Advertorial

Meski Selalu Ditunggu Kehadirannya saat Natal, Sinterklas Sejatinya Bukanlah Tokoh Natal

Ade Sulaeman

Editor

la digambarkan sebagai pria paruh baya berjubah panjang warna merah dengan renda putih di pinggirnya.
la digambarkan sebagai pria paruh baya berjubah panjang warna merah dengan renda putih di pinggirnya.

Intisari-Online.com – Tradisi bagi-bagi hadiah seperti yang dilakukan Santa Claus atau Sinterklas ternyata sudah ada jauh sebelum peristiwa Natal.

Anehnya, yang mempopulerkan Santa Claus sekarang ini malah Coca-Cola.

Hampir dapat dipastikan menjelang Natal, di segenap penjuru dunia, hiasan yang mengiringi perayaan lahirnya Isa Almasih itu ramai menyemarakkan berbagai tempat, baik yang berupa bintang, pohon terang, maupun yang berwujud Santa Claus atau Sinterklas.

Meski budaya itu berasal dari luar, toh nyatanya sering kali ditemukan di sini pada pesta perayaan Natal.

Tak hanya di gereja, terkadang juga di pusat-pusat perbelanjaan.

(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)

Dari berbagai atribut Natal tersebut, yang paling mencolok adalah Santa Claus.

la digambarkan sebagai pria paruh baya berjubah panjang warna merah dengan renda putih di pinggirnya.

Ciri yang lain adalah, ban pinggang hitam yang besar dan topi malam merah berjumbai dan sepatu bot hitam.

la datang dari langit dalam kereta terbang yang ditarik iringan beberapa rusa.

Gambar ini pulalah yang dipopulerkan dan disebarluaskan menjadi versi kartu natal buatan Hallmark, AS.

Banyak yang tak tahu, siapa sebenarnya pria gemuk yang selalu muncul di bulan Desember setiap tahunnya.

Apa hubungannya dengan perayaan Natal?

Kenapa namanya selalu dihubungkan dengan pembagian hadiah buat anak-anak?

(Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Seorang Pria yang Berpacaran dengan Bintang Film Porno Amerika)

Pelindung kaum papa dan anak-anak

Sebuah versi menjelaskan, Santa Claus yang dikenal sekarang ini merupakan perwujudan figur keteladanan seorang biarawan bernama Nicholas yang hidup di tahun 300, di Myra, kota kuno Lycia (sekarang Turki – Red).

Sejak kecil bocah ini sudah dikenal amat saleh bahkan sudah terbiasa berpuasa dua kali seminggu, Rabu - Jumat.

Setelah kematian kedua orang tuanya ia lalu masuk biara. Di usia yang masih sangat muda Nicholas diangkat menjadi uskup Myra, yang saat itu masih di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi.

Namun rupanya, kecintaannya terhadap anak-anak dan kedermawanannya atas kaum papa, kurang berkenan di hati para petinggi Roma.

Penindasan dan penganiayaan terhadap orang Kristen oleh kaisar bengis Gaius Diocletianus, yang terjadi pada masa itu membuat Nicholas amat menderita dalam kamp interniran.

Untunglah Kaisar Konstantin, pengganti Diocletianus, berbaik hati dan mau membebaskan Nicholas.

Banyak legenda dan mukjizat yang menyelimuti kehidupan Nicholas sampai meninggalnya tanggal 6 Desember 342.

Ada yang mengatakan, dalam suatu perjalanan ziarahnya ke Palestina, ia mampu menenangkan ombak dari atas kapalnya yang diamuk badai hanya dengan mengangkat tangan.

Sebuah keluarga yang dirundung putus asa bisa berubah menjadi gembira berkat pertolongannya.

Menurut cerita, di Myra ketika itu ada sebuah keluarga jujur yang amat miskin sehingga tidak bisa mengawinkan ketiga putrinya.

Pasalnya, mereka tak punya mahar atau emas kawin untuk mempelai. Akhirnya dengan diam-diam tanpa setahu orang, suatu sore Nicholas melemparkan tiga pundi-pundi uang emas lewat jendela rumah tersebut.

Kali lain ia menyelamatkan usaha pembunuhan tiga bocah oleh seorang ayah yang lalim.

Karena kebajikan dan kedermawanannya itulah ia diangkat masyarakat setempat sebagai pelindung kaum pelaut dan kaum bocah.

Pada abad-abad selanjutnya, tanggal kematian Nicholas dirayakan dengan pesta peringatan di beberapa kawasan Eropa dalam berbagai versi.

Setiap tanggal 6 Desember masyarakat Belanda mengadakan pesta Santo Nicholas dengan mengarak seorang bocah kecil didandani pakaian uskup.

Selain itu di negara lain, seorang pria tua yang berdandan ala Nicholas berkeliling kota. Ia menanyai para orang tua tentang perilaku anak-anaknya selama setahun lalu.

Anak-anak yang rajin dan bertingkah laku baik diberi hadiah, sedangkan anak-anak nakal hanya diberi seikat ranting tanaman.

Pada zaman Reformasi Protestan pada abad XVI, perayaan Santo Nicholas sempat terhenti di beberapa negara Eropa.

Di Inggris, misalnya, figur kebaikan yang sering membagi-bagi hadiah lalu digantikan dengan sosok yang disebut Father Christmas, sedangkan di Prancis muncul Papa Noel.

Keduanya dikenal sebagai tokoh fiktif yang suka memberi hadiah berlebihan kepada anak-anak. Di Jerman, Nicholas tampil dalam bentuk sosok orang berambut lebat, Pelz Nichol.

Namun di Belanda tradisi penghormatan kepada Santo Nicholas terlebih sebagai "pelindung kaum pelaut" ini masih bertahan bahkan dibawa sampai ke tanah koloninya di Amerika.

Perahu pertama Belanda yang mendarat di New York pun bertuliskan Nicholas pada lambung haluannya.

Nah, barangkali karena sulit menirukan laval Belanda untuk kata Sinterklass, mereka yang bicara bahasa Inggris menyebutnya dengan Santa Claus.

Gambaran Santa Claus ini semakin berkembang di Amerika setelah dipopulerkan lewat puisi-puisi karya Dr. Clement Clarke Moore berjudul The Night Before Christmas, yang muncul tahun 1822.

Berabad-abad kemudian Santa Claus merambah ke segenap kawasan dunia setelah kartunis AS, Thomas Nast, menokohkannya dalam figur kartun plus cerita anak-anak tahun 1863.

Mungkin yang cukup mengagetkan, temyata bentuk dan profil Santa Claus ini juga dipopulerkan oleh perusahaan minuman terkenal AS, Coca-Cola.

Tahun 1931 perusahaan ini memasukkan figur Santa ke dalam iklan-iklan image-nya. Bentuk komersial yang terakhir ini diciptakan oleh Haddon Sundblom, seorang seniman terkenal dari AS.

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1993)

(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)