Advertorial
Intisari-Online.com – Inilah cerita majalah Stern sebelum buku harian Hitler dinyatakan palsu.
Mungkin Anda ingin membandingkan dengan versi setelah majalah Stern tahu bahwa mereka tertipu di halaman dengan judul "Konrad Kujau, pemalsu buku harian Hitler”.
Hari Senin, tanggal 13 Oktober 1980, Gerd Heidemann memutar nomor telepon 0 30/41 90 40 di Berlin-Reinikkendorf.
Kantor yang ditelepon ialah bekas tempat informasi angkatan bersenjata yang kini menjadi kantor tempat orang meminta keterangan mengenai hal ikhwal bekas anggota Angkatan Perang Jerman yang tewas.
Maksud Heidemann ialah meminta keterangan tentang Mayor Penerbang Friedrich Anton Gundlfinger.
(Baca juga:Soal Simpang Siur Kematian Adolf Hitler, Pelayan Pribadinya: Saya Sendiri yang Membakar Jenazah Fuehrer)
(Baca juga:Surat Adolf Hitler kepada Max Born, Bapak Mekanika Kuantum yang Hari Ini Muncul di Google Doodle)
Dari situ Heidemann mendapat keterangan bahwa perwira itu meninggal 21 April 1945 di Bornersdorf, sebelah tenggara Dresden. Mulailah drama pencarian buku harian Hitler.
Gara-gara kapal pesiar
Ide untuk mencari buku harian. Hitler itu dimulai dari kapal pesiar "Carin II”, bekas milik Hermann Goring. Kapai itu hadiah dari sebuah perusahaan mobil Jerman pada tahun 1937. Waktu itu harganya 1,3 juta mark.
"Carin II" itu dijaga terus oleh tiga orang tentara di Berlin dan tidak kena bom sampai perang usai. Tahun 1945 kapal itu disita oleh orang Inggris di Molln (Schleswig-Holstein) dan diserahkan kepada keluarga kerajaan Inggris.
Namanya diubah menjadi "Prince Charles" dan banyak tamu penting yang pernah berkunjung ke situ: Elizabeth II, Pangeran Philip, ratu Belanda, raja Belgia dan Kanselir Adenauer.
Tahun 1960 kapal itu dikembalikan oleh Inggris kepada janda Goring. Tahun 1973 Heidemann membeli kapal itu dari seorang pemilik percetakan di Bonn dengan harga 160.000 mark. Untuk bisa membayar jumlah itu ia harus menjual rumahnya di Hamburg.
Heidemann bermaksud untuk merestorasi kapal itu dan menjualnya kepada orang Amerika pengumpul cendera mata. Dalam usaha restorasi itu Heidemann bertemu dengan orang-orang yang menaruh minat pada zaman itu, misalnya jenderal SS Karl Wolff, yang pernah lama menjadi ajudan Himmler.
Wolff ingin melihat-lihat kapal Goring seperti halnya banyak bekas anggota SS dan juga Eugene Bird, orang Amerika bekas direktur Penjara Penjahat Perang Berlin Spadau, di mana sekarang hanya tinggal Rudolf Hess.
(Baca juga:Hitler Psikopat Sadis yang Telah Menjadi Salah Satu Ikon Dunia dan Masih Dipuja Banyak Orang)
(Baca juga:Daripada Tertangkap Musuh, Pasukan Panzer SS yang Begitu Fanatik pada Hitler Ini Lebih Memilih Bunuh Diri)
Di atas kapal pesiar itu Heidemann mendengar hal-hal baru tentang saat-saat terakhir ambruknya "kekasaran ketiga" dan hari terakhir di kantor kanselir. Untuk pertama kalinya ia mendengar tentang "Operation Serial".
Di bawah nama samaran itu pesawat-pesawat angkatan udara Fuhrer pada akhir bulan April 1945 mengangkut orang dan barang dari Berlin ke Zalzburg dan Munchen. Maksudnya, untuk mempersiapkan rencana pemindahan Fuhrer ke Obersalzberg dekat Berchtesgaden.
Salah satu dari sepuluh pesawat yang dikaryakan itu hilang misterius menurut Mohnke. Yang ikut hilang ialah catatan rahasia Adolf Hitler.
Tepatnya tanggal 21 April pada hari pesawat Ju 352 dengan nomor pengenal KT-VC jatuh. Ia bukan ditembak oleh pesawat pemburu Amerika dan juga tidak jatuh di atas hutan Bayern. Mayor Friedrich Anton Gundlfinger dinyatakan tewas menurut catatan sipil Bornersdorf.
Nama Gundlfinger diperoleh Heidemann dari katakombe. Buku itu dihadiahkan oleh perwira SS Mohnke dengan catatan "Terima kasih untuk saat-saat indah di 'Carin II'."
Menurut dinas penerangan di Berlin, tentara biasanya dikubur di tempat gugurnya. Biasanya hak istirahat kekal bagi tentara sangat dihormati, termasuk di Jerman Timur. Gundlfinger dicatat kematiannya di Catatan Sipil Bornersdorf di bawah nomor 16/45.
Ketika Gerd Heidemann dan wartawan Stern, Thomas Waldc, bulan November 1980 berkunjung ke Bornersdorf, mereka langsung pergi ke pemakaman di belakang sebuah gereja kecil. Ternyata di pojok paling belakang di antara semak-semak, masih ada papan email dengan catatan: Friedrich Gundlfinger, captain pilot. Thomas Walde kemudian mencatat semua nama yang ada di situ.
Kembali nama
Di Berlin Reinikkendorf, Heidemann kemudian mencari data dari nama-nama yang tercantum di situ. Di Solingen ia bertemu dengan Leni Ficbes, janda Max Fiebes yang juga meninggal di dalam kecelakaan pesawat itu.
Baru musim panas 1948 janda itu mendapat berita tentang kematian suaminya. Setelah dicocok-cocokkan, Heidemann bisa merekonstruksi saat naas itu sbb.:
Pada tanggal 20 April, hari ulang tahun Hitler, di Schonwalde ada alarm bom: Berlin diserang, salah satu yang terakhir dan lebih dari tiga ratus serangan. Pukul sepuluh Gundlfinger dan Schultze harus masuk ke bunker dengan awaknya.
Di luar sudah siap pesawat Ju 352 bermotor tiga yang disembunyikan di belakang onggokan tanah. Schonwalde hanya lapangan terbang kecil berumput. Letaknya di barat laut Berlin, tidak jauh dari Lapangan Terbang Tegel sekarang. Sebelum tinggal landas pesawat ditarik dari persembunyiannya dengan sapi.
Pukul dua malam Gundlfinger dan Schultze mendapat perintah untuk mempersiapkan pesawatnya untuk terbang ke Ainring. Tidak jauh dari situ ada kediaman Hitler di Obersalzberg dckat Berchtesgaden.
Kedua penerbang itu menunggu muatan dari Berlin. Apa isinya persis mereka tidak tahu. Sudah beberapa hari terakhir mereka menerbangkan naskah dan penumpang dari kantor kanselir dan kementerian lain ke Selatan. Selalu pada malam hari.
Namun truk dari kota tidak datang-datang. Mereka rupanya sukar maju, karena ada serangan udara. Perjalanan melalui Berlin yang gelap dan rusak makan waktu berjam-jam. Baru pukul empat pagi mereka bisa berangkat. Gundlfinger masih menunggu penumpang.
Schultze tidak terlalu banyak membawa peti, tetapi harus membawa tiga puluh penumpang dari dinas luar negeri, Kementerian Propaganda dan kantor kanselir. la sudah selesai lebih cepat daripada Gundlfinger. Schultze berangkat pukul 5 pagi, lima menit lebih dulu dari Gundlfinger.
Di tengah perjalanan Schultze melihat bahwa saluran bahan bakar dari tangki tidak lancar. Dengan cara itu ia tidak mencapai Ainring. Schultze mengambil keputusan untuk mendarat di Praha yang masih diduduki tentara Jerman.
Personil darat memaksa dia cepat berangkat lagi setelah dilakukan reparasi. Soalnya, mereka akhir-akhir itu sering dibom.
Schultze menunggu beberapa menit, karena Gundlfinger seharusnya tidak jauh di belakangnya. Karena dia tidak mendengar suara mesin, ia berangkat juga pukul 7.10, tiga puluh lima menit setelah melakukan pendaratan darurat, untuk meneruskan perjalanan ke Ainring.
la mendarat pukul 8.30. Namun Gundlfinger belum tiba. Padahal kopornya dititipkan pada Gundlfinger. Menurut istri seorang pemilik losmen, ia juga melihat pesawat Ju 352 itu melakukan pendaratan darurat di Bornersdorf.
Mayor Friedrich Gundlfinger (lahir tahun 1900) adalah penerbang Lufthansa yang sudah terbang satu juta km, tidak bisa mengendalikan pesawatnya lagi.
Karena diburu pesawat Sekutu, ia membelok sedikit ke Timur, lalu terbang sangat rendah ketika hari sudah terang. Hal itu selalu dilakukan selama perang.
Setelah jatuh pesawat langsung terbakar. Pekerja asing dari Enderlein yang letaknya tidak jauh dari situ, tawanan perang Prancis dan Rusia merupakan orang-orang pertama yang sampai di tempat itu. Karena panas mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya mendengar jeritan.
Penemu ingin tetap anonim
Pada kunjungannya yang kedua, bulan Mei 1981, Heidemann bertemu dengan lebih banyak saksi mata.
Yang masih berteriak waktu itu ialah Granz Zave Westmaier (24) dan Gerhard Becker (20), pengawal pribadi Adolf Hitler. Becker meninggal, dua hari setelah kecelakaan itu, tetapi Westmaier satu-satunya yang masih hidup waktu itu, baru meninggal 24 April 1980 karena tumor ginjal. Gerd Heidemann yang ingin bertanya tentang isi pesawat, datang terlambat.
Sampai tahun 1948 reruntuhan pesawat yang jatuh itu masih ada di tempat kecelakaan, namun kemudian puing-puing itu dibersihkan. Richard Elbe masih memiliki dua kaca bulat berpinggiran karet, mungkin jendela cockpit pesawat.
Buruh tani Eduard Grimme yang membawa jenazah penumpang Ju 352 kc makam dekat gereja, bercerita bahwa mayat-mayat itu sudah tidak bisa dikenali lagi, namun sudah jelas bahwa yang satu mayat Gundlfinger, karena a.l. ditemukan buku tabungan pos atas namanya dan etui rokok dengan tulisan: Untuk mengenang 500.000 km yang Anda tempuh, hadiah dari Lufthansa sebelum perang.
Tak lama setelah pekerja asing dan tawanan perang itu datang ke tempat kecelakaan, tentara dan orang-orang SS menutup tempat tersebut.
Biarpun demikian Erwin Goebel, putra seorang bekas walikota yang sudah meninggal, teringat bahwa ayahnya tahun 1945 bukan hanya menyimpan akta kotapraja, tetapi juga naskah-naskah dari pesawat yang jatuh itu dalam sebuah lemari di loteng.
Atas perintah orang Rusia yang datang kemudian berkas-berkas itu harus diserahkan kepada walikota yang baru, lalu dibakar.
Soalnya barang siapa menyimpan barang Nazi bisa dihukum. Peraturan itu pada dasarnya masih berlaku sampai sekarang. Maka dari itu penemu buku harian itu minta supaya kerahasiaan namanya dijaga.
(Baca juga:Paul Hausser, Panglima Perang Nazi yang Berani Melawan Hitler dan Kehilangan Satu Mata saat Bertempur)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1983)