Penulis
Intisari-Online.com –Suatu hari Bung Karno ingin pergi sore hari bersama Ibu Fatmawati. Tetapi mobil Bung Karno tidak dapat distater oleh Pak Arif, sopirnya.
Begitu tutup mesinnya dibuka, ketahuan akinya tidak ada.
Ternyata aki mobil dipakai oleh ajudannya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu dan tanpa seizin Bung Karno. BK pun marah.
(Baca juga:Di Ende, Bung Karno Dikucilkan dari Keramaian, Namun Justru di Situlah Pancasila Dilahirkan)
Jelas, anggota pengawal pribadi tak berani berkutik. Dengan sikap sempurna mereka berdiri tegap, tidak berani bergerak sedikit pun, kecuali mata yang berkedap-kedip.
Akhirnya BK malah tertawa melihat mereka.
Pernah suatu hari di Jakarta, BK marah sekali. Delapan orang pengawal dikumpulkan lalu ditempeleng satu per satu.
“Saya mohon Bapak sabar dulu….,” kata Mangil, salah satu korban kemarahan.
Belum sampai habis bicara, BK membentak Mangil, “Diam!”
Para pengawal yang baru saja menerima hadiah bogem mentah itu cuma saling pandang sambil ketawa kecil.
(Baca juga:Arsilan Tukang Kebun Bung Karno: Saya Belajar Ilmu Ikhlas dari Bung Karno)
Benar juga setelah kembali ke istana, Bung Karno memanggil Mangil, dan berkata, “Mangil, kau mau tidak memaafkan Bapak? Bapak meminta maaf kepada anak buahmu. Ternyata Bapak berbuat salah kepada anak buahmu.”
Kemudian Bung Karno merangkul Mangil. Belakangan diketahui, BK telah menerima laporanyang salah dari orang lain mengenai salah satu anak buah Mangil.
Biasanya, kalau BK sedang marah, tidak ada yang berani menghadap, kecuali Prihatin, salah seorang anggota Polisi Pengawal Pribadi Presiden.
Ketika makan bersama di Istana Tampaksiring di Bali, BK berkata, “Kamu orang itu terlalu. Kalau saya sedang marah, selalu Prihatin yang suruh menghadap. Dia sering kena semprot padahal dia tidak salah.
Saya merasa kasihan sama Prihatin. Besok kalau saya ke luar negeri, Prihatin akan saya ajak. Lha mbok kalau saya sedang marah, yang disuruh menghadap saya seorang wanita cantik dengan membawa map surat-surat yang harus saya tanda tangani, ‘kan saya tidak jadi marah.
Jullie te erg. Lagi-lagi Prihatin yang datang!” Betul saja, waktu BK pergi ke Kanada, Prihatin diajak.
(Baca juga:Kisah Ahmad yang Tetap Setia Berjualan Asinan Buah Sejak Zaman Soekarno)
Suatu pagi BK jalan kaki mengelilingi istana. Dari arah kamar ajudan presiden, ia mendengar suara radio diputar keras.
Ia bertanya kepada pengawalnya, “Siapa itu yang nyetel radio keras-keras?” Polisi pengawal menjawab bahwa radio itu ada di dalam kamar ajudan.
Sang ajudan presiden masuk ruang ajudan itu berkata, “Kunnen jullie niet leven zonder radio?” (Tidak dapatkah kalian hidup tanpa radio?).
(Diambil dari Majalah Intisari edisi Juli 1999)