Advertorial
Intisari-Online.com – Dalam suatu lokakarya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi wanita yang bekerjasama dengan F.E. Stiftung (Jerman) di Jakarta, beberapa peserta bertanya mengapa ada ikan-ikan yang bau lumpur.
Menurut ibu-ibu tersebut, bau lumpur sering mereka temukan pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias batrachus) dan ikan Bandeng (Chanos chanos).
Pertanyaan yang sama disampaikan pula kepada saya pada Penataran Guru-guru Sekolah Pertanian di BPLLP Ciawi beberapa bulan kemudian.
Bau lumpur pada daging ikan mas memang sudah sejak lama dikenal masyarakat, umumnya di daerah Bandung.
Di daerah Bojongloa, Bandung kota, kolam-kolam peternakan ikan mas memanfaatkan air buangan (sewage) dari kota.
Kolam-kolam ini memang sangat subur dengan plankton sehingga dapat memberikan produksi ikan yang relatif tinggi.
Akan tetapi ikan mas dari kolam-kolam tersebut sering kali mengandung daging yang berbau lumpur.
Kejadian yang sama sering ditemukan juga dari beberapa daerah lain yang mempunyai kondisi hampir sama dengan kolam-kolam di Bandung tersebut.
Bau lumpur pada daging ikan ternyata memang tidak hanya menimpa ikan mas saja, tapi juga pada ikan lele dan ikan bandeng.
Dan ternyata tidak hanya di Bandung atau beberapa daerah lain di Indonesia saja, tetapi terdapat pula di beberapa negara lain.
Misalnya pada ikan mas di Israel dan negara Cina, pada ikan trout di Skotlandia, dan pada ikan catfish (bangsa lele) di Amerika Serikat.
Seperti di Bandung, di Jepang, Cina, Eropa dan Israel, bau lumpur pada daging ikan mas sudah sejak lama merupakan masalah bagi para peternak ikan.
Dari segi para peternak ikan, tentu saja bau lumpur ini dapat menimbulkan masalah dalam pemasaran.
Bila kita perhatikan, ikan-ikan tersebut pada umumnya merupakan ikan yang mempunyai kebiasaan mencari makanan di dasar kolam.
Karena itu diduga bahwa kemungkinan besar ikan-ikan tersebut memakan organisme-organisme dari dasar kolam yang sudah mengandung bau lumpur.
Atau organisme-organisme tersebut termakan oleh ikan, bila bukan merupakan makanan yang dicarinya.
Akan tetapi masih menjadi pertanyaan adalah organisme apakah yang menyebabkan bau itu, dan bagaimana bau lumpur itu sampai ke daging ikan.
Sehubungan dengan bau lumpur pada ikan, pada tahun 1936, Thayson meneliti dari mana asalnya bau lumpur pada ikan trout yang ditangkap dari sungai-sungai di Skotlandia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab bau lumpur adalah sejenis jamur Actinomycetes yang tumbuh subur di dasar sungai yang kaya bahan organik.
Ikan trout tersebut menyerap suatu senyawa bau lumpur yang dihasilkan oleh jamur actinomycetes.
Kemudian pada tahun 1969, Aschner dan kawan-kawan menemukan sejenis ganggang biru, Oscillatoria tenuis, sebagai penyebab bau lumpur pada ikan mas di Israel.
Jamur dan ganggang biru tersebut diketahui juga menjadi penyebab masalah bau lumpur pada catfish di Amerika Serikat.
Suatu survey yang dilakukan oleh Lovell pada tahun 1971 terhadap industri pengolahan catfish di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih daripada 50 persen ikan-ikan dari kolam yang belum dikeringkan mengandung bau lumpur yang sangat tajam.
Di kolam-kolam tersebut di temukan actinomycetes dan ganggang biru dalam kepadatan yang tinggi.
Menurut Lovell keadaan demikian itu hanya terjadi pada saat kondisi lingkungan tertentu saja.
Selanjutnya rainbow trout yang berbau lumpur di temukan pula pada ikan-ikan yang tertangkap dari beberapa danau di Kanada Tengah.
Penelitian lebih mendalam terhadap penyebab bau lumpur pada ikan dilakukan oleh Gerber dan Lechevalier.
Menurut mereka, penyebab bau lumpur tersebut ialah suatu senyawa yang dikenal sebagai "geosmin".
Senyawa ini tidak berwarna dan berbau sangat tajam; rumus molekulnya adalah C12H22O. Geosmin berbau lumpur tersebut telah dicoba diisolasi dari beberapa jenis Actinomycetes.
Safferman dan kawan-kawan menemukan pula geosmin pada ganggang Symploca muscorum, dan Medsker dan kawan-kawan menemukannya pada Oscillatoria tenuis.
Apabila ikan memakan organisme-organisme produsen bau lumpur, maka senyawa bau lumpur tersebut akan diserap oleh saluran pencernaan dan kemudian akan sampai ke daging ikan.
Inilah yang menyebabkan daging ikan berbau lumpur. Akan tetapi kemungkinan cara lain masih ada, yaitu absorpsi senyawa bau lumpur oleh insang dan kulit ikan. Ternyata memang benar.
Suatu percobaan terhadap catfish yang dilakukan oleh Lovell membuktikan bahwa ikan itu dapat menyerap senyawa geosmin langsung dari air, terutama lewat membran insang yang kemudian masuk ke dalam darah.
Upaya yang paling mudah untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan adalah dengan cara memberoknya pada air jernih yang mengalir selama beberapa hari.
Tapi bagi peternak dan pedagang ikan, masalah berikutnya adalah penurunan berat ikan setelah pemberokan.
Cara lainnya adalah dengan mengurangi tumbuhnya organisme penyebab bau lumpur yang dapat dilakukan dengan mengurangi kandungan bahan organik di dasar kolam, menghindarkan sisa makanan tambahan yang diberikan, mematikan ganggang dengan bahan kimia dan sebagainya.
Cara pengasapan dan proses pengalengan juga ternyata dapat menghilangkan bau lumpur pada ikan.
(Ditulis oleh Komar Sumantadinata. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1980)