Penulis
Intisari-Online.com - Suatu pagi tujuh tahun yang lalu, Terry Gobanga, 24 tahun, terbangun sebagai wanita yang bahagia.
Hari itu adalah hari pernikahannya. Namun ketika ia sedang mempersiapkan pesta pernikahannya, ternyata pakaian tunangannya yang akan dipakai di hari bahagia itu tertinggal.
Dia meminta seorang teman, Judy, untuk mengantarkan pakaian itu ke tunangannya. Saat itu sekitar pukul 5.45 dan karena Judy tidak mengenal kawasan Buruburu di Nairobi, Terry mengantarnya ke stasiun bus.
Saat Terry berjalan pulang, dia melihat tiga pria di sebuah mobil yang terparkir mengamatinya dengan saksama. Salah satunya duduk di atas kap bagasi mobil.
Terry tidak begitu memperhatikan mereka karena hatinya begitu berbunga-bunga. Tapi saat dia melewatinya, pria yang duduk di kap bagasi itu menariknya, memaksanya masuk ke kendaraan dan mobil itu pun langsung pergi. Dia hampir tidak sempat meminta bantuan.
"Saat itu saya berpikir ini adalah lelucon besar karena ini adalah hari pernikahan saya," kata Terry, yang merupakan seorang pendeta.
Dua pria di dalam kendaraan mulai memukulnya dan menyuruhnya untuk bekerja sama dengan mereka atau mereka akan membunuhnya.
Salah seorang pria mengancamnya dengan pisau dan dia lalu sadar bahwa hidupnya dalam bahaya.
Diperkosa bergiliran
Mobil itu mulai melaju kencang saat orang-orang itu memperkosanya secara bergantian. Agar tak menjerit mulutnya disumpal dengan kain.
Ketika salah seorang pria melepas kain yang menyumpal mulutnya, Terry langsung menggigit alat vital pria itu.
Pria itu menjerit kesakitan, namun salah satu dari mereka menusuk perut Terry.
Kemudian mereka membuka pintu dan menendang Terry keluar dari mobil yang tengah melaju.
Terry berada di tempat yang ratusan kilometer jaraknya dari rumahnya, di luar kota Nairobi. Lebih dari enam jam berlalu sudah sejak ia diculik.
Seorang anak melihat Tery dibuang di jalanan dan memanggil neneknya. Orang-orang datang berlarian.
Ketika polisi datang, mereka mencoba memeriksa nadi Terry, namun tak ada seorang pun yang bisa mendengar detak jantungnya.
Mereka pikir Terry sudah mati, lalu membungkus badannya dengan selimut dan mulai membawa Terry ke kamar mayat.
Tapi dalam perjalanan ke sana, Terry tersedak dalam selimut dan terbatuk.
Polisi itu berkata, "Ia masih hidup?"
Dia kemudian memutar balik kendaraannya dan mengantar Terry ke rumah sakit pemerintah terbesar di Kenya.
Tery tiba di rumah sakit dalam keadaan terguncang, bergumam tak jelas. Dalam kondisi setengah telanjang dan berlumuran darah, serta wajah bengkak karena ditinju Terry masuk ke RS.
Namun seseorang mengingatkan ke kepala perawat karena ia menduga Terry adalah seorang pengantin perempuan.
Orangtua panik
"Mari kita tanya ke gereja-gereja untuk mencari tahu apakah mereka kehilangan pengantin perempuan," katanya pada para perawat.
Secara kebetulan, gereja pertama yang mereka hubungi adalah All Saints Cathedral. "Apakah Anda kehilangan seorang pengantin perempuan?" tanya perawat itu.
Lalu pengurus gereja mengatakan, "Ya, ada pernikahan jam 10 dan pengantin perempuan tidak datang."
Ketika Terry tidak datang ke gereja, orangtuanya panik. Orang-orang pun disebar untuk mencari Terry. Desas-desus beredar.
Beberapa orang bertanya-tanya, "Apakah ia berubah pikiran?"
Sementara yang lainnya mengatakan, "Tidak, ini bukan sifat dia, apa yang terjadi?"
Setelah beberapa jam, mereka akhirnya harus membongkar dekorasi karena ada upacara lain yang akan dilangsungkan.
Harry, sang pengantin laki-laki menunggu di ruang lain di dalam gereja.
Ketika mereka mendengar tentang keberadaan Terry, orangtuanya segera datang ke rumah sakit bersama seluruh rombongan.
Harry membawa gaun pengantin Terry.
Namun, peristiwa ini sudah didengar media, jadi ada banyak wartawan di sana.
Rahim kena luka tusuk
Terry dipindahkan ke rumah sakit lain sehingga ia memiliki lebih banyak privasi. Di sanalah para dokter menjahit luka-luka yang diderita dan memberitahu sebuah kabar buruk.
"Luka tusukan menembus jauh ke dalam rahim Anda, jadi Anda tidak bisa punya anak."
Terry diberi obat kontrasepsi, juga obat antiretroviral untuk melindunginya dari HIV dan AIDS. Pikirannya tertutup, menolak menerima apa yang telah terjadi.
Harry terus mengatakan bahwa ia masih ingin menikah dengan Terry. "Saya ingin menjaganya dan memastikan ia kembali sehat dalam pelukan saya, di rumah kami," katanya.
Terry mengakui dengan jujur bahwa ia tidak berada dalam posisi untuk mengatakan 'ya' atau 'tidak' karena pikirannya dijejali dengan wajah ketiga pria itu, dan dengan segala sesuatu yang telah terjadi.
Beberapa hari kemudian, saat obat penenang mulai berkurang, Terry bisa menatap mata Harry.
“Saya terus meminta maaf. Saya merasa telah mengecewakannya,” kata Terry.
Terry merasa sakit hari mendengar beberapa orang menyalahkan dirinya yang telah meninggalkan rumah di pagi hari. “Sungguh menyakitkan, tapi keluarga saya dan Harry mendukung saya.”
Polisi tidak pernah menangkap para pemerkosa itu.
“Saya menanti dan menanti, tapi saya tidak mengenali satu pun dari para pemerkosa itu, dan itu menyakitkan bagi saya. Saya memulihkan kondisi saya – 10 langkah maju, 20 mundur.”
Pada akhirnya Terry kembali ke kantor polisi dan berkata, "Saya sudah selesai, saya hanya ingin menyelesaikannya."
Tiga bulan setelah serangan itu terjadi, Tery diberitahu bahwa ia negatif HIV dan ia pun sangat bersemangat. Namun ia mesti menunggu tiga bulan lagi untuk memastikannya. Meski begitu, Harry dan Terry mulai merencanakan pernikahan kedua mereka.
Meski sangat marah dengan gangguan pers, namun dari pemberitaan itu Terry bisa bertemu dengan Vip Ogolla, seorang korban perkosaan juga.
“Kami berbicara, dan ia mengatakan kepada saya bahwa dirinya serta dan teman-temannya ingin menggelar pernikahan saya, tapi saya tidak perlu keluar uang sepeser pun.
"Lakukan apa saja, apa pun yang kamu mau," katanya.
Terry sangat gembira. Ia bisa memilih berbagai kue pesta, yang lebih mahal. Selain bisa menyewa gaun, ia pun bisa memiliki baju pengantin lainnya.
Bulan madu yang tragis
Pernikahan kedua itu dilaksanakan pada Juli 2005, tujuh bulan setelah rencana pernikahan pertama yang gagal. Mereka pun pergi berbulan madu setelah pernikahan itu.
Selang 29 hari kemudian, di suatu malam yang dingin, Harry dan Terry berada dalam rumah. Harry menyalakan kompor arang dan membawanya ke kamar tidur.
Setelah makan malam, Harry memindahkannya karena ruangan itu benar-benar hangat. Sementara Terry berada di bawah selimut saat Harry mengunci rumah.
Saat di tempat tidur Harry mengatakan merasa pusing, tapi mereka tidak pikir tidak ada apa-apa.
Malam itu begitu dingin, sehingga mereka tidak bisa tidur, jadi Terry menyarankan untuk membawa selimut lagi. Tapi Harry mengatakan ia tidak bisa membawanya karena tidak kuat.
Anehnya, Terry juga tidak bisa beranjak. Mereka menyadari ada yang tidak beres.
Harry kemudian pingsan.
Terry memaksa untuk beranjak dari tempat tidur, lalu muntah. Namun karena itu ia memperoleh kekuatannya.
“Saya mulai merangkak ke arah telepon. Saya menelepon tetangga saya dan berkata, ‘Ada yang tidak beres, Harry tak sadarkan diri’."
Tetangganya langsung datang, tapi butuh waktu lama bagi Terry untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka ia ambruk tak sadarkan diri.
“Saya terbangun di rumah sakit dan bertanya di mana suami saya berada. Mereka bilang mereka sedang merawatnya di kamar sebelah.
Saya berkata, ‘Saya adalah seorangpendeta, saya telah melihat cukup banyak dalam hidup saya, saya ingin Anda terus terang kepada saya.’"
Dokter menatap Terry dan berkata, "Maaf, suamimu tidak tertolong."
Terry tidak bisa memercayainya.
Peti mati
Kembali ke gereja untuk pemakaman adalah hal yang sangat mengerikan. Baru sebulan yang lalu Terry ke sana dengan gaun putih, bersama Harry berdiri di depan dan terlihat tampan dengan jasnya. Kini, ia mengenakan pakaian serba hitam dan melihat suaminya dimasukkan ke dalam peti mati.
Orang-orang mengira Terry telah dikutuk dan mereka menjauhkan anak-anak mereka dari Terry. "Ada pengaruh buruk yang dalam dirinya," kata mereka.
Pada satu titik, Terry benar-benar memercayainya.
Namun, yang sungguh menyakitkan hatinya, ada yang menuduh ia telah membunuh sang suami. “Itu membuat saya sangat sedih karena saya sedang berduka.”
Hasil autopsi menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. Harry meninggal akibat keracunan karbonmonoksida yang memenuhi paru-parunya; ia tercekik dan tersedak.
“Saya hancur berkeping-keping. Saya merasa dikecewakan oleh Tuhan, saya merasa dikecewakan semua orang.
“Saya tidak percaya bahwa orang bisa tertawa, pergi keluar, dan hanya menjalani hidup. Saya terpuruk.”
Suatu hari Terry sedang duduk di balkon melihat burung-burung berkicau. "Tuhan, bagaimana kau bisa merawat burung-burung ini, tapi saya tidak?" tanya Terry.
Pada saat itu Terry ingat ada 24 jam dalam sehari - duduk dalam keadaan depresi dengan gorden tertutup. Tanpa terasa sudah seminggu, sebulan, setahun terbuang sia-sia. Itu adalah kenyataan yang sulit.
Terry kemudian memutuskan untuk tidak akan pernah menikah lagi. “Tuhan mengambil suami saya, dan rasa kehilangan itu terlalu banyak. Itu adalah sesuatu yang tidak saya inginkan pada siapa pun. Rasa sakitnya luar biasa.”
Jatuh cinta
Tapi ada satu orang - Tonny Gobanga - yang terus berkunjung. Ia mendorong Terry untuk berbicara tentang suaminya dan memikirkan masa-masa indah.
Ketika Tonny tak menelepon selama tiga hari, Terry sangat marah. “Saat itulah saya tersadar bahwa saya telah jatuh cinta padanya.”
Ketika suatu hari Tonny berniat meminang Terry, ia menyuruh Tonny untuk membeli majalah, membaca kisahnya dan memberitahukan dia apakah Tonny masih mencintainya.
“Ia kembali dan mengatakan bahwa ia masih ingin menikahi saya.
“Tapi saya mengatakan kepadanya, ‘Dengar, ada hal lain - saya tidak bisa punya anak, jadi saya tidak bisa menikah denganmu.’
Akan tetapi Tonny tetap bersikeras dan berpendapat bahwa anak-anak adalah anugerah dari Tuhan. Jika bisa mendapatkannya, amin. Jika tidak, ia akan punya lebih banyak waktu untuk mencintai Terry.
Saya berpikir, "Wow, jadi saya menerima pinangannya.”
Tonny pulang untuk memberi tahu orangtuanya, mereka sangat gembira. Namun ketika mereka mendengar cerita tentang Terry, mereka pun berubah pikiran. "Kamu tidak bisa menikahinya, ia sudah dikutuk."
Toh pernikahan itu tetap berlangsung meski tidak dihadiri ayah Tonny. Ada 800 tamu yang datang ke pernikahan mereka. Kebanyakan tamu diliputi rasa penasaran.
Terry datang ke gereja lagi untuk menerima pemberkatan setelah tiga tahun pernikahannya yang pertama.
"Saya di sini lagi, Bapa, tolong jangan biarkan ia mati."
Saat jemaat berdoa untuk mereka, pecahlah tangisan Terry.
Kabar gembira, hamil
Setahun setelah mereka menikah, Terry merasa tidak enak badan dan pergi ke dokter. Yang mengejutkan dokter mengatakan Terry hamil.
Seiring berjalannya bulan, Terry harus banyak istirahat karena bekas luka tusukan di rahimnya.
Tapi semua berjalan dengan baik, dan mereka memiliki bayi perempuan yang dinamai Tehille. Empat tahun kemudian, mereka memiliki seorang bayi perempuan lagi yang diberi nama Towdah.
Kelahiran itu memberikan kebahagiaan lain bagi Terry: hubungannya dengan ayah mertuanya membaik.
Terry kemudian menulis sebuah buku, berjudulCrawling out of Darkness(Merangkak di Kegelapan) yang bertutur beratnya menghadapi cobaan yang dialaminya. “Apa yang saya alami semoga memberi harapan kepada orang-orang untuk bisa bangkit kembali.”
Terry pun mulai merintis sebuah organisasi bernama Kara Olmurani. “Kami bekerja dengan para penyintas pemerkosaan, bukan korban pemerkosaan.”
Organisasi itu menawarkan konseling dan dukungan. Mereka ingin membangun sebuah rumah bagi para penyintas agar mereka bisa datang dan menemukan pijakan sebelum kembali menghadapi dunia.
Terry sudah memaafkan orang-orang yang memerkosanya. Tidak mudah tapi ia menyadari bahwa tidak bermanfaat marah kepada orang-orang yang mungkin tidak peduli.
“Agama saya mengajarkan untuk memaafkan dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan.
“Yang paling penting adalah berduka. Melaluinya. Marahlah sampai Anda bersedia melakukan sesuatu tentang situasi Anda.
“Anda harus terus maju, merangkak jika harus melakukannya. Tapi teruslah maju meraih takdir Anda karena takdir sudah menunggu, dan Anda harus berjalan dan mendapatkannya.”