Penulis
Intisari-Online.com – Sekitar tahun 1957, sekelompok biarawan dari sebuah biara harus memindahkan patung Buddha dari kuil mereka ke lokasi yang baru.
Biara tersebut pun harus dipindahkan karena untuk memberi ruang bagi pengembangan jalan raya baru melalui Bangkok.
(Baca juga:Ultah Ke-180 Kelenteng Tek Hay Kiong Tegal dan Ingatan tentang Esensi Kebhinekaan Negeri Kita)
Ketika crane mulai mengangkat patung Buddha, karena saking beratnya patung itu mulai retak. Keadaan semakin buruk karena hujan pun mulai turun.
Kepala biara yang khawatir akan kerusakan pada patung Buddha memutuskanuntuk menurunkan kembali patung itu ke tanah dan menutupinya dengan sebuah kain besar untuk melindunginya dari hujan.
Namun, sore itu ketika kepala biara kembali memeriksa patung Sang Buddha, ia menyinari dengan senter di bawah kain besar untuk melihat apakah patung Sang Budhha tetap kering.
Saat itu cahaya terlihat di bagian retakan patung, sinarnya berkilau sangat indah.
Ia memutuskan untuk melihat lebih dekat kilau cahaya ini dan bertanya-tanya apakah ada sesuatu di bawah patung itu.
Ia memegang pahat dan palu dan mulai memahat tanah liat patung itu. Saat tanah liatnya terjatuh, kilau itu semakin terang dan semakin terang.
Setelah menghabiskan waktu beberapa jam, kepala biara tersebut akhirnya berdiri di hadapan patung Buddha emas yang luar biasa.
Ternyata, beberapa ratus tahun yang lalu, patung Buddha emas telah ditutupi dengan tanah liat oleh para biarawan untuk menjaga harta berharga mereka agar tidak dijarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
(Baca juga:Bocah Laki-laki Ini Menunjukkan Cinta Sejati dan Pengorbanan demi Kesembuhan Orang yang Dicintainya)
Rahasia patung Buddha emas itu tetap utuh sampai ditemukan kembali pada tahun 1957.
Seperti halnya patung Buddha emas, banyak dari kita membiarkan emas di dalam diri kita ditutupi oleh tanah liat ketakutan dan faktor-faktor lain yang tidak memungkinkan kita bersinar dan membuat keindahan di dalam diri kita terjebak.
Suatu tempat di sepanjang jalan antara usia dua dan sembilan tahun, kita mulai menutupi esensi emas kita dan mengembangkan harga diri yang rendah karena hal-hal yang kita alami dan karena yang dikatakan pada kita serta makna negatif yang dikaitkan dengan pengalaman kita.
Yang akhirnya membuat kita meremehkan diri sendiri.
Seperti yang dilakukan oleh biksu tadi, mari raih pahat dan palu kita dan menyingkirkan tanah liat dari harga diri yang rendah sehingga kita menemukan esensi sejati kita lagi.
Seperti Biksu kita harus meraih pahat dan palu kita dan menyingkirkan tanah liat dengan harga diri yang rendah sehingga kita bisa menemukan esensi sejati kita lagi.