Find Us On Social Media :

Hati-hati, Makanan Berprotein Tidak Boleh Bertemu dengan Minuman Manis. Ini Alasannya!

By Agus Surono, Kamis, 27 Juli 2017 | 16:30 WIB

Minuman bergula akan berefek buruk jika berdampingan dengan makanan berprotein

Intisari-Online.com – Yang sering makan di restoran makan cepat saji seperti McDonald’s harap memperhatikan ini.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal akses terbuka BMC Nutrition menyimpulkan bahwa mengkonsumsi makanan berprotein tinggi dan minuman bergula mengurangi efisiensi metabolisme, yang mungkin mendorong tubuh untuk menyimpan lebih banyak lemak.

Kita semua tahu bahwa minum terlalu banyak minuman manis tidak baik untuk lingkar pinggang, gigi, atau kesehatan bagian tubuh lain. Nah, dari penelitian ini ternyata minuman bergula pun bisa mengubah bagaimana tubuh kita memecah makanan.

Penelitian oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menemukan bahwa minuman manis dengan makanan mengurangi oksidasi lemak sekitar 8 persen. Jika makanan yang dimaksud adalah 15 persen protein, minuman bergula mengurangi oksidasi lemak rata-rata 7,2 gram. Dengan makan protein 30 persen, oksidasi lemak rata-rata menurun 12,6 gram.

"Kami terkejut dengan dampak minuman manis pada metabolisme saat mereka dipasangkan dengan makanan protein tinggi," kata penulis utama Dr Shanon Casperson, dari Pusat Penelitian Nutrisi Manusia, Research Institute, USDA-Agricultural Research Service.

(Baca juga: Enam Hal yang Akan Terjadi Pada Tubuh Bila Sering Mengonsumsi Minuman Soda)

"Kombinasi ini juga memicu penelitian lain untuk makan makanan gurih dan asin selama empat jam setelah makan."

"Kami menemukan bahwa sekitar sepertiga dari kalori tambahan yang diberikan oleh minuman bergula tidak dikeluarkan, metabolisme lemak berkurang, dan butuh sedikit energi untuk memetabolisme makanan," tambah Dr Casperson.

"Efisiensi metabolisme yang menurun ini mungkin 'yang utama' bagi tubuh untuk menyimpan lebih banyak lemak."

Untuk mengungkap ini, para peneliti mengumpulkan 27 orang dewasa sehat, yang rata-rata berusia 23 tahun, dan mengamatinya selama dua periode 24 jam.

Mereka menghabiskan 24 jam mereka di ruang kalorimeter yang mengukur pergerakan, oksigen, karbon dioksida, suhu, dan tekanan untuk menentukan pengeluaran energi dan metabolisme mereka.

Pada salah satu kunjungan, mereka menerima dua makanan protein 15 persen untuk sarapan dan makan siang, lalu dua makanan protein 30 persen pada kunjungan lainnya.