Advertorial
Intisari-Online.com -Indira Priyadarshini Gandhi lahir sebagai anak tunggal pada 19 November 1917 di Allahabad, India dari pasangan Jawaharlal dan Kamala Nehru.
Lahir dari keluarga politikus dinasti Nehru, Indira dalam sekejap langsung disergap aroma politik yang kental.
Kakeknya Motilal Nehru dan sang ayah Jawaharlal Nehru merupakan pemimpin nasionalis India yang terkemuka.
Sementara mengikuti pendidikan di Somerville Collage, University of Oxford, Inggris pada akhir 1930, ia sudah menjadi anggota radikal prokemerdekaan Liga India yang berbasis di London.
(Baca juga:Belajar Dari Mahatma Gandhi: Menyelaraskan Pikiran, Ucapan, Dan Perbuatan)
(Baca juga:Kadupul, Bunga Termahal Dunia yang Tak Sanggup Dihargai dengan Uang! Apa Istimewanya?)
Kembali ke India pada 1941, ia terlibat dalam gerakan Kemerdekaan India.
Pada September 1942, ia ditangkap oleh otoritas Inggris dan ditahan tanpa tuntutan yang jelas.
Hingga akhirnya Indira dibebaskan pada 13 Mei 1943 setelah menghabiskan waktu 243 hari di penjara.
Pada tahun 1950-an, ia banyak membantu ayahnya sebagai asisten pribadi tidak resmi. Sepeninggal ayahnya tahun 1964, ia mendaftarkan diri sebagai anggota Rajya Sabha dari President of India dan otomatis menjadi anggota kabinet Lal Bahadur Shastri sebagai Menteri Informasi dan Penyiaran.
Indira sudah ditinggal pergi sang ibu sejak usia 17 tahun. Untuk urusan sekolah pastilah yang terbaik seperti Santiniketan, Badminton School dan Oxford. Namun, tidak memperlihatkan sesuatu yang luar biasa secara akademik.
(Baca juga:(Foto) Mayat-mayat Ini 'Dihidupkan' Kembali Justru dalam Acara Pemakamannya, Aneh Sekaligus Mengerikan!)
Dalam masa pendidikannya di Eropa dan Inggris itulah, Indira bertemu dengan Feroze Khan dan keduanya ternyata saling tertarik. Mereka menikah pada 1942, sesaat sebelum dimulainya Quit India Movement, gerakan perlawanan total seluruh negeri yang disponsori oleh Mahatma Gandhi dan Partai Kongress.
Pasangan muda ini termasuk diantara beberapa orang yang kemudian ditangkap. Dua tahun kemudian Indira melahirkan putra pertamanya Rajiv Gandhi disusul Sanjay Gandhi dua tahun kemudian.
Selama kerusuhan Partition of India pada 1947 (tahun itu juga India memperoleh kemerdekaan dari Inggris), ia banyak membantu di kamp pengungsian dan dengan rela menyediakan obat-obatan bagi jutaan pengungsi dari Pakistan.
Inilah kali pertama Indira bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat dan menjadi pengalaman mendasar baginya untuk tahun-tahun berikutnya. Beberapa waktu kemudian, Indira pindah ke New Delhi menyusul ayahnya yang menjadi PM namun hidup sendiri.
Hubungan perkawinannya yang mulai renggang dengan Feroze, sepertinya jadi kesempatan bagi Indira untuk memilih dekat dengan ayahnya demi menjadi sekretaris sekaligus perawat. Ketika pemilihan umum pertama India digelar tahun 1951, Indira sekaligus mengatur kampanye untuk ayahnya dan sang suami.
(Baca juga:Kisah Nyata Pria yang Istri Terkasihnya Meninggal Dalam Pelukan)
Sayangnya koalisi ini berbuah pahit karena tidak seiringnya jalur politik yang mereka tempuh. Mereka akhirnya berpisah dan Feroze meninggal pada 8 September 1960 akibat serangan jantung. Selama 1959 dan 1960, Indira terpilih sebagai Presiden Kongress Nasional India.
Selain itu ia juga merangkap sebagai kepala staf ayahnya. Nehru yang dikenal antinepotisme, membuat Indira menarik diri dari pemilihan pada 1962. Nehru wafat karena stroke pada 27 Mei 1964 dan digantikan oleh Lal Bahadur Shastri.
Sementara Indira diberi jabatan Menteri Informasi dan Penyiaran. Indira-lah yang dikirim ke Madras ketika meletus kerusuhan yang menolak penggunaan bahasa Hindi sebagai bahasa nasional di selatan negara.
Di sini Indira berpidato di hadapan pejabat pemerintah dan diminta dilakukannya mengajian-ulang kebijakan tersebut untuk meredam kemarahan rakyat. Sepeninggal Shastri tahun 1966, Indira Gandhi yang tidak pernah berpikir menjadi pengganti, terpilih sebagai PM setelah melewati pemilihan umum.
Shastri wafat beberapa jam setelah menandatangani kesepakatan damai dengan Presiden Pakistan Muhammad Ayub Khan yang difasilitasi Uni Soviet. Ia memenangkan pemilihan dan pada 1967 menjadi salah satu perempuan pertama yang terpilih lewat pemilihan yang demokratis.
Soal terpilihnya Indira juga terbantu oleh sikap memihak Presiden Kongress K.Kamaraj dengan mengatakan bahwa dirinya secara penuh memilih Indira.
(Baca juga:Katrina Leung, Intelijen Perempuan China yang Mengobrak-abrik Gedung Putih Berkat ‘Diplomasi Ranjang’-nya)
Ketika itu lewat dukungan oleh Sindikat, dalam pemilihan oleh Congress Parliamentary Party, Indira mengalahkan Morarji Desai dengan perbedaan suara 355 berbanding 169.
Tahun 1971, Indira kembali terpilih dengan slogan “Abolish Poverty”. Namun pada 1975, Indira menemukan sejumlah kecurangan dalam aturan pemilihan. Dan memang kemudian pendiriannya yang teguh itu dijungkirbalikkan oleh Pengadilan India.
Selain itu Indira juga menyampaikan pandangannya guna mengontrol pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia menyarankan untuk mengampanyekan program sterilisasi sukarela. Idenya itu dengan cepat melahirkan kritik secara luas.
Untuk mengamankan kekuasaannya dan sebab meningkatnya kerusuhan, pada 26 Juni 1975, Indira Gandhi mendeklarasikan negara dalam keadaan darurat yang tak lain merupakan politik tangan besi.
Pengumuman ini intinya membatasi kebebasan setiap orang di India. Ia juga memerintahkan penahanan sejumlah tokoh oposisi. Dalam pandangan Indira, kediktatoran dibutuhkan demi kebaikan India.
Tapi Indira membuat kesalahan. Ia mengizinkan pemilu pada 1977 yang berbuah pahit dengan keluarnya Indira dari kantornya. Namun kharisma keluarga Nehru-Gandhi belumlah pudar. Indira kembali memperoleh tempatnya pada 1980.
(Baca juga:Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak)
Sampai akhirnya pada 31 Oktober 1984, pengawalnya dari pemeluk Sikh menembak mati Indira di depan rumahnya. Ia tewas terbunuh dalam aksi yang dilakukan dua pengawalnya yang memeluk aliran Sikhisme.
Aksi ini sebenarnya dipicu oleh instruksi Indira sendiri yang memerintahkan tentara untuk menyerang Kuil Emas di Amritsar yang diduga menjadi srang teror. Kuil itu dijadikan markas para pengikut Sikh yang menginginkan Punjab sebagai negara merdeka.
Hanya saja sebagai buntut penembakan tersebut, pembalasan secara besar-besaran dan membabi buta dilakukan terhadap kaum Sikh. Rumah-rumah dihancurkan dan ribuan orang tewas. Di kawasan permukiman pinggiran kota Delhi yang terpencil, lebih dari 3.000 orang terbunuh.
Pembunuhan seringkali dilakukan dengan cara disiram minyak tanah dan kemudian disulut. Kematian warga Sikh sungguh mengerikan dan mengenaskan. Tanda-tanda hitam hangus di tanah memperlihatkan di mana semula terletak tubuh mereka yang dibakar.
Sebagai PM, Indira memang sudah berusaha untuk meningkatkan taraf hidup penduduk India. Meski sikap tangan besi pernah menjadi pilihannya untuk berkuasa dan akhirya berujung pada kematian tragisnya.
(Baca juga:Berat Badannya Tak Terkendali, Wanita Ini akan Ambil Kesempatan Terakhir Demi Selamatkan Hidupnya)