Advertorial
Intisari-Online.com -Tanpa kelereng ia mungkin betul-betul menjadi orang yang lemah mental. Perhatian memang bisa mengubah jalan hidup seseorang.
Uvaldo Palomares putra seorang buruh yang miskin. Saudaranya banyak.
Celakanya, Uvaldo bodoh di sekolah. Ia terpaksa pindah dari sekolah miskin yang satu ke sekolah miskin yang lain. Akhirnya ia dianggap perlu masuk ke sekolah untuk anak-anak lemah mental.
(Baca juga:Anjing Frida Menjadi Pahlawan dan Bintang di Media Sosial Berkat Upayanya Menyelamatkan Korban Gempa Meksiko)
Pada suatu hari, ketika ia sudah tahun ketiga di kelas dua, seorang gurunya diam-diam menonton ia bermain kelereng dengan sejumlah anak lain. Semua anak itu dikalahkan Uvaldo.
Sesudah mereka selesai bermain, wanita guru itu duduk di sebelahnya. "Uvaldo, kau tahu, anak yang sepandai engkau main kelereng, sudah pasti cukup pandai untuk belajar membaca," katanya. Guru itu pun mulai mengajarinya membaca sambil terus-menerus meyakinkan Uvaldo bahwa ia mampu.
Perasaan Uvaldo terhadap dirinya sendiri lantas berubah. Ia masih ingat dengan jelas sampai saat ini betapa besar hatinya, karena merasa mempunyai guru yang yakin bahwa ia bisa belajar dan guru itu juga berusaha keras agar ia berhasil.
Guru itu tidak melcpaskan Uvaldo sampai potensi Uvaldo benar-benar berhasil diselamatkan dari kesia-siaan.
Uvaldo kini seorang psikolog Amerika yang berhasil. la tinggal di Kalifornia. Tidak terbayangkan apa yang terjadi padanya, seandainya tidak ada seorang dewasa yang benar-benar menaruh perhatian padanya.
Cerita sejati ini mengingatkan kita bahwa orang dewasa mempunyai kekuasaan untuk mengubah hidup seorang anak dan bahwa teknologi computer, otak elektronik dan sebagainya jangan sampai membuat kita lupa bahwa tetap manusia-lah yang memegang kunci untuk mengembangkan potensi sesama manusia.
Di dunia ini banyak anak yang hidup dalam kemiskinan, yang menderita dan ada pula yang orang tuanya sakit jiwa. Artinya jalan mereka ke arah sukses banyak alangannya. Namun anehnya, banyak juga di antara mereka yang bisa pandai di sekolah, menjadi pemimpin, berkembang dan sukses. Contohnya antara lain dua ini:
— Danny dilahirkan dalam kemiskinan dan diperlakukan dengan kejam. Ketika umurnya lima tahun, ibunya yang terus-menerus mengalami depresi pergi meninggalkannya. Ayah Danny pemabuk. Danny bukan hanya tidak terawat, tapi juga sering digebuk kalau ayahnya sedang mabuk. Di rumah yatim piatu ia juga mendapat perlakuan buruk sampai pernah harus dirawat di rumah sakit.
— Fred sebaliknya, anak orang terkemuka dan kaya. Tetapi orang tuanya bertengkar terus. Tidak ada hari lewat tanpa teriakan, sumpah-serapah dan gebukan. Suatu Minggu pagi ia mclihat nyawa ayahnya melayang akibat peluru yang dimuntahkan revolver yang dipegang ibunya. Fred lantas hidup di bawah perwalian pamannya yang berteman dengan penjudi, penjahat dan pelacur.
"Normalnya", anak-anak begini mengalami kelainan psikologis dan gangguan emosional karena trauma yang dideritanya. Namun, ternyata pada kedua kasus ini hal itu tidak terjadi.
Danny menjadi pemuda yang pandai menyesuaikan diri. Ia sekarang hidup dengan seorang bibi yang mengurus kesejahteraannya. Ia pandai di perguruan tinggi dan memutuskan akan menuntut karier di bidang computer programming.
Fred sekarang menyewa rumah bersama teman-temannya dan diterima belajar di Yale University. Berkat kekagumannya pada seorang guru matematika yang tak henti-hentinya membesarkan hatinya, ia berhasil memenangkan kompetisi nasional yang mencari "ilmuwan untuk masa depan".
Mereka tampaknya berhasil memperoleh kekuatan dari tokoh kharismatik yang "mengubah" jalan hidup mereka. Biasanya — tetapi tidak selalu — ibu atau ayahlah yang memainkan peran itu.
Menurut penelitian, kalau salah seorang di antara orang tua "psikotik", si anak bisa mengandalkan orang tua yang seorang lagi, yang stabil dan sehat. Namun lebih sering terjadi, keluarga jauhlah atau malah orang lainlah yang memberi mereka kekuatan.
Tokoh pemberi inspirasi pada anak bisa paman, bibi, guru, dokter, pelatih, ulama atau siapa saja yang bisa membuat si anak merasa mendapat perlindungan dan cinta kasih. Orang itulah yang merupakan jangkar si anak di lautan stress.
Menurut Jane Mercer, sosiolog, dari University of California, di kalangan anak-anak Chicano miskin di Kalifornia Selatan, guru sangat besar peranannya dalam hal ini.
Kehadiran orang yang benar-benar menaruh perhatian besar pada mereka, menguatkan anak-anak itu. Mereka jadi percaya bahwa mereka bisa mempengaruhi jalan hidup mereka. Mereka jadi insaf bahwa sukses tergantung dari kemampuan dan usaha mereka, bukan dari faktor keberuntungan.
Jadi mereka pun mau menerima tanggung jawab menentukan jalan hidup mereka dan melihat diri mereka bukan sebagai korban keadaan, tetapi penakluk keadaan.
"Semua anak", kata psikolog Urie Bronfenbrenner dari Cornell, memerlukan seseorang yang benar-benar sayang kepada mereka.
Sayang itu tidak ditentukan oleh IQ mereka, kemahiran mereka berbicara, ketajaman ingatan mereka, sifat mereka ataupun daya tarik mereka. Sayang itu juga tidak luntur menghadapi mereka setiap hari.
Di masa lalu, tidak terlalu sulit menemukan tokoh kharismatik seperti itu di kalangan keluarga sendiri. Maklum ada kakek, nenek, paman, bibi. Selain itu hubungan dengan tetangga pun akrab. Kini keadaan sudah lain.
Masyarakat kota besar sudah impersonal, padahal anak-anak perlu perasaan optimisme, rasa dipercaya dan rasa bahwa ia punya seseorang untuk jadi andalan.
Kalau kebetulan Anda orang tua, guru, paman, bibi, kakek, nenek, Anda mungkin orangnya. (Julius dan Zelda Segal)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1985)