Find Us On Social Media :

Hari Radio Nasional: Suatu Kala saat Mendengarkan Radio Bisa Berakibat Hukuman Berat

By Ade Sulaeman, Senin, 11 September 2017 | 15:30 WIB

Intisari-Online.com – Sekarang kedengarannya memang mustahil, tetapi pernah ada zamannya mendengarkan radio merupakan pekerjaan subversif yang bisa dihukum berat.

Machfudi Mangkudilaga menceritakan pengalamannya dengan radio bungkam.

Setiap bulan September kita memperingati Hari Radio, karena pada bulan September 1945 Radio Republik Indonesia secara resmi mulai berkumandang di udara.

Untuk kita sekarang radio merupakan suatu hal yang biasa, yang sudah memasyarakat sampai ke desa-desa.

Kita dengan leluasa — tergantung kapasitas radionya tentu — dapat mendengarkan siaran radio yang kita sukai, entah itu Radio Republik Indonesia, radio swasta atau siaran dari luar negeri, seperti Radio Beijing, Moskwa, Australia, Belanda dan sebagainya.

(Baca juga: Dari “Badak dan Ikan” hingga “Sehabis Cukur”: Inilah Kesalahan Konyol Request Lagu di Radio yang akan Mengocok Perut Kita)

Tetapi pernah kita tahu bahwa terdapat suatu keterbatasan dalam  mendengarkan siaran radio- di Indonesia.

Jika kita membuka-buka buku penerbitan dokumentasi yang diedit oleh Prof.Dr. I.J. Brugmans dan Dr. H.J. de Graaf, yaitu NederlandschIndie onder Japanse bezetting (Hindia Belanda di Bawah Pendudukan Jepang) dari Rijksinstituut voor Oorlogsdocumentatie Amsterdam (Lembaga Dokumentasi Perang di Amsterdam), dapat kita baca bahwa pemerintah Jepang berusaha- sejak mulainya pendudukan untuk mengisolasi Indonesia dari siaran-siaran luar negeri, dengan harapan agar siaran mereka sendiri tidak diimbangi oleh siaran lain.

Saya sendiri ingin menambah fakta yang tersebut dalam buku penerbitan dokumen di atas dengan pengalaman yang saya alami sendiri mengenai pembatasan penerimaan radio pada zaman Jepang itu.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942 saya masih kanak-kanak dan tinggal di kota Garut.

Pemerintah militer Jepang memerintahkan untuk mengumpulkan semua radio yang ada di kota Garut dan sekitarnya di suatu rumah bekas seorang Belanda yang telah ditawan.

Rupanya jumlah radio di kota Garut dan sekitarnya demikian "banyaknya", sehingga dapat terkumpul di satu rumah!