Intisari-online.com - Sebuah desa di ujung timur Pulau Jawa. Sukerono, namanya. Sungguh desa yang menggetarkan perasaan ke-Indonesia-an.
Meski dihuni warga beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu, aura penuh toleransi begitu membuncah di sana, di desa yang terletak di wilayah Kabupaten Jember bagian selatan.
Salah satu wujud toleransi di Sukoreno juga terlihat dari bangunan rumah ibadah yang berdiri berdampingan. Kira-kira hanya berjarak dua ratus meter saja antara Masjid, Gereja, dan Pura.
Konon, rasa toleransi yang tinggi di Sukoreno berhubungan dengan asal mula nama desa tersebut. Sebelum berganti nama menjadi Sukoreno, desa tersebut pernah bernama Gumuk Lengar.
BACA JUGA: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak
Berawal dari ditemukannya bunga suko yang memiliki warna bermacam-macam atau dalam bahasa Jawa reno-reno di sebuah bukit padas yang ada di sekitar desa.
Maka sejak saat itu Gumuk Lengar berganti nama menjadi Sukoreno hingga saat ini.
Sukoreno dapat diartikan menyukai perbedaan atau keberagaman. Suko merupakan bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti suka dan reno berarti bermacam-macam.
Sejarah itulah yang membuat masyarakat Desa Sukoreno menjadi terbiasa hidup dalam keberagaman.
Bahkan, menurut Kepala Desa Sukoreno H. Achmad Choiri, tidak pernah ada perselisihan antarwarga dengan latar belakang agama.
“Bagi kami, tidak ada istilah minoritas dan mayoritas. Semua sama dan layak diberikan perhatian,” ungkap H. Achmad Choiri, kepala desa yang berlatar belakang pedagang.
Hal menarik lain mereka punya kebiasaan saling membersihkan tempat ibadah. Warga tidak memandang tempat ibadah milik siapa atau agama apa.
Dengan membersihkan tempat ibadah warga merasa mengenal dan memiliki tempat itu.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR