbuat dari daun pisang yang dibentuk rumbai-rumbai, yang menutupi tubuh penari dari leher sampai kaki.
Sebagai pelengkap, dikenakan topeng seram menyerupai buaya, harimau, babi, naga dll. Penari yang berperan sebagai pemimpin, mengenakan kalung serta membawa tongkat yang melambangkan kepemimpinannya.
Musik pengiring tarian ini bukanlah seperangkat alat musik lengkap. Beduk dan gendang cukup untuk mengiringi tarian tersebut dengan irama yang menghentak. Irama alat musik ini cocok untuk mengiringi tarian yang dinamis dan penuh semangat, serta vitalitas.
BACA JUGA:(Foto) Kisah Memilukan dari Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest
Gerak tarian tidak memiliki improvisasi tertentu, penari dapat melakukan gerakan apa saja sesuai dengan irama musik, asal dinamis dan penuh tenaga. Gerakan yang sedemikian itu, menurut kepercayaan setempat, dapat mengusir hama tanaman.
Apabila dikaji secara logis, hama atau binatang-binatang lain yang merusak tanaman akan lari, bila merasakan sesuatu yang bergerak sedikit saja. Apalagi jika merasakan gerakan tarian ini, yang seolah-olah mengguncang bumi, sudah barang tentu serangga tersebut kabur dan ditanggung tidak kembali lagi.
Unsur kebudayaan semacam itu dapat dijadikan "arena magis" untuk mengubah atau menghilangkan sesuatu yang tidak berkenan, terhadap masyarakat yang bersangkutan seperti mengusik binatang-binatang atau hal lain yang mengganggu sistem pertaniannya.