Advertorial

Soeharto, Orang yang Paling Diuntungkan dengan Dibentuknya KOSTRAD

Moh Habib Asyhad

Editor

Hingga Caduad berubah nama menjadi KOSTRAD, Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Mandala berpangkat Mayor Jenderal, pun ditunjuk sebagai panglimanya.
Hingga Caduad berubah nama menjadi KOSTRAD, Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Mandala berpangkat Mayor Jenderal, pun ditunjuk sebagai panglimanya.

Intisari-Online.com -Ketika awal tahun 1961 KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadagan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.

Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Mandala berpangkat Mayor Jenderal, pun ditunjuk sebagai panglimanya.

Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karier Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Jadi, berkat Kostrad dan sekaligus sebagai Pangkostrad yang pertama, Soeharto memperoleh semacam batu loncatan untuk menjadi Presiden RI.

(Baca juga:Pilot TNI AL Pernah Terpaksa Daratkan Pesawat di Sawah Gara-gara Tunggu Pesawat Pak Harto Terbang)

(Baca juga:Konflik Indonesia-Malaysia ‘Kambuhan’, Hanya Inilah ‘Obat Paling Manjur’ untuk Mengatasinya Menurut Pak Harto)

Masa hidup Soeharto yang dalam karier militernya meraih pangkat hingga Jenderal Besar berbintang lima itu memang sarat perjuangan.

Karier militer Soeharto diawali dengan menjadi prajurit KNIL (1942).

Saat Jepang menduduki Indonesia setelah Belanda menyatakan menyerah, Soeharto ditunjuk menjadi prajurit PETA (Pembela Tanah Air).

Begitu Jepang kehilangan kekuasaan dan Indonesia memasuki masa transisi revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan, Soeharto yang sudah memiliki keterampilan bertempur pun bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Sebagai anggota TKR yang kemudian menjabat Batalyon X, Soeharto terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan pasukan Sekutu dan Belanda.

Pasukan Sekutu yang datang ke Indonesia pasca proklamasi 1945 itu bertugas melucuti tentara Jepang sekaligus mengambil alih kekuasaan RI ke tangan kolonial Belanda.

Soeharto saat itu berpangkat Letkol. Pasukannya antara lain terlibat dalam pertempuran besar yag berlangsung di kawasan Banyubiru, Ambarawa (Palagan Ambarawa), dan serbuan dadakan ke kota Yogyakarta yang kemudian menjadi sangat terkenal, Serangan Umum 1 Maret 1949 atau Enam Jam Di Yogya.

Pascakemerdekaan, Soeharto tetap memiliki peran yang penting dalam lingkup militer (TNI).

Tugas dan jabatan yang mempunyai nilai fenomenal atau bersejarah adalah ketika menjabat sebagai Paglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dan sekaligus penumpasan Gerakan 30 September (Gestapu), pada dekade yang sama, Soeharto juga menjabat sebagai Pangkostrad.

Irian Barat kembali ke pangkuan RI pada 1 Mei 1963 dan Gestapu berhasil diredam pada Oktober 1965.

Maret 1967, Soeharto dikukuhkan sebagai presiden ke-2 RI menggantikan Soekarno yang pada Juli 1966 dituntut mundur oleh mahasiswa dan masyarakat.

Sementara, Soeharto menjadi presiden RI dengan berbagai gejolak politik dan ekonomi yang turut mewarnai hingga 21 Mei 1998.

(Baca juga:Rahasia Tusuk Konde Bu Tien dan Kewibawaan Pak Harto)

(Baca juga:Cinta Semanis Tebu Pak Harto, Romansa Yang Menyentuh Kalbu)

Sebagai seorang militer yang telah kenyang berbagai pertempuran besar Soeharto pernah dianugrahi kehormatan tertinggi sebagai Jenderal Besar TNI.

Ia wafat pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran militer di Astana Giri Bangun, Solo, Jawa Tengah.

Artikel Terkait