Advertorial
Intisari-Online.com -Buku harian mengerikan narapidana kamp tahanan Auschwitz, yang terpaksa membantu regu pembunuh Nazi, akhirnya berhasil diuraikan—setelah hampir 75 tahun ditulis.
Marcel Nadjari, si pemilik buku harian itu, menuliskan kisah hidupnya di kamp kematian yang terkenal itu pada 1944.
Meski begitu, manuskrip tersebut, yang ia tulis menggunakan bahasa Yunani—yang merupakan bahasa aslinya—tidak terbaca sepenuhnya ketika ditemukan pada 1980.
(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
Sebelum ditemukan, buku harian ini terpendam di tengah hutan Polandia yang lembab.
Buku harian itu akhirnya diterjemahkan berkat pencitraan digital. Dari situ diketahui bagaimana Nadjiri merupakan satu dari 2.000 anggota Sonderkommando—budak Yahudi milik SS yang harus mengantar sesama Yahudi ke kamar gas.
“Sering kali saya berpikir untuk melarikan diri bersama yang lain, untuk mengakhiri ini. Tapi selalu, (keinginan) balas dendam mencegah saya melakukannya. Saya ingin dan ingin hidup, untuk membalas kematian ayah, ibu, dan adik tersayang saya,” tulis Nadjari dalam buku harian itu.
Supaya lebih aman, para sejarawan mengatakan, Nadjari kemudian memasukkan naskah setelah 13 halaman itu ke dalam botol termos, yang disegel dengan tutup plastik.
Botol plastik itu kemudian ia masukkan ke dalam kantong kulit dan menguburnya.
“Krematorium adalah bangunan besar dengan cerobong asap yang lebar dan (dilengkapi) 15 oven. Di bawah taman, ada dua gudang bawah tanah yang sangat besar. Yang pertama, tempat orang menanggalkan pakaian dan yang lain kamar kematian,” tulisnya lagi.
“Orang-orang memasukinya dengan tubuh telanjang. Dalam sekali waktu, 3.000 orang ada di dalamnya, terkunci, lalu digas. Setelah enam atau tujuh menit penderitaan, mereka akhirnya mati.”
Catatan itu juga memberikan perincian yang rumit tentang cara-cara Nazi yang menyakitkan dengan menyamarkan kamar gas sebagai pancuran.
“Tabung gas selalu dikirim menggunakan mobil Palang Merah Jerman dengan dua orang anggota SS. Mereka kemudian menjatuhkan tabung itu melalui bukaan—dan setengah jam kemudian pekerjaan kami dimulai,” tulisnya.
Setelah itu, Nadjari dan timnya akan menyeret mayat-mayat itu, termasuk wanita dan anak-anak, ke lift yang membawanya ke oven raksasa.
Dilaporkan BBC, buku harian tersebut ditemukan oleh seorang mahasiswa kehutanan Polandia yang menggali di lokasi tersebut, 36 tahun setelah buku harian dikuburkan.
Sejarawan Rusia Pavel Polian bilang bahwa hanya sepuluh persen dari catatan itu yang bisa dipecahkan saat pertama kali ditemukan.
(Baca juga:Francine Christophe, Penyintas Holocaust yang Mengenang Banyaknya Kebaikan di Kamp Konsentrasi Nazi)
Terpendam dalam tanam selama hampir empat dekade cukup untuk membuat tinta buku harian itu pudar sehingga teksnya hampir tidak mungkin dibaca.
“Keinginan Nadjari untuk balas dendam sangat kuat—itu berbeda dengan catatan-catatan yang lain. Ia lebih memperhatikan keluarganya. Misalnya, ia menentukan siapa yang ia ingini untuk menerima piano saudara perempuannya yang sudah meninggal,” ujar Polian kepada BBC.
Menurut Institute of Contemporary History di Munich, Nadjari merupakan satu dari sedikit narapidana yang bisa bertahan hidup di Auschwitz.
Ia kemudian dideportasi ke kamp konsentrasi Mauthausen di Austria saat Jerman Nazi runtuh.
Setelah perang, ia menikah dan pada 1951 pindak ke New York.
(Baca juga:Mulai dari Orang China hingga Yahudi, Inilah Bangsa-bangsa yang Diklaim Cundangi Columbus)
Waktu itu ia sudah punya satu anak laki-laki, dan pada 1957 istrinya kembali melahirkan. Kali ini seorang perempuan yang ia beri nama Nelli, yang notabene adalah nama adik perempuan Nadjari.
Sebelum perang, Nadjari bekerja sebagai seorang pedagang di Thessaloniki. Ketika pindah ke New York, ia mencari nafkah dari menjahit.
Nadjari meninggal pada 1971—sembilan tahun sebelum buku hariannya itu ditemukan—saat usianya 53 tahun.