Tak Hanya Kim Jong-un, Presiden Iran Hassan Rouhani Juga Kirim Ancama ke Donald Trump, Besok Siapa Lagi?

Moh Habib Asyhad

Penulis

Hassan menyebut Iran akan meninggalkan kesepakatan nuklir 2015 jika Amerika Serikat terus menerapkan sanksi baru.

Intisari-Online.com -Ancaman terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump tak hanya datang dari Pemimpin Korea Utara Utara Kim Jong-un. Paling baru, Trump juga mendapat ancaman dari Presiden Iran Hassan Rouhani.

Dilaporkan Kompas.com, Hassan menyebut Iran akan meninggalkan kesepakatan nuklir 2015 jika Amerika Serikat terus menerapkan sanksi baru.

Rouhani, dalam sebuah pidatonya di Teheran pada Selasa (15/8/2017) secara terang benderang menyerang Trump.

(Baca juga:Amerika Serikat dan Korea Utara Terus Saling Lempar Ancaman, Jepang Gelar Latihan Hadapi Serangan Rudal Nuklir)

“Saya akan menunjukkan kepada dunia, bahwa Amerika Serikat, bukan rekan yang baik," kata dia seperti dikutip AFP.

Ia juga mengungkapkan pernyataan tegasnya, setelah kesepakatan nuklir Iran berada dalam tekanan, menyusul pemberlakuan sanksi baru dari AS.

“Mereka yang mencoba kembali dengan gaya ancaman dan sanksi adalah tahanan dari delusi masa lalu mereka,” kata Rouhani.

Iran sejatinya lebih memilih tetap menghormati kesepakatan nuklir. Menurutnya, itu adalah bentuk kemenangan untuk perdamaian dan diplomasi dalam perang dan unilateralisme.

“Namun ini bukan satu-satunya pilihan,” tegas dia.

Rouhani bahkan menyebut Trump sebagai mitra yang tak dapat diandalkan, bukan hanya untuk Iran tapi juga untuk seluruh sekutu AS.

“Dalam beberapa bulan terakhir, dunia telah menyaksikan bahwa AS, selain janjinya yang terus-menerus dan berulang-ulang dalam JCPOA (kesepakatan nuklir), juga telah mengabaikan beberapa kesepakatan global lainnya,” tegasnya.

Rouhani menyoroti keputusan Trump untuk menarik diri dari kesepakatan iklim Paris, dan juga kesepakatan perdagangan internasional.

(Baca juga:Yuk, Berkenalan Dengan Sajad Gharibi, Pemuda Asal Iran yang Dijuluki Hulk di Dunia Nyata)

"AS menunjukkan kepada sekutu sendiri, bahwa AS bukanlah mitra yang baik. Atau bagian dari negosiasi yang andal," kata Rouhani.

Iran meyakini, pemberlakuan sanksi tersebut telah menciderai kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan sejumlah kekuatan dunia.

Sementara, AS menegaskan bahwa sanksi baru tersebut tak terkait kesepakatan nuklir yang telah ada.

Dalam kesepakatan tahun 2015, Iran telah setuju untuk mengurangi aktivitas nuklirnya dengan balasan pengurangan sanksi ekonomi.

Sementara, sanksi baru AS yang menargetkan program rudal Iran dan pelanggaran hak asasi manusia, disebut tidak tercakup dalam kesepakatan nuklir di tahun 2015.

Namun, Iran mengatakan, menentang kesepakatan ini dan akan mengajukan keluhan kepada komisi yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan tersebut.

Sebelumnya, Minggu kemarin, Parlemen Iran menyetujui lebih pengucuran dana lebih dari setengah miliar dolar AS untuk pendanaan program rudal, dan operasi luar negeri Garda Revolusi.

Hal itu pun dilakukan sebagai bagian dari respons atas sanksi baru AS.

(Baca juga:Selalu Menyulitkan dan Pernah Kalahkan Pasukan Israel, Pejuang Hizbullah adalah Pamor Iran untuk Mencari Ketenaran Internasional)

Rouhani juga diberitakan telah berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin malam.

Keduanya sepakat untuk membangun kerjasama militer di seluruh wilayah tersebut.

"Teheran menyambut baik kehadiran aktif investor Rusia dalam proyek infrastruktur besar termasuk di bidang industri dan energi," demikian disebutkan dalam keterangan Kantor Kepresidenan Iran.

(Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul "Kini, Presiden Iran yang Tebar Ancaman Keras kepada Donald Trump")

Artikel Terkait