Advertorial
Intisari-Online.com- Industri teknologi memang memiliki sejarah keterkaitan dengan seksisme dan misogini.
Namun laporan Newsweek baru-baru ini menyoroti masalah lain, yaitu karyawan Amazon dan Microsoft diketahui mengirim email ke rumah bordil dan mucikari atas nama perusahaan.
Kabar tersebut mengungkapkan banyak email dikirim ke rumah pelacuran dan mucikari antara 2014-2016.
Email tersebut mendokumentasikan perlindungan industri rumah pelacuran dan pembelian layanan dari pekerja seks yang diperdagangkan.
(Baca juga:(FOTO) Saat Membangun, Mandornya Berpikir Apa Ya? Inilah 8 Kesalahan Fatal Konstruksi Bangunan)
(Baca juga:Anda Mantan Perokok? Silakan Konsumsi 2 Jenis Makanan Ini Untuk Perbaiki Kembali Paru-paru Anda)
Di antara email-email yang diperoleh dari catatan publik Kantor Kejaksaan King County, Washington tersebut, sebagian dikirim melalui akun karyawan Microsoft, 63 dari akun Amazon, dan puluhan lainnya dari perusahaan seperti Boeing, T-Mobile, Oracle, dan perusahaan teknologi setempat.
Industri seks di Seattle memang tumbuh di samping industri teknologinya.
Pihak berwenang kota mengatakan bahwa beberapa pria menghabiskan hingga Rp677 juta per tahun untuk pekerja seks.
Alex Trouteaud, direktur kebijakandan penelitian pada organisasi anti-trafficking Demand Abolition, mengatakan kepada Newsweek bahwa industri teknologi adalah "budaya yang merangkul perdagangan manusia."
Sementara itu, pihak Microsoft langsung menanggapi kasus tersebut.
Menurutperwakilan Microsoft, Microsoft sudah lama memerangi perdagangan seks, bahkan beberapa karyawan secara sukarela menyediakan waktu dan uang untuk menangani masalah ini.:
"Jadi hanya karena disebabkan segelintir oknum, tidak berarti bahwa 125.000 karyawan kami berwatak seperti itu semuanya. Tidak ada organisasi yang kebal terhadap situasi merugikan seperti ini."
Atas kejadian ini, mengakibatkan penangkapan terhadap 18 karyawan termasuk direktur Microsoft dan petinggi Amazon.
Sedangkan pihakAmazon langsung memberikansanksi ketat bahkan pemutusan hubungan kerja ketika mengetahui seorang karyawan telah menggunakan dana perusahaan untuk tindak pidana.