Penulis
Intisari-Online.com - Dalam setiap aksinya menumpas kejahatan atau aksi terorisme yang membahayakan negara, agen rahasia Israel, Mossad terkenal sangat mumpuni.
Tapi ada juga operasi-operasi Mossad yang gagal tatkala musuh yang diincarnya ternyata memiliki kemampuan kontraintelijen yang lebih mumpuni.
Akibat operasi kontraintelijen yang dilancarkan oleh lawannya, korban yang tidak diharapkan di pihak militer Israel dan Mossad pun berjatuhan.
Khususnya ketika militer Israel menghadapi serangan terencana dari para pejuang Palestina yang dilancarkan secara gerilya atau di waktu dan tempat yang tidak terduga.
Untuk mengantisipasi serangan tak terduga itu militer Israel pun selalu menerapkan kesiagaan tingkat tinggi di setiap obyek vital seperti bandara, lokasi pusat keramaian, wilayah perbatasan, dan lainnya.
Demikian pula para agen Mossad, terus berkeliaran dalam upaya mendeteksi secara dini serangan-serangan yang akan dilancarkan para pejuang Palestina.
Ketika para pejuang Palestina makin kesulitan untuk melaksanakan serangan teror terhadap pesawat-pesawat komersil Israel karena penjagaan demikian ketat, mereka mulai menyasar ke target di luar Israel.
Salah satu kelompok teroris Palestina yang paling gencar menyerang sasaran Israel adalah Black September.
Organisasi teroris yang dikeluarkan dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) akibat tindakannya yang terlalu berani dan kejam.
Pasalnya sejumlah aksi Black September kadang malah merugikan rakyat Palestina yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya.
Tapi meskipun telah didiskualikasi dari PLO, Black September ternyata tetap melancarkannya aksinya.
Black September terbentuk dari kelompok perlawanan Palestina yang dalam perjuangannya memang menyukai ‘’garis keras dan kurang perhitungan’’, yakni Front Rakyat Untuk Pembebasan Palestina (Populer Front for the Liberation of Palestine/ PELP).
Salah satu aksi yang membuat rakyat Palestina dan dunia Arab berang adalah ketika PELP melancarkan pembajakan pesawat secara besar-besaran pada bulan September 1970.
PELP yang dipimpin oleh George Habash pada 10 September berhasil membajak tiga pesawat sekaligus yang sedang terbang di sebelah utara Aman, ibukota Yordania.
Uniknya pesawat komersil yang dibajak bukan pesawat Israel melainkan pesawat Pan American 747, TWA Boeing 747 dan Swissair DC-8.
Ketiga pesawat nahas dengan total penumpang sekitar 400 orang itu kemudian dipaksa mendarat di Zarka, Yordania dan langsung ditawan oleh puluhan teroris bersenjata lengkap.
Kendati tidak ada penumpang bangsa Israel di tiga pesawat itu, teroris PELP meminta agar semua rekan-rekannya yang sedang ditahan di penjara Israel dibebaskan.
Akibat ulah pembajakan oleh PELP yang merupakan aksi terbesar dan menggemparkan dunia karena bukan hanya Israel yang dibuat berang tapi juga rakyat seluruh dunia.
Aksi teror menahan 400 orang dari berbagai warga dunia dan tiga pesawat yang diancam akan diledakkan jika permintaannya tidak dituruti jelas merupakan tindakan brutal yang tak bisa diterima akal sehat.
Selain bermaksud membebaskan kawan-kawannya para pembajak juga berniat untuk memanfaatkan AS, Inggis, dan Swiis sebagai negara yang secara politik bisa menekan Israel.
Militer Israel sebenarnya sudah tidak sabar lagi untuk melancarkan serangan komando guna membebaskan para sandera.
Tapi Menhan Israel saat itu, Moshe Dayan ternyata memiliki keputusan untuk menempuh jalan non militer yang diyakini merupakan cara lebih aman.
Cara yang ditempuh militer Israel adalah menahan sekitar 450 orang Palestina yang memiliki hubungan kerabat dengan teroris PELP.
Operasi penahanan yang berlangsung semalam itu ditujukan untuk mengancam balik para pembajak.
Jika mereka melukai para sandera sanak- saudara yang sekarang ini berada di tahanan Israel juga akan terancam kehidupannya.
Pembajak akhirnya membebaskan semua penumpang tapi sebelum mereka pergi, tiga pesawat yang dibajak langsung dibakar.
Aksi pembakaran pesawat itu jelas membuat penguasa Yordania, Raja Hussein murka karena gerilyawan PELP telah melakukan tindakan seenaknya sendiri di negeri orang.
Raja Hussein yang merasa dilecehkan lalu memerintahkan pasukannya, Legiun Arab, untuk membunuh dan mengusir dengan kejam orang-orang Palestina yang berada di perkampungan Yordania.
Tindakan kejam Legiun Arab terhadap orang-orang Palestina yang berlangsung pada 15 September 1970 ternyata memunculkan dendam baru.
Sejumlah orang Palestina yang berhasil melarikan diri ke Suriah, Libanon, bahkan Israel akhirnya berhasil membentuk kelompok gerilyawan baru bernama Black September.
Sebagai organisasi teroris yang kemudian berhasil membangun jaringan secara internasional Black September pun terus menggalang kemampuan untuk menyerang musuh bebuyutannya, Israel.
Nama ‘’September’’ bahkan dimanfaatkan oleh para teroris selain anggota Black September untuk melancarkan aksinya yang cenderung dilaksanakan setiap bulan September.
Serangan teror berkode ‘’September’’ bahkan tidak hanya membuat Israel kewalahan tetapi juga AS.
Israel pernah kalang kabut ketika teroris Black September beraksi di Munich Jerman dengan cara menyandera para atlet Israel yang bertanding dalam Olimpiade Munich (1972).
Semua atlet Israel akhirnya tewas setelah pasukan komando Jerman gagal melancarkan aksi serangan untuk membebaskan sandera.
Sedangkan salah satu serangan teror berkode ‘’September’’yang membuat AS kalang kabut adalah aksi teror 11/9/2001 di New York.