Advertorial
Intisari-Online.com - Dalam PD II pilot-pilot tempur AS bertempur di berbagai medan perang untuk melawan pasukan Nazi Jerman dan Jepang.
Tidak jarang para pilot tempur AS itu harus menyabung nyawa di udara di tiga medan tempur sekaligus seperti yang dialami oleh Letnan Louis Edward Curdes.
Sebagai pilot tempur yang bertugas pada satuan 95th Fighter Squadron, pada tahun 1943 Curdes dikirim ke medan perang Tunisia untuk menggempur pasukan Nazi Jerman.
Dalam pertempuran di udara, Curdes yang menerbangkan pesawat tempur berbadan ganda, P-38 berhasil merontokkan tiga pesawat Nazi.
(Baca juga: Marah Suaminya Dibunuh Nazi, Wanita Ini Beli Tank dan Maju Perang Untuk Balas Dendam)
Setelah sukses bertempur di Tunisia, Curdes langsung dikirim ke Italia untuk bertempur melawan pasukan gabungan Italia dan Nazi Jerman.
Di medan tempur Italia, Curdes kembali menunjukkan kepiawaiannya bertarung di udara setelah berhasil merontokan dua pesawat Nazi dan merusakan satu pesawat lainnya.
Tapi dalam pertempuran di kawasan udara pantai Italia pada 27 Agustus 1943, pesawat Curdes terhantam meriam penangkis serangan udara dan harus mendarat darurat di daerah musuh.
Curdes sendiri selamat tapi menjadi tawanan pasukan Italia.
Saat itu Curdes merasa akan menjadi tawanan dalam waktu lama dan bisa saja dieksekusi pasukan Nazi.
Tapi ketika pasukan Sekutu mendarat di Italia pada tahun 1944, pasukan Italia memilih menyerah dan Curdes pun dibebaskan setelah selama 8 bulan hidup sebagai tawanan perang.
Untuk memulihkan diri Curdes kemudian dipulangkan ke AS dan ditempatkan di satuan militer yang bermarkas di Fort Wayne, Indiana.
Namun, Curdes ternyata belum puas bertempur sebelum pasukan AS benar-benar telah memperoleh kemenangan.
(Baca juga: Rakyat Swedia Diminta Siap-siap Andai Perang Melawan Rusia Terjadi)
Curdes lalu meminta kepada satuannya untuk dikiriim lagi ke medan perang sebagai pilot tempur.
Permintaan Curdes ternyata dikabulkan, dia kemudian tergabung ke dalam unit 4th Fighter Squadron yang saat itu sedang bertempur di kawasan Pasifik (Philipina) melawan pasukan Jepang.
Pada bulan November 1944, Curdes bersama para sejawatnya mulai bertempur di atas udara Philipina menggunakan pesawat tempur AS yang paling canggih di tahun itu, P-51 Mustang.
Karena kekuatan udara Jepang makin melemah Curdes selain bertugas sebagai pilot yang harus siap bertempur di udara juga menjalankan misi tempur menyerang sasaran darat.
Misalnya, menggempur markas tentara Jepang, rel kereta api, mengawal kapal perang AS dari udara, dan lainnya.
Namun demikian pertempuran udara untuk merontokan pesawat Jepang tetap menjadi prioritas Curdes.
Pasalnya bertarung di udara lebih menantang dibandingkan melakukan serangan ke sasaran di darat.
Pada 7 Februari 1945, Curdes yang melaksakan terbang patroli di atas pantai Taiwan berhasil memergoki pesawat tempur Jepang Ki-46 II dan sekaligus merontokkannya.
Keberhasilan Curdes menembak jatuh pesawat Jepang di atas Pasifik itu membuat dirinya menjadi satu-satunya pilot AS yang berhasil menembak jatuh pesawat musuh di tiga front.
Yakni medan perang Tunisia, Italia, dan Philipina.
Tapi meski sudah berhasil merontokkan pesawat Nazi Jerman dan Jepang di tiga front medan tempur, Curdes yang ternyata selalu gatal ingin berperang itu tetap belum puas.
Pada 10 Februari, Curdes memimpin 4 pesawat tempur lainnya untuk melaksanakan misi penyergapan.
Sasarannya adalah menyerang pesawat-pesawat transpor dan menggempur pangkalan udara Jepang di kawasan perbatasan Taiwan-Philipina.
Ketika sedang terbang rendah di atas pulau Bataan, yang menurut intelijen AS sudah dikuasi militer AS, tiba-tiba konvoi lima pesawat Mustang yang dipimpin Curdes mendapat serangan dari darat.
Curdes dan keempat penerbang lainnya terkejut dan segera melakukan manuver menghindar untuk kemudian berbalik melancarkan serangan balasan.
Sambil bermanuver Curdes sempat melihat satu pesawat Mustang tertembak jatuh tapi pilotnya selamat dan tampak sedang terayun-ayun di parasut.
Curdes dan para rekannya yang marah pun segera menggempur pangkalan udara Jepang yang terletak di lokasi yang terpencil itu.
Usai melancarkan gempuran udara yang terakhir, Curdes membuat manuver ‘’balik kanan’’ untuk kembali ke pangkalannya yang berlokasi di kawasan Mangaldan.
Tapi tiba-tiba Curdes terkejut ketika melihat pesawat angkut C-47 Skuytrain yang sedang terbang dan tampak akan mendarat di pangkalan udara Jepang yang baru saja digempurnya.
Curdes merasa curiga, jangan-jangan pesawat C-47 yang nota bene pesawat AS itu merupakan pesawat yang disita Jepang dan belum sempat diubah cat dan logonya.
Apalagi upaya Curdes untuk mengontak C-47 menggunakan radio selalu gagal dan tidak pernah mendapat jawaban.
Didorong oleh manuver terbang C-47 yang makin mengarah ke pangkalan udara Jepang, Curdes akhirnya memutuskan untuk menyerang pesawat AS yang diyakini oleh Curdes telah dirampas oleh Jepang.
Sebelum menembak, Curdes masih sempat melakukan manuver dua kali megitari C-47 sebagai ‘’tanda akan menyerang’’.
Tapi arah terbang C-47 masih menuju pangkalan udara Jepang dan Curdes pun akhirnya memutuskan untuk menembaknya.
Curdes lalu menembak mesin bagian kanan C-47 sehingga mesih kirinya masih hidup dan C-47 ternyata masih berusaha terbang secara stabil.
Ketika Curdes menembak mesin bagian kiri C-47, pesawat AS yang diyakini Curdes telah disita Jepang itu pun meluncur jatuh menuju air laut.
Curdes masih sempat melihat jika C-47 yang jatuh masih bisa melakukan pendaratan darurat dan awaknya tampaknya selamat.
C-47 yang jatuh di pinggiran pantai segera didatangi para gerilyawan Philipina sambil menodongkan senjata.
Tapi setelah tahu bahwa para penumpangnya adalah orang AS, para gerilyawan Philipina itu segera menghubungi militer AS dan ramai-ramai menolongnya.
Curdes sendiri ketika mengetahui C-47 yang ditembakknya ternyata pesawat yang ditumpangi para personel militer AS, bukannya militer Jepang akhirnya menemui para awaknya untuk meminta maaf.
Saat itu C-47 teryata sedang dihadang cuaca buruk, radionya rusak dan kehabisan baha bakar serta harus segera mendarat di pangkaln terdekat.
Pilot C-47 sebenarnya tidak tahu jika pangkalan yang akan didaratinya masih dikuasi Jepang sehigga jika terlanjur mendarat pasti akan ditawan pasukan Jepang.
Jadi dengan ditembak jatuhnya C-47 oleh Curdes, para awak C-47 sebenarnya malah “beruntung” karena tidak jadi ditawan oleh pasukan Jepang yang terkenal brutal dan buas.
Apalagi di dalam pesawat C-47 ada seorang perawat wanita bernama Valorie, yang kemudian malah berpacaran dengan Curdes, dan akhirnya bersedia jadi istri Curdes.
Namun demikian meski telah menembak jatuh pesawat kawan karena dalam situasi peperagan Curdes tidak dihukum.
Tapi kreditnya tetap masuk dalam score Curdes yang dalam PD II telah berhasil menembak jatuh 7 pesawat Jerman, 1 pesawat Italia, 1 pesawat Jepang, dan 1 pesawat Amerika!
Namun yang paling penting bagi Curdes adalah, dia justru mendapatkan belahan jiwa di pesawat C-47 yang telah ditembaknya hingga jatuh.
(Baca juga: 11 Tahun Menikah Tanpa Berhubungan Intim, Pasangan Berberat Badan Ekstrem Ini Akhirnya Lakukan Ini!)