Find Us On Social Media :

Pemberontakkan PRRI, Peperangan Berdarah yang Berakhir dengan Pengampunan Demi Utuhnya NKRI

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 13 Agustus 2017 | 17:30 WIB

Intisari-Online.com - Salah satu peristiwa pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia yang hingga saat ini  menjadi seperti trauma sejarah adalah pemberontakan yang dilancarkan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Pemberontakan ini terjadi pada 1958.

Trauma yang ditimbulkan dari perseteruan hancur-hancuran ini adalah hilangnya putera-putera terbaik bangsa yang seharusnya saling bahu-membahu membangun negara.

(Baca juga: Kisah Unik Seputar Biaya Kelebihan Bagasi: Memicu Ancaman Teroris hingga Pemberontakan)

Lebih lagi, penumpasan terhadap PRRI oleh Pemerintah Pusat RI sesungguhnya merupakan perang saudara karena yang berseteru adalah sesama warga negara Indonesia sehingga hasil dari perseteruan bersenjata itu hanya kerugian belaka.

Pemicu berdirinya PRRI di Sumatera adalah  Mr Sjafrudin Prawiranegara yang sebenarnya merupakan tokoh yang sangat berjasa bagi Pemerintah RI waktu itu dan juga merupakan sosok yang dikenal baik oleh Presiden Soekarno.

Selama Perang Kemerdekaan (1948-1949), khususnya ketika berlangsung agresi Belanda yang kedua di Yogyakarta, setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap serta diasingkan ke Pulau Bangka, Sjafrudin diangkat menjadi Ketua Pemerintah Darurat RI (1948).

Berkat usaha Pemerintah Darurat yang dipimpin Sjafruddin, Belanda yang semula mengedepankan kekuatan militer kemudian terpaksa berunding dengan Indonesia melalui Perjanjian Roem-Royen.

Hasil perundingan sangat menguntungkan RI karena Seokarno dan kawan-kawannya dibebaskan serta kembali lagi ke Yogyakrta.

Pemerintahan Darurat kemudian diserahkan lagi ke Soekarno-Hatta pada 14 Juli 1949 di Jakarta.

Setelah itu, Sjafruddin menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan selanjutnya Menteri Keuangan serta Gubernur Bank Indonesia (1951).

Upaya pemisahan diri PRRI yang dimotori oleh Mr Sjafrudin jelas merupakan hal yang mengejutkan sekaligus menjadi ancaman serius bagi Pemerintahan Presiden Soekarno dan NKRI.

Presiden Soekarno yang menyadari betapa besar jasa Sjafruddin kepada RI berusaha keras menyelesaikan masalah secara damai tapi tidak berhasil.