Jangan Coba-coba Jadi Playboy Jika Tak Ingin Nasibmu Sama Seperti Rick Williams yang Mengenaskan!

Moh Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com -Bagi sebagian kaum hawa, playboy—pria penakluk wanita—itu sosok yang sangat menarik. Namun, bagi yang lain, ia menjijikkan.

Sementara buat kelompok perempuan yang lain lagi, ia menarik sekaligus menjijikkan. Kadang sulit menentukan mana yang mau diikuti, mengencaninya atau membunuhnya?

Rick Williams menimbulkan perasaan seperti itu pada sejumlah wanita. Lelaki tegap bertinggi 183 cm dan berat 82,5 kg ini memperlakukan wanita ibarat tisu: sekali pakai langsung buang.

Si mata keranjang lenyap

Anehnya, Williams tetap saja berhasil membujuk seorang wanita untuk dijadikan istrinya walaupun wanita itu tahu Williams mata keranjang dan penuh tipu daya.

Wanita itu benar-benar buta; buta pada kebiasaan Williams yang suka melirik perempuan lain, buta terhadap perilaku para perempuan yang mau meladeni tatapan mata suaminya dan mengundangnya ke ranjang mereka.

(Baca juga:Meski Telah Mengencani Lebih dari 300 Perempuan Aktor India Ini Tetap Tak Mau Disebut Playboy, Alasannya Mengejutkan)

Dengan perasaan optimistis, wanita itu berbagi ranjang dengan Williams di lantai dua apartemennya di South Cornell Avenue, di daerah Hyde Park yang subur dekat Chicago, Amerika Serikat.

Ia berharap dapat memperbaiki sifat-sifat Rick Williams yang suka bertentangan.

Sudah bisa diduga perkawinan mereka cepat sekali memburuk, apalagi ditambah dengan belum hadirnya buah hati dalam rumah tangga mereka.

Pada Januari 1986, wanita itu merasa habis kesabarannva dan memutuskan untuk pergi meninggalkan apartemen.

Sayangnya, wanita itu punya masalah. la masih tetap memikirkan Rick, karena di atas segala dendamnya, ia masih mencintai suaminya. la sadar akan hal itu, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Rick Williams pun masih ingin berdekatan dengan istrinya.

Karena itu keduanya tetap melakukan kontak lewat telepon. Pada 13 Maret 1986 istri Williams muncul di kantor polisi distrik di Praire Avenue.

Ia kelihatan bingung. Kepada polisi jaga ia menjelaskan kalau dirinya sudah berulang kali menelepon suaminya pada sore hari sebelumnya, karena ada persoalan pribadi yang penting untuk dibicarakan.

Rumah dan tempat kerjanya—perushaan yang memasarkan kavling makam—sudah coba ia hubungi, tetapi suaminya tidak juga ditemukan.

Jawaban dari seorang rekan kerja Williams terdengar tidak menyenangkan: Williams tidak muncul di tempat kerja dalam dua hari terakhir, dan tidak menelepon untuk memberi tahu alasan ketidakhadirannya.

Karena itu istri Williams pergi ke apartemen suaminya malam itu, dengan harapan akan menemukannya di sana. Namun, seperti diutarakannya kepada polisi, ketukannya tidak bersambut. Tak ada yang membukan pintu.

Serbuk putih

Seorang polisi kemudian menelepon ke tempat kerja Williams untuk memastikan soal ketidakhadiran pria yang tak ketahuan keberadaannya itu.

Terdorong oleh permohonan istrinya yang merasa khawatir, polisi yang bertugas menyuruh seorang polisi yang tidak tahu masalahnya untuk menemani wanita itu kembali ke apartemen Williams.

Petugas polisi dan istri Williams mengemukakan alasan kedatangan mereka kepada pengawas apartemen, yang akhirnya setuju untuk membuka pintu apartemen Williams.

Mereka memang menemukan Williams di dalamnya, tapi tubuhnya sudah terbujur kaku. Williams tewas.

Tiga pasang mata segera terarah pada selangkangan korban yang setengah telanjang. Celana panjang berikut celana dalamnya melorot, dan tampak alat kelaminnya ... terpotong.

Polisi itu segera memerintahkan kedua orang itu keluar, sementara ia mengamankan tempat itu.

Namun, petugas itu tidak bisa bertahan lama-lama di dalam apartemen. Sebab, mayat Williams yang sudah sekian lama tergeletak di lantai ruang tamu mengeluarkan bau yang tak tertahankan.

Apalagi jendela dan pintu apartemen Williams tertutup rapat karena musim dingin.

Sejumlah detektif segera datang setelah dihubungi polisi. Mereka segera melakukan tugas karena mencium adanya tindak kriminal.

Korban telah kehilangan banyak darah, tidak hanya dari mutilasi organ seksualnya, tetapi juga dari luka-luka akibat beberapa tembakan pada tubuh bagian atas.

Tampak seluruh bagian di sekitar tubuhnya berlumuran darah.

Di dekat mayat para detektif menemukan benda yang sepertinya bisa menjadi petunjuk dan mungkin motif pembunuhan.

Benda itu berupa kantong-kantong kecil berisi serbuk putih seperti kokain, sepasang gunting, dan sebuah pisau steak yang berlumur darah.

Detektif juga mendapati tidak ada pintu dan jendela apartemen yang rusak. Itu bisa diartikan, korban mengenal si pelaku.

Kantong-kantong kecil berisi serbuk putih itu mengesankan narkoba sebagai motif, tetapi modus pembunuhan itu menyatakan sesuatu yang lain. Mutilasi alat kelamin terhadap korban biasanya menunjukkan adanya motif seksual yang kuat.

Berdasarkan pengalaman, detektif tahu bahwa orang pertama yang patut dicurigai adalah pasangan hidup korban.

Mereka tahu, istri Williams yang pertama kali melaporkan hilangnya Williams kepada polisi, taktik yang sering digunakan para pelaku kriminal untuk mengalihkan kecurigaan.

Apalagi sang istri mengaku masih mencintai Williams, meskipun kebiasaannya memikat wanita lain membuat dirinya menjadi istri yang tidak bahagia.

Walaupun demikian para penyelidik itu bahkan tidak bertanya apa pun pada istri Williams soal suaminya yang tidak pernah merasa puas terhadap wanita yang dikencaninya.

Bukti sudah ada di depan mata - pada dinding yang mengelilingi mayatnya.

Belasan foto wanita cantik tergantung di dinding, menjadi saksi bisu dari takdir mengerikan yang menimpa pria kekasih mereka.

Rupanya, semua foto itu diambil oleh Williams sendiri. Beberapa gadis berdiri di sampingnya sambil tersenyum. Para detektif menghitung, ada lebih dari 100 foto yang bisa menunjukkan suatu jumlah yang sangat "membanggakan", bahkan bagi Casanova yang sangat percaya diri sekalipun.

Berbagai bukti lain yang memperlihatkan keberhasilannya menggaet wanita ditemukan dalam sebuah laci saat dilakukan penggeledahan lebih luas diapartemen itu.

Gulungan film, yang setelah dicetak, menunjukkan kalau Williams senang memotret perempuan telanjang dalam pose menantang.

Dalam gaya Casanova sejati, Williams menyimpan gulungan-gulungan film itu secara hati-hati, dengan menempelkan label nama pada setiap perempuan, dan memberi komentar sesuai pose para model itu.

Mereka berdiri di depan kamera Williams dengan senang hati.

Tetapi apakah salah seorang dari model itu menyimpan dendam, sehingga nekad mengambil pisau atau gunting untuk menghabisi nyawa juru foto yang merasa paling macho itu?

Para penegak hukum tidak melakukan penangkapan terhadap istri korban, tetapi mereka tetap membuka kemungkinan itu sampai ada lebih banyak bukti yang mengarah pada orang yang paling dicurigai dalam kasus ini.

Siapa pun pembunuhnya, ia sungguh sangat tenang. Setelah melakukan mutilasi yang mengerikan itu, ia mencuci tangannya. Bak cuci dapur dilumuri darah yang sudah mengering.

Pernah dibui

Mayat Williams dipindahkan untuk diautopsi. Sementara para detektif sibuk ke sana ke mari menanyai tetanga Williams. Mereka tidak bisa berkomentar banyak soal Williams, keculi bahwa Williams tidak pernah bertahan lama setelah menjalin dengan seorang kekasih. Tak ada yang mengejutkan.

Pemeriksaan terhadap catatan Richard Williams di kantor pusat kepolisian lebih banyak mengungkapkan soal latar belakang korban.

Antara lain, saat masih muda dan berdinas di ketentaraan, ia pernah melakukan pemerkosaan dan sodomi pada seorang perempuan yangia jumpai di sebuah bar, lalu menganiayanya selama setelah hari sebelum akhirnya melepaskannya.

Mahkamah militer menjatuhi Williams hukuman 35 tahun penjara di Fort Leaven-worth Prison.

Ia berhasil meredam keinginannya mengunjungi bar selama enam tahun sebelum akhirnya memperoleh pembebasan bersyarat pada tahun 1965.

Selama beberapa tahun kemudian, ia berganti-ganti pacar sebelum hubungan baik mereka akhirnya putus dengan cara kasar.

Tahun 1971, salah seorang dari perempuan itu menyerangnya kembali, dengan menjadi saksi di pengadilan Cook County.

Tumpukan perkara menunda persidangan terhadapnya selama beberapa tahun, sampai empat tahun kemudian Williams diadili - dan menjalani hukuman penjara cukup lama karena terbukti melakukan penyerangan seksual.

Kali itu dia dipenjarakan di Stateville Penitentiary. Bebas bersyaratnya yang pertama ditolak, tetapi pada 1983 instansi yang memberikan bebas bersyarat meninjaunya lagi, dan memutuskan Williams siap dikembalikan ke tengah masyarakat.

Sebagai narapidana yang sudah dua kali melakukan kejahatan, Williams menggunakan bakat pendekatannya untuk memperoleh pekerjaandi pemakaman, menjual kavling makam.

Ia juga melakukan kerja sampingan sebagai pengedar kokain.

Hasil autopsi mayat Williams menunjukkan, narkoba sebagai motif pembunuhan bisa diabaikan. Menurut Dr. Robert Stine yang melakukan autopsi, Williams masih hidup saat organ kelaminnya dimutilasi.

Bisa dipastikan, luka pada bagian itu menunjukkan bekas dipotong menggunakan gunting.

Tampaknya, Williams berusaha mempertahankan diri. Hal itu terlihat dengan adanya luka dalam di tangan kirinya, karena mencoba menghindari sisi tajam gunting.

Williams yang bertubuh besar sepertinya roboh oleh terjangan peluru dari pistol kaliber 22 di bagian dadanya, diikuti beberapa tikaman gunting di tubuhnya.

Setelah itu barulah alat kelaminnya digarap. Saat mengembuskan napas terakhir, Williams sadar akan penghinaan paling hebat yang pernah diterimanya.

Mutilasi seksual menunjukkan latar belakang pembunuhan lebih pada balas dendam daripada soal narkoba. Tentu saja masih ada kemungkinan menyangkut hubungan antara seks dan narkoba.

Sejumlah spekulasi tentang hal itu telah dimunculkan oleh para detektif. Tetapi tidak ada kelanjutannya.

Pembunuhan terhadap Williams sudah berlangsung dua hari sebelumnya, namun jejak si pembunuh sedingin salju yang sedang turun di Chicago.

Para detektif sudah melakukan hal terbaik dengan mengajukan nama wanita-wanita bugil di galeri foto Williams.

Gulungan-gulungan film hanya ditandai dengan nama-nama depan wanita yang tampil dalam pose menggiurkan, tetapi tidak banyak nama yang bisa dikaitkan.

Buku petunjuk telepon yang ditemukan di sebuah laci apartemen korban memunculkan harapan diperolehnya solusi cepat tentang masalah ini.

Namun, pandangan sekilas menunjukkan, Williams tidak pernah lagi menambahkan data di gulungan film. Setiap nomor telepon hanya memiliki satu nama di samping. Yang pasti, nama-nama keluarga tidak ada dalam koleksi pria ini.

Para detektif yakin, setelah dimintai keterangan, mantan istri Williams bukanlah tersangka yang serius. Setiap gerak-geriknya di hari-hari menjelang peristiwa pembunuhan bisa dipertanggungjawabkan.

Jika si pembunuh memang seorang wanita, para detektif menduga pelakunya bukan mantan istri korban. Nyatanya, mantan istri Williams sangat membantu para penegak hukum dengan menyodorkan nama-nama teman Williams.

Dua orang penegak hukum ditetapkan untuk menangani kasus ini, yaitu Detektif Ed Schmidt dan James Cassidy.

Keduanya lalu mewawancarai para teman korban dan mereka harus menambahkan sejumlah informasi untuk melengkapi latar belakang kasus pembunuhan itu.

Pindah mendadak

Teman korban yang pertama dimintai keterangan menyatakan, Williams bersikap layaknya fotografer sukses saat bertemu dengan perempuan yang ingin dikencaninya.

Menurut dia, Williams menawari mereka bantuan untuk meniti karier sebagai model, dan tawarannya selalu ditelan mentah-mentah oleh hampir semua perempuan itu.

Setelah itu Williams tidak membutuhkan waktu lama unluk mengajak mereka masuk ke "studio"-nya, lalu melucuti pakaian mereka untuk berpose di depan kamera.

Salah seorang perempuan terakhir yang menaklukkan hati Williams dikenalkan oleh temannya sebulan sebelumnya. Kata teman Williams, wanita itu—Jackie Foggie namanya—bertubuh jangkung dan langsing, serta berwajah menarik.

Dengan paduan yang idela itu, Jackie tentu saja bersedia menjadi model dan mau menerima tawaran Williams. Tak lama setelah berkenalan, teman Williams melihat Williams dan Foggie pergi meninggalkan studio. Mereka rupanya pulang ke apartemen Williams.

Para detektif tidak menaruh perhatian terlalu banyak terhadap nama Jackie Foggie, yang juga disebut-sebut lagi dalam wawancara dengan teman-teman Williams yang lain.

Kali ini teman itu menyatakan, pada malam tanggal 13 Maret - saat pembunuhan terjadi - ia berbicara dengan Williams melalui telepon.

Menurut dia, saat itu Williams terdengar sangat kesal dan pembicaraan itu terputus oleh suara teriakan terhadap seseorang yang berada bersama Williams di sebuah ruangan.

Di tengah pembicaraan, ia sempat mendengar nama "Jackie" disebut, kemudian terdengar suara teriakan seorang wanita di belakang Williams.

Juga terdengar suara televisi dengan volume yang keras, sehingga ucapan Williams sulit didengar.

Ketika Williams bertanya apakah boleh menelepon kembali nanti, di latar belakang terdengar kata "potret" disebut oleh si wanita. Dari situ ia menduga ada perselisihan mengenai foto-fotonya yang dibuat oleh Williams.

Menurut teman itu lagi, yang mengenal Williams dengan baik, Williams bukanlah laki-laki yang bijaksana jika berhadapan dengan wanita.

Yang terlintas di benaknya, Williams bisa dengan mudah membahayakan perempuan yang mengeluh. Namun, entah bagaimana keadaannya berbalik dan Williams justru yang menjadi korban. Jadi, apakah pembunuh Williams itu Jackie?

Saat melakukan pengecekan ulang pada petunjuk telepon pribadi Williams, kedua detektif menemukan sebuah nomor seorang wanita yang menimbulkan tanda tanya. Ketika dihubungi, telepon itu tidak menjawab.

Lalu, kedua detektif itu pun menelusuri alamat itu dan mendatanginya untuk menanyai Jackie Foggie.

Tak ada yang membukakan mereka pintu. Kedua detektif itu menemui wanita pengawas apartemen, yang kemudian membawa mereka ke tempat tinggal si penyewa.

Kepada para detektif itu pengawas gedung mengatakan, Foggie pindah anpa memberi tahu sebelumnya.

Pengawas apartemen itu bahkan dapat memastikan, Jackie pergi begitu saja, belakangan baru seorang teman prianya memberitahu soal kepergian Foggie.

Dari wanita pengawas apartemen kedua detektif tahu, teman pria Foggie ternyata juga tinggal di gedung yang sama dengan Foggie.

Tanpa menunda-nunda, keduanya segera menjumpai laki-laki itu yang kemudian mengatakan kalau Foggie sudah pergi sehari sebelumnya tanpa banyak keributan.

Saat teman pria Foggie bertanya soal alasan kepindahannya yang mendadak, Foggie hanya mengatakan kalau ia bosan dengan apartemennya dan butuh suasana baru. Tak ada ucapannya yang bisa mencegah Foggie pergi.

"Foggie sekarang tinggal di Normal Avenue, tidak terlalu jauh dari sini," ujar lelaki muda itu.

Luka di wajah

Di alamat baru, ke dua delektif itu langsung tahu apa yang harus dilakukan saat Jackie Foggie membuka pintu.

Di wajah Jackie terlihat goresan yang masih baru, panjang dan dalam – goresan luka semacam itu dilakukan oleh seseorang yang berjuang mempertahankan nyawanya.

Karena itu kedua detektif dengan tenang meminta Foggie ikut bersama mereka ke markas polisi. Foggie menjadi tersangka.

Beberapa jam kemudian Foggie diminta menjelaskan kembali bagaimana ia memperoleh luka di wajah itu dan mengapa ia mendadak mengemasi kopor-kopornya dan pindah apartemen.

Setiap jawabannya tidak memuaskan. Tapi akhirnya datang juga kepastian yang ditunggu-tunggu saat Foggie diberi tahu ada seorang saksi mata yang mendengar suaranya di belakang Williams ketika sedang berbicara dengan korban via telepon pada malam pembunuhan itu.

Seperti Matahari muncul di cakrawala pada hari yang baru, si tersangka menyandarkan punggungnya di bangku dan menganggukkan kepala tanpa bisa mengelak. Jackie Foggie siap menceritakan kisahnya.

la mengenal Williams belum terlalu lama, hanya sebulan lebih sedikit. La diperkenalkan oleh seorang temannya. Williams memuji bentuk tubuh dan kecantikan wajahnya.

Bahkan, Williams bilang kalau Jackie bisa melakukan banyak hal dalam karier di dunia model.

Kemudian dilakukanlah sesi pemotretan foto telanjang yang dilanjutkan dengan bercinta. Menurut Jackie Foggie, Williams seorang pria perkasa dan suka menikmati hubungan seksual yang bervariasi.

Suatu kali, menurut Foggie, Williams melakukan hubungan seksual secara keterlaluan, tetapi ia berusaha menahan diri lebih karena rasa takut.

Jackie tetap mempunyai harapan yang tinggi untuk menjadi seorang model. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, Williams gagal menepati janji.

Biaya untuk memberi layanan seksual yang dimintanya akhirnya semakin menjadi-jadi. Williams akhirnya menjinakkan Jackie dengan kokain.

la mulai menjadikan narkoba sebagai bisnis utamanya. Ia membeli perhiasan dan sebuah mobil baru.

Di lain pihak, Jackie semakin ketagihan kokain. Dalam waktu tidak lama ia tak bisa berbuat apa-apa tanpa kokain - atau tanpa Williams yang jadi pemasok.

Jackie pun akhirnya membantu Williams menyiapkan bungkusan-bungkusan kecil kokain, yang dijual Willliams kepada pelanggan.

Mereka juga melakukan hal itu pada malam tewasnya Williams. Setelah itu, mereka menggunakan kokain dan minum alkohol. Menjelang malam, keduanya teler.

Menurut Foggie, ia menghidupkan televisi dan menonton tayangannya, sementara Williams masuk ke ruang lain untuk menelepon.

Foggie marah kepada Williams karena dipaksa melakukan hubungan seksual yang tidak disukainya dan Williams gagal menjadikannya seorang model. Ia pun memaki Williams dan Williams balik memakinya (sementara telepon masih ada di tangan Williams).

Kemudian Williams meletakkan gagang telepon dan mengambil pistol kaliber 22 yang disimpannya di laci, lalu mengarahkannya ke Foggie.

Kata Foggie, ia menyambar kaleng hair spray dan menyemprotkan isinya tepat ke mata Williams. Williams menutup wajahnya dan pistolnya jatuh ke lantai. Ia mencoba menyambar Foggie, berusaha mencakar wajahnya.

Foggie lalu menyambar pistol itu dan menekan pelatuknya berulang kali. Ketika Williams mencoba merenggutnya beberapa kali, sebelah tangannya masih menggosok-gosok matanya, sementara tangan yang lain berusaha menggapai Foggie.

Melampiaskan dendam

Akhirnya, sambil mengerang, Williams pun roboh. Revolver itu kosong. Dari lima peluru di dalamnya, dua peluru gagal mengenai sasaran dan menembus dinding.

Namun, upaya Jackie belum selesai. Dengan sengaja ia mengambil gunting yang biasa mereka pakai untuk memotong bungkus kokain.

Ketika Williams tergeletak dan sulit bernapas di lantai, ia menghunjamkannya dua kali ke dada Williams.

Foggie pun melakukan pembalasan yang terakhir. Ia membuka celana Williams dan menurunkannya sampai ke pergelangan kaki, kemudian memelorotkan celana dalamnya.

Beberapa saat kemudian hilanglah kelelakian Richard Williams.

Setelah itu masih tega juga Foggie mencari-cari dompet di celana Williams dan mengambil uangnya.

la juga melucuti cincin berlian dari tangan Williams dan mengambil kunci mobilnya. Baru kemudian ia mencuci tangannya yang berlumuran darah.

Jackie Foggie mengaku mengarahkan kembali mobil Williams ke apartemen tempat ia menggunakan kokain yang mendongkrak keberaniannya itu. Setelah beberapa jam beristirahat, ia mulai bisa berpikir lebih tenang.

Ia berpikir, semua barang bukti harus dilenyapkan.

Karena mobil Williams bisa membuka rahasianya, ia mengendarainya ke tempat terpencil, menyiramnya dengan bensin, lalu membakarnya. Jackie Foggie yang berusia 19 lahun itu didakwa sebagai pembunuh pada tanggal 17 Maret1986.

Dengan barang-barang bukti yang dikumpulkan oleh para detektif, pengakuan para saksi, dan pengakuan mengerikan yang diberikan Jackie sendiri, asisten jaksa penuntut umum George Valecich tahu apa yang harus dilakukannya.

Namun, dengan tumpukan perkara yang ada di pengadilan kota itu, dibutuhkan waktu dua tahun sebelum terdakwa berhadapan dengan jaksa.

Muncul perdebatan. Jackie tahu, ia memiliki kesempatan baik hidup di penjara akibat membunuh, melakukan mutilasi, pencurian, dan perusakan barang.

Jackie mengaku bersalah telah melakukan pembunuhan tanpa rencana. Pengakuan itu mengurangi kemungkinan ia dipenjarakan dalam waktu lama karena membunuh.

Pada 29 April 1988, Hakim Christy Berkos menjatuhi Jackie Foggie hukuman 15 tahun penjara.

Artikel Terkait