Advertorial
Intisari-Online.com -Sebagai jenderal pasukan Sekutu yang jago bertempur, nama Bernad Law Montogomery masih sangat melegenda hingga saat ini.
Prestasinya, mendesak pasukan Jerman Nazi hingga ke Tunisia, mengganjalnya di Italia, serta menjebol benteng pertahanan Nazi Atlantik Wall di Prancis.
Lantaran prestasinya itu, tak berlebihan jika menyebutnya sebagai mesin penggulung pasukan Nazi.
Lahir di London, Inggris, pada 1887, Montgomery mulai memasuki dunia militer setelah merampungkan masa pendidikan di Royal Militery College Sandhurts.
(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
Monty, begitu panggilan akrabnya, lulus tahun 1908 dan langsung ditempatkan di satuan Royal Warwickshire Regiment yang beroperasi di India.
Pengalaman tempur pertama Monty sebenarnya tergolong kurang mulus.
Tahun 1914, ketika Perang Dunia I mulai berkobar, ia terluka saat memimpin peletonnya dalam pertempuran di Ypres, Prancis.
Akibat lukanya itu Monty kemudian dipindah menjadi perwira staf hingga perang berakhir dengan pangkat letnan kolonel.
Masa antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, nama Montgomery lebih dikenal sebagai seorang instruktur andal dalam dunia pendidikan militer.
Setelah itu baru pada 1939 ia kembali ditugaskan ke lapangan. Jabatannya adalah sebagai komando Divisi k-3 (3rd Division).
Bulan Mei 1940, saat PD II sudah meletus, ia berhasil memimpin anak buahnya keluar dari Dunkirk setelah terkepung pasukan Nazi.
Bagi London tugas ini merupakan sebuah prestasi dan menarik perhatian komandan korps AD Inggris, Letjen Brooke.
(Baca juga:Guderian, Bapak Perang Tank Nazi yang Tak Pernah Dijatuhi Hukuman oleh Sekutu Meski Dilabeli Penjahat Perang)
(Baca juga:Mustafa Kemal Ataturk, Hanya Bermodal 500 Tentara Berhasil Kalahkan 15 Ribu Pasukan Sekutu)
Brooke yang kemudian naik jabatan menjadi panglima tentara kerajaan (Chief of the Imperial General Staff) selanjutnya bisa dibilang jadi “dewa penolong” karier militer Montgomery.
Oleh Brooke, Montgomry diberi sejumlah jabatan penting.
Beruntung bagi Brooke, Monty bukanlah tipikal orang yang cuma bisa bergantung pada kekuasaan orang lain.
Setelah mengomandani korps di Inggris Selatan, ia ditunjuk untuk memegang kekuatan AD ke-8 Inggris (Eight Army) di Afrika Utara.
Posisinya menggantikan komandan sebelumnya, Jenderal Gott yang tewas setelah pesawatnya tertembak jatuh oleh seragan pasukan Nazi.
Di sini tugas utama Monty tak lain adalah memukul balik kekuatan satuan padang pasir Nazi Jerman (Afrika Korps) pimpinan Marsekal Erwin Rommel.
Kesempatan yang diberikan Brooke tak disia-siakan.
Pada November 1942 Monty membuktikan bahwa dirinya memang orang yang tepat. Ia sukses mendesak pasukan Rommel hingga masuk ke Tunisia.
Bahkan lebih jauh lagi, ia berhasil mengusir kekuatan Axis dari Benua Afrika.
Lepas dari Afrika, Montgomery sempat memimpin Eight Army di Sisilia, Italia, sebelum akhirnya kembali ke Inggris pada Januari 1944.
Pada dasarnya, Montgomery dipanggil kembali ke Inggris untuk ikut ambil bagian dalam rencana pendaratan pasukan sekutu di Prancis.
Sebuah organisasi berskala besar yang dikemudian hari dikenal dengan nama Operasi Overlord.
Dalam pelaksanaannya Montgomery berada di bawah kendali perwira tinggi asal AS yaitu Jenderal Eisenhower.
Montgomery tak begitu setuju dengan rencana awal yang diajukan untuk Operasi Overlord.
Menurutnya wilayah pendaratan kelewat sempit. Selain itu jumlah pasukan lain yang dilibatkan juga terlalu sedikit.
Berbekal reputasi yang dimililkinya ia diberi kesempatan untuk mengubah sekaligus mendesain ulang rencana itu.
Bukan cuma itu, beberapa bulan sebelum operasi, Montgomery masih sempat menyempurnakan rancangan serbuan.
Menurutnya, gabungan pasukan Inggris dan Kanada yang dikerahkan untuk menusuk posisi sebelah kanan yang pada intinya dipertahankan oleh satuan-satuan lapis baja Jerman Nazi.
(Baca juga:Demi Habisi Pasukan Nazi, Sniper Wanita Rusia Rela Berhari-hari ‘Tidur’ Bersama Mayat yang Membusuk)
(Baca juga:Kisah Muslim Albania Lindungi Pengungsi Yahudi dari Nazi Jerman Ini Semoga Bisa Menampar Kita Semua)
Dengan demikian maka posisi bagi pasukan AS yang menyerang dari kiri akan lebih terbuka.
Pada akhirnya Operasi Overlord dalam bentuk pendaratan di pantai Normandia sukses digelar 6 Juni 1944.
Operasi ini berjalan sesuai dengan apa yang disarankan oleh Montgomery.
Kesuksesan operasi membuat nama Montgomery makin berkibar namun sekaligus memicu kecemburuan Eisenhower dan perwira Inggris lain macam Air Chief Marshal Tedder.
Kesempatan keduanya buat “mengejek” kemampuan Montgomery muncul tatkala ia berjanji bakal membawa pasukannya menyeberang Sungai Seine hanya dalam tempo 90 hari sejak pendaratan.
Pada kenyataannya pasukan Monty memang sudah bisa sampai posisi itu hanya dalam tempo 77 hari saja.
Toh pihak markas besar Sekutu menganggap gerak unit-unit di bawah kendali Montgomery masih kelewat lambat.
Lepas dari adanya konflik internal, gerakan pasukan Sekutu sejak Operasi Overlord tak tertahankan.
Saat Nazi Jerman resmi menyerah di Berlin pada 4 Mei 1945 di Luneberg Health, Montgomery ikut menandatangani penyerahan itu.
Pascaperang Montgomery sempat menduduki jabatan sebagai Deputy Commander Pasukan Sekutu di Eropa sampai September 1958.
Bernard Law Montgomery wafat pada 24 Maret 1976 di Hampshire, Inggris.