Jangan Langsung Bangga dengan Gigi Putih dan Kulit Sehat, Ada Bahaya Mengintai di Baliknya

Agus Surono

Penulis

Ini Dia 7 Kegunaan Lain dari Pasta Gigi

Intisari-Online.com – Bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk sabun dan pasta gigi ternyata menyebabkan resistensi antibiotik dan memicu menyebarnya superbug, menurut penelitian baru.

Adalah triklosan yang menjadi biang itu semua. Periset menemukan bahwa bahan kimia yang ditemukan di sabun, pasta gigi, dan produk pembersih itu bisa membuat bakteri lebih kebal terhadap antibiotik.

Sebuah penelitian baru di Inggris menemukan bahwa bakteri yang terpapar triklosan bisa menjadi lebih tahan terhadap kelompok antibiotik yang dikenal sebagai kuinolon.

Kuinolon adalah antibiotik umum yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, sinusitis, bronkitis, dan pneumonia.

Peringatan tersebut datang hanya setahun setelah penggunaan triclosan dalam sabun antibakteri dilarang oleh Food and Drug Administration (FDA) AS.

(Baca juga: Di AS, Sabun yang Mengandung Triklosan Mulai Dilarang)

Apa itu triklosan?

Triklosan adalah bahan 'aktif' dalam banyak sabun dan produk pembersih yang diklaim memiliki sifat antibakteri dan antijamur.

FDA melarang produk kimia dari produk konsumen setelah ilmuwan mengungkapkan bahwa tidak ada gunanya membunuh kuman selain menggunakan air panas dan sabun biasa.

Meski begitu, bahan ini masih bisa ditemukan di berbagai produk rumah tangga, termasuk sabun, pasta gigi dan mainan anak-anak.

Padahal, para peneliti telah menemukan bukti bahwa bahan kimia tersebut dapat dikaitkan dengan peningkatan resistensi antibiotik.

Peneliti yang mempelajari kuman perut E. coli di laboratorium menemukan bahwa triklosan dapat menyebabkan resistensi antibiotik melalui fenomena yang dikenal sebagai 'cross resistance'.

(Baca juga:Pasta Gigi Bahayakan Kesehatan?)

Cross-resistance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana paparan satu zat dapat menyebabkan bakteri menjadi kebal terhadap zat serupa yang belum pernah ditemui sebelumnya.

Periset menemukan bahwa bakteri yang terpapar triklosan juga dapat berevolusi melawan kuinolon.

Kuinolon membunuh bakteri dengan menargetkan zat kimia yang terlibat dengan replikasi DNA.

Ketika sel bakteri terbagi menjadi dua, salinan DNA-nya dibuat untuk diteruskan ke sel anak baru.

Namun para peneliti menemukan bahwa bakteri mampu mengembangkan pertahanan khusus untuk melawan serangan oleh kuinolon.

Kuman dapat menghindari antibiotik dengan cara mengubah mutasi baru yang menghentikan kuinolon untuk menghancurkan DNA-nya.

Dan mutasi ini juga membuat bakteri resisten terhadap pengobatan dengan triklosan.

Peneliti memperingatkan bahwa fenomena tersebut juga dapat terjadi secara terbalik, dengan paparan triclosan yang menyebabkan bakteri berkembang mutasi yang dapat melindungi mereka terhadap kuinolon.

(Baca juga: Dapatkah Lipstik Menganggu Kesehatan)

Ancaman resistensi antibiotik

Dr. Mark Webber, dari Institute of Food Research di University of Birmingham, mengatakan, "Kekhawatirannya adalah bahwa ini mungkin terjadi sebaliknya dan paparan triclosan dapat mendorong pertumbuhan strain yang resisten terhadap antibiotik.

"Hal ini sudah terjadi pada E. coli. Karena kami kehabisan obat yang efektif, makanya memahami bagaimana resistensi antibiotik dapat terjadi dan dalam kondisi apa menjadi penting untuk menghentikan bakteri yang lebih resisten.”

Organisasi Kesehatan Dunia sebelumnya telah memperingatkan bahwa resistensi antibiotik merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global.

Rekan Webber, Profesor Laura Piddock, dari Institut Mikrobiologi dan Infeksi di Universitas Birmingham, menambahkan, “Hubungan antara resistensi kuinolon dan triklosan penting karena triklosan telah tersebar ke lingkungan dan tubuh manusia dalam 20 tahun terakhir.

“Mengingat prevalensi triklosan dan antimikroba lainnya di lingkungan, pemahaman yang lebih besar tentang dampak yang mereka berikan terhadap bakteri dan bagaimana paparan antimikroba ini dapat mempengaruhi pemilihan dan penyebaran resistensi antibiotik yang relevan secara klinis.”

Artikel Terkait