Lebih dari Setengah Abad Abdikan Diri untuk Kemanusiaan, Ibu Teresa dari Pakistan Itu Meninggal Dunia di Usia 87 Tahun

Moh Habib Asyhad

Penulis

Upacara kehormatan itu sekaligus merupakan penghargaan untuk pertama kali bagi seorang perempuan Kristiani di sebuah negara mayoritas Muslim.

Intisari-Online.com -Seorang Biarawati asal Jerman, Ruth Katherina Martha Pfau, yang dikenal sebagai Ibu Teresa dari Pakistan mengembuskan napas terakhir di usia 87 tahun.

Ia dimakamkan pada Sabtu (19/8) kemarin dalam pemakaman kenegaraan di Ibukota Karachi.

(Baca juga:Kisah Ibu Teresa yang Menjadi Santa: Hanya Dua Buah Sari)

Upacara kehormatan itu sekaligus merupakan penghargaan untuk pertama kali bagi seorang perempuan Kristiani di sebuah negara mayoritas Muslim.

Ruth Katherina wafat pada 10 Agustus setelah mendedikasikan lebih dari setengah abad hidupnya untuk memberantas lepra, TBC, dan penyakit-penyakit lainnya di Pakistan.

Dalam sebuah sambutan kematian, Perdana Menteri Pakistan Shahid Khaqan Abbas, memuji sepak terjang Pfau atas pelayanan yang tanpa pamrih dan tiada banding dalam memerangi lepra di Pakistan.

Apalagi selama bertahun-tahun pelayanannya, Pfau telah membuktikan bahwa tindakannya mencerminkan “kemanusiaan yang tidak mengenal batas”.

“Ia menjadi orang pertama dalam sejarah Pakistan, Karena seorang penganut Kristiani mendapatkan pemakaman kenegaraan” kata Cecil S. Chaudhry, direktur eksekutif Komisi Nasional untuk Keadilan dan Perdamaian.

Pemakaman Pfau diselenggarakan di Katedral St. Patrick Karachi pada Sabtu pagi.

Sebagi penghormatan militer Pakistan mengiringi pemakamannya dengan sejumlah tembakan salvo menggunakan meriam.

Sementara untuk mengenangkan kematiannya dan jasa-jasa Pfau, bendera nasional Pakistan juga dinaikan setengah tiang di seluruh negeri.

(Baca juga:12 Gambar Ini Menunjukkan Bahwa Dunia Ini Masih Punya Harapan dalam Kasih dan Kemanusiaan)

Pfau tiba di Karachi pada tahun 1960 dalam perjalanan ke India dan menjadi sukarelawan bagi penderita lepra di wilayah setempat.

Ketika itu ia sempat putus asa dengan penyataan para perawatyang menangani para penderita lepra bahwa tangan dan kaki mereka dikatakan sebagai “nutrisi tambahan buat tikus-tikus,”

Gambaran yang mengungkapkan bahwa penderita lepra tidak mendapatkan penanganan serius dari pemerintah.

Pfau memutuskan untuk tinggal di Pakistan dan bekerja sebagai perawat kesehatan.

Ia juga mengupayakan dan mengorganisir terbentuknya rumah sakit yang layak bagi penderita lepra.

Perjuangan gigih Pfau menampakkan hasil dengan berdirinya rumah sakit untuk penderita lepra, Marie Adeleide Leprosy Centre pertama di Karachi.

Atas jasa dan kinerja tim Pfau pada tahun 1996 , Pakistan berhasil mengendalikan lepra – satu-satunya negara Asia yang pertama melakukan hal itu.

Organisasinya kini menjadi 157 pusat kontrol lepra, dengan lebih dari 800 staf.

(Baca juga:Tak Mau Kalah dari Korea Utara, Pakistan Juga Luncukan Rudal yang Bisa Bawa Hulu Ledak Nuklir dari Kapal Selam)

Wafatnya Pfau yang dalam karya hidupnya mirip dengan sepak terjang Ibu Theresa merupakan kehilangan besar bahi Pakistan terhadap sosok pejuang kemanusiaan itu.

Tapi sekaligus menjadi inspirasi bagi pemerintah Pakistan untuk meneruskan karya Pfau melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat berkesinambungan dan lebih optimal.

Artikel Terkait